Setelah malam pertengkaran hebat itu, Runa sama sekali tidak pernah bicara dengan Naurra. Naurra selalu mencoba untuk bersikap seperti biasanya pada Runa, melayani setiap kebutuhannya namun Runa tetap bersikap dingin. Runa sebenarnya merasa sangat kecewa dan Runa tidak menyangka wanita yang paling di cintainya ini mengecewakan dirinya dengan menutupi mantan pacarnya hingga foto-foto itu beredar. Runa memilih menghindar karena Runa tidak mau lagi mendebat Naurra dan membuatnya menangis. Sebenarnya Runa hanya ingin memberikan pelajaran pada Naurra, agar Naurra tahu betapa Runa marah dan kecewa dengan sikapnya menutupi Dafka. Sementara Naurra menganggap Runa pasti akan menceraikannya, Naurra hanya tinggal menunggu, meskipun sebenarnya Runa tidak mungkin melakukan itu.
Runa tidak pernah pulang ke rumah, ini yang membuat Naurra khawatir. Naurra takut orang lain mengetahui betapa hancurnya rumah tangga mereka saat ini sehingga setiap orang yang ingin menghancurkan mereka merasa menang. Naurra ingin Runa menampilkan sikap biasa saja di hadapan public, seolah tidak ada masalah apa-apa dalam rumah tangganya, namun Runa sepertinya menolak melakukan itu dan memutuskan untuk selalu tampil sendiri di hadapan public selama 1 bulan terakhir sehingga pemberitaan perceraian mereka semakin mencuat ke permukaan dan jelas ini melukai Naurra.
Naurra turun untuk sarapan, mba Pur, asisten rumah tangga nya sudah menyiapkan sarapan. Naurra benar-benar merasa tak sehat pagi ini setelah dini hari tadi muntah-muntah hebat. Naurra merasa agak demam dan tubuhnya tak karuan. Naurra perlahan turun ditangga, dirinya melihat Runa sudah duduk di meja makan. Oh Runa ada dirumah? Tanya Naurra dalam hati. Sungguh miris bagi Naurra karena keberadaan Runa pun terkadang Naurra tidak mengetahuinya. Runa tidak lagi tidur di kamar bersama Naurra. Runa memilih tidur di studio atau di kamar tamu. Runa sangat menghindari Naurra.
Naurra dengan ragu duduk di hadapan Runa. Naurra mencoba tersenyum meskipun Runa tidak mempedulikannya. Mata Runa tertuju pada ponselnya sambil mengunyah sarapannya.
"aku ga tahu semalam kamu pulang"
Naurra mencoba membuka pembicaraan.
"ya, aku pulang"
Naurra puas dengan jawaban Runa yang sangat singkat. Naurra berusaha keras untuk menelan sarapannya. Come on sayang, please biarkan Bunda sarapan pagi ini, bisik Naurra sambil mengusap perutnya. Naurra terus mencoba hingga akhirnya Naurra mampu menelan sarapannya sedikit demi sedikit. Hal ini membuat Naurra merasa bahagia karena Naurra seolah mampu berkomunikasi dengan janinnya dan sepertinya dia sangat mengerti Naurra.
"kamu terlihat pucat akhir-akhir ini, apa kamu sakit?"
Runa bicara tanpa menatap Naurra sedikitpun. Naurra mengeleng lemah.
"aku hanya sering merasa sedikit pusing akhir-akhir ini"
Runa mengangguk puas dengan jawaban Runa. Naurra agak khawatir karena Runa terlihat mulai mencurigai perubahan dirinya. Naurra masih mau menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan ini pada Runa.
"aku akan bersiap, apa kamu akan pergi hari ini?"
"ya"
"oke"
Naurra beranjak namun pandangannya kembali berbayang. Naurra memejamkan matanya untuk mengumpulkan fokus. Runa tidak melihat Naurra yang hampir saja ambruk karena sedang berkonsentrasi bicara di telepon dengan mas Ditto. Naurra berjalan menuju kamar, semakin Naurra melangkah, Naurra semakin merasa kepalanya berat. Naurra berpegangan pada apapun yang di lihatnya dan brakkkk...
Naurra ambruk begitu saja sebelum sempat sampai di kamarnya.
"Naurra...."
Runa seketika panik melihat Naurra tergeletak di depan pintu kamar, dengan wajah pucat dan keringat dingin. Runa segera menggendong Naurra masuk ke kamar, membaringkannya di ranjang. Runa melepas stilleto nya dan menyelimuti Naurra. Seluruh tubuh Naurra dingin. Runa meminta mba Pur untuk memanggil dokter pribadinya.
"baby wake up..."
Runa terus memegang tangan Naurra, mencoba menghangatkan tubuh Naurra yang dingin, tapi ini tidak berpengaruh sama sekali. Runa memutuskan menarik Naurra ke pelukannya. Mendekap Naurra seerat mungkin, mengusap punggungnya. Hitungan detik Naurra mulai bergerak.
"Naurra...kamu bisa dengar aku?"
"kepala aku sangat berat Runa, dingin"
"oke, kamu tenang. Aku akan peluk kamu seperti ini"
Runa panik setengah mati, seketika Runa menyesal dirinya tidak peduli pada Naurra selama satu bulan ini.
"Pa Runa, dokter Fina sudah datang"
"what happen Runa?"
"Naurra Fin. Dia pingsan badannya dingin"
"oke, baringkan Runa"
Runa membaringkan Naurra. Runa menunggu cemas, berdiri di samping ranjang. Naurra sangat pucat. Sementara dokter Fina sibuk memeriksa Naurra. Menunggu beberapa menit, Fina pun menuliskan resep untuk Naurra.
"Naurra hanya kelelahan. Aku sudah ambil darah Naurra untuk cek lab dan ini resep obat untuk Naurra, diminum teratur"
dokter Fina pun berpamitan pulang. Runa amat sangat tidak bisa meninggalkan Naurra yang terbaring sakit seperti ini. Runa memutuskan untuk menghubungi Mas Ditto dan membatalkan kegiatan latihannya hari ini dengan alasan Naurra sakit. Untung saja, Mas Ditto bisa menerima alasan Runa dengan baik.
"hmmmmm"
Naurra mengerang kesakitan. Membuyarkan lamunan Runa. Naurra gelisah dalam tidurnya. Runa memutuskan mengganti baju kantor Naurra dengan baju tidurnya agar lebih nyaman.
"Naurra buka mata kamu...Naurra..."
Runa berkata lembut mengusap kepala Naurra yang berkeringat dingin. Runa mengecup kepala Naurra dan mengusapnya perlahan. Naurra kembali mengerang saat mencoba membuka matanya. Naurra mengurut pelipisnya dan berusaha bangun.
"Naurra kamu harus istirahat"
"aku...aku mau ke toilet"
"oke, biar aku bantu kamu"
Runa menggendong Naurra dan mendudukkannya di toilet tertutup. Setelah beberapa menit menunggu, ternyata Naurra sedang muntah-muntah hebat. Runa dengan sigap membantu mengurut tengkuk nya dengan lembut.
"better?"
Naurra mengangguk dan menyandarkan tubuhnya lemas di badan Runa. Runa kembali menggendongnya hingga ranjang lalu menyelimuti Naurra.
"kamu harus makan untuk minum obat"
Naurra menggelengkan kepalanya, meremas pelan tangan Runa. Merengek agar Runa berubah pikiran untuk memaksanya makan.
"hanya sedikit sayang, supaya kamu kuat, oke? Please, kali ini jangan bantah aku"
Runa tersenyum dan berusaha membujuk Naurra habis-habisan hingga Naurra menyerah. Naurra akhirnya mau membuka mulutnya. Setelah berhasil makan, Runa membantunya meminum obat.
"apa kepala kamu masih sakit?"
"ya.."
Naurra mengangguk sambil memejamkan matanya. Runa dengan lembut mengurut pelipis Naurra. Menemani Naurra hingga tertidur pulas. Runa sama sekali tidak mau beranjak dan terus mendekap Naurra. Ponsel Naurra terus berdering, sepertinya kantor yang menghubunginya. Runa perlahan beranjak untuk mengambil ponsel Naurra di dalam tasnya. Runa melihat nama Pa Dafka di layar ponsel Naurra. Runa langsung mengangkatnya.
"Queen, you okay? Kenapa kamu tidak masuk kantor???"
Nada bicara yang begitu tinggi menunjukkan kekalutan terdengar di ujung telepon. Runa terdiam, ternyata pria lain mengkhawatirkan Naurra disana, sementara Runa mengabaikan Naurra. Runa mematikan sambungan telepon, memutuskan untuk mengirim pesan pada Dafka. Setelah beberapa kali memikirkan kata-katanya, Runa lalu mengirim pesannya pada Dafka.
"aku sakit Daf, aku tidak bisa masuk kantor hari ini, sorry"
Tak lama Dafka membalasnya
"get well soon Queen. Selalu jaga kesehatan kamu. Ingat, sekarang kamu tidak sendirian"
Runa mengernyitkan dahinya membaca balasan pesan Dafka. Apa maksud Naurra sekarang tidak sendirian??
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Always Been You
RomansaMenikah di usia muda dan keduanya berada di puncak karir bukan hal yang mudah. Arruna Anindyo, seorang selebritis papan atas yang selalu menjadi pusat perhatian dan Queenaurra Misshella, seorang dewan direksi disebuah perusahaan bertaraf internasio...