Berangkat Bersama

20 6 0
                                    

Selesai memberi Celo makan dan sedikit petuah pagi padanya, Langit mengambil segelas susu diatas meja makan. Dia meletakan ranselnya dibangku sebelah.

Langit sibuk mengunyah roti sedangkan Tantri sibuk mengisi kotak makan. Sepertinya Tantri kepengen piknik pagi bersama teman-teman arisannya.

"Mama mau piknik, ya? Pagi-pagi masak banyak banget," tanya Langit.

"Bener, Ma, kamu mau piknik? Kok gak izin dulu, Ma, sama Papa?" Abi ikut bertanya, sebab semalam Tantri tidak memberitaunya apa-apa, biasanya jika ada acara Tantri selalu meminta izin padanya terlebih dahulu.

"Hush. Ngawur kamu," tunjuk Tantri pada Langit. "Bukan piknik, Pa. Ini buat Rani. Langit, nanti kamu antar ya sebelum kesekolah kamu mampir kerumahnya. Di Jalan Merpati samping rumah Bu Darwi, inget, kan? Inget, dong."

"Gak mau, nanti Langit telat," tolak Langit. Dia memasukan sisa roti ditangannya kedalam mulut hingga mulutnya sesak penuh roti. "Papa aja tuh."

Abi mendadak ditelepon oleh sekertarisnya, dia menyuruh Abi untuk segera datang ke kantor sebab jadwal meeting dimajukan. Dengan terpaksa Abi menyudahi sarapannya dan bergegas berangkat menuju kantor. Tantri memberi kotak makan milik Abi berisi lauk pauk untuk Abi makan di kantor. Tantri mencium punggung tangan Abi, Langit mengikuti yang dilakukan Mamanya.

Langit menatap punggung belakang Abi dengan penuh harap, dia berharap Papanya yang dengan sukarela membawa makanan untuk Mama Senja. Tapi, Langit harus menerima kenyataan, bahwa dirinyalah yang akan mengantar kesana.

"Nah, jadi, mau ya antar ini?" Tantri mengangkat totebag berisi kotak makan pada Langit. Langit memejamkan mata lelah.

"Yaudah aku yang antar. Tapi, tambahin ongkos bensin dulu," Langit menengadahkan tangan kanannya meminta jatah pada Tantri.

"Siap, bos. Tenang," Tantri mengambil dompetnya dan mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Langit menatap uang tersebut, dia berpikir, lumayan untuk membeli sebungkus rokok.

"Aku berangkat," pamit Langit, mencium punggung tangan Tantri. "Assalamualaikum."

Tantri tersenyum senang. "Waalaikumsalam. Hati-hati ya anak Mama yang paling ganteng."

***

Langit mengirim pesan ke Senja untuk meminta alamat rumahnya, sebelum Senja bertanya lebih jauh, Langit memberitau alasan kunjungannya.

Senja
Kan, bisa di go-send aja.

Langit
Nggak afdol.

Senja
Iya deh, terserah mas nya aja.

Langit memasukan ponselnya kedalam saku celana. Dia memakai helm dan siap-siap meluncur ke rumah Senja.

Bangunan putih dan cukup besar membuat Langit sedikit terpesona. Ternyata, di balik gerbang itu ada seorang putri salju cantik yang sedang menuruni anak tangga. Langkahnya terdengar berirama seperti alunan musik.

"Emang satpamnya kemana?" tanya Langit yang melihat tidak ada seorang satpam dan membuat Senja membuka gerbang rumahnya sendiri.

"Besok baru datang," balas Senja. Langit mengangguk-anggukan kepala. Masih terpesona dengan bangunan indah rumah Senja.

Langit segera memberi totebag titipan Mamanya kepada Senja. Senja menyambutnya dengan senang. "Salam dari nyokap gue buat Tante Rani ya."

"Langit!"

Langit mencari sumber suara yang memanggil namanya. Rani sedikit terburu-buru menuruni tangga dan itu membuat Senja khawatir sampai dia berteriak agar Mamanya pelan-pelan.

"Hai, Tante," sapa Langit, dia mencium punggung tangan Rani.

Senja memberi totebag pemberian Langit kepada Rani. Rani tersenyum senang mendapat bingkisan dari Tantri. Dan berpesan pada Langit untuk menyampaikan rasa terimakasihnya dan juga salam untuk Tantri.

"Iya, Tante, nanti Langit sampein ke Mama. Langit pamit dulu ya, Tante."

"Eh, sebentar," ucap Rani. "Sekolah kalian kan gak jauh. Kira-kira kamu keberatan gak ya kalau Senja berangkat bareng kamu? Soalnya supir Tante mulai besok kerjanya, jadi..."

"Bisa, Tante. Langit bisa antar Senja," potong Langit cepat-cepat.

"Ma, Senja bisa kok naik ojek online. Aku gak mau ngerepotin Langit."

"Nggak, kok. Nggak ngerepotin sama sekali," Langit tersenyum pada Senja. Membuat Senja semakin merasa tidak enak.

Rani menyuruh Senja segera mengambil tas. Senja menuruti perintah Rani dan dia kembali membawa tas. Langit dan Senja pamit pada Rani.

Selama perjalanan menuju sekolah, Langit dan Senja sama-sama bisu. Langit menikmati cuaca pagi yang cerah ditambah jok bagian belakang motornya diduduki seorang Senja.

Langit menepikan motornya di depan halte. Langit meminta maaf pada Senja karena dia tidak bisa mengantar Senja sampai depan gerbang sekolah. Senja mengerti alasan Langit tidak bisa mengantarnya sampai depan sekolah, karena terlalu berbahaya bagi Langit jika ada Biru dan kawan-kawannya yang melihat kehadiran Langit.

Tanpa berlama-lama lagi, Langit menancap gas menuju sekolah SMA Sastajaya. Sampainya di depan gerbang sekolah, Langit mematikan motor dan menuntunnya hingga parkiran. Pak Ibrahim dengan setia menunggu Langit yang ada di parkiran. Dia mengawal Langit hingga menuju tengah lapangan.

Langit bergabung dengan siswa lain yang bernasip sama: dijemur ditengah lapangan karena terlambat.

"Jangan ada yang beranjak sebelum jam pelajaran pertama selesai. Kalau Bapak liat salah satu dari kalian, ada yang berani melanggar perintah, siap-siap akan menerima konsekuensinya," perintah Pak Ibrahim. Pak Ibrahim bertugas menjadi guru piket hari ini. "Mengerti semua?"

"Mengerti, Pak."

LANGIT | Complete √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang