Masalah Baru

17 5 0
                                    

Kalau bukan karena bosan dan suntuk mungkin Langit tidak akan mengiyakan ajakan teman-teman SMP-nya untuk berkumpul.

Seumur hidup Langit belum pernah mencicipi alkohol dan kehidupan malam di club. Langit hanya ingin bersembunyi dalam lautan manusia bebas.

Memasuki kawasan yang sangat asing baginya cukup membuat Langit sulit menghindar dari para perempuan yang mencoba merayunya. Tubuh mereka dibuat sedemikian meliuk-liuk seperti ular yang akan memangsa korbannya.

Ardi, teman Langit yang sudah sedikit mabok karena pengaruh alkohol memeluknya. Bau alkohol langsung menyeruak di hidung Langit, sangat menganggu sampai dia mendorong tubuh Ardi untuk menjauh. Ardi yang mendapat perlakuan seperti itu hanya tertawa, dia maklum atas sikap Langit.

Nyatanya, Langit tidak bisa bertahan lama disana. Dia pamit pada teman-temannya dan ada beberapa yang mencacinya, mengatakan kalau Langit itu cupu. Langit marah, dia tidak terima dapat perlakuan seperti itu. Karena terbawa emosi, Langit menenguk alkohol sampai habis, hanya ingin membuktikan kalau dia tidak secupu yang teman-temannya kira.

Langit mulai merasakan akibatnya setelah minum alkohol. Kepalanya menjadi pusing dan perutnya sangat mual. Tidak jauh dari tempat parkiran Langit memuntahkan isi perutnya. Namun kepalanya masih terasa pusing, Langit memutuskan untuk mencari supermarket membeli susu beruang terdekat dan meninggalkan motornya sebentar.

Dari kejauhan samar-samar Langit melihat sekumpulan pria berbadan kekar sedang bersantai dipangkalan. Tiba-tiba didepan mereka tanpa bisa Langit kontrol lagi, Langit kembali memuntahkan isi perutnya. Merasa tidak terima dapat perlakuan yang kurang ajar, salah satu dari mereka (sebut saja kepala anggota) langsung menarik kerah baju Langit.

"Lo pikir gue tempat pembuangan sampah? Anjing!"

"Sorry bang gue gak bermaksud..."

Bugh

Sekali pukulan tubuh Langit langsung tersungkur keaspal. Kepalanya yang masih sakit semakin terasa sakit. Akibat pengaruh alkohol sialan itu membuat Langit tidak bisa mengontrol dirinya.

Langit ditarik dan kembali mendapat pukulan tepat disudut bibirnya dia merasakan cairan merah keluar. Tidak lama, seseorang datang dan bersiap untuk menyerang sekumpulan pria berbadan kekar. Langit memukuli kepalanya, dia pasti salah lihat, namun semakin dipukuli kepalanya Langit semakin yakin dia tidak salah lihat.

Biru datang menolongnya. Entah kekuatan dari mana, Biru berhasil mengalahkan pria-pria tersebut dan mereka semua pergi meninggalkan kawasan tersebut.

Biru membenarkan jaketnya yang berantakan akibat berkelahi. Belum sempat Langit berbicara, Biru pergi meninggalkan Langit yang masih terduduk diaspal dengan wajah mengenaskan.

Tubuh Langit melemas, dia sepertinya memerlukan susu beruang sekarang juga untuk menghilangkan rasa sakit kepalanya dan juga pembersih luka. Langit membaringkan tubuhnya di kursi panjang, tempat para pria tadi beristirahat, berharap rasa sakitnya segera mereda dan dia bisa pulang.

Namun tidak lama suara deru motor berhenti didekatnya. Langit mengangkat tangannya, dia melihat Biru kembali. Tapi tidak dengan tangan kosong. Biru membawa kantong plastik putih yang dia diberikan pada Langit.

Langit menatap Biru heran, kenapa Biru menolongnya dan membawakannya barang yang sangat Langit butuhkan saat ini, susu dan obat P3K. Selama ini Langit menganggap Biru musuh, tapi melihat perlakuan yang Biru tunjukan membuatnya keheranan.

"Gue gak suka lihat musuh gue terluka, apalagi orang lain yang bikin dia bonyok, karena itu tugas gue bukan mereka," ucap Biru dengan angkuh. Biru tidak ingin Langit mengangapnya sebagai teman karena dia perlakukan dengan baik tidak seperti biasanya.

Langit tidak peduli dengan ucapan Biru, yang terpenting dia bersyukur karena Biru datang menyelamatinya. Tanpa lama, Langit langsung meminum susunya. Cukup ampuh, perlahan Langit merasakan perubahannya menjadi lebih baik. Luka dibibirnya sudah kering tapi perihnya masih amat terasa ketika minum susu.

Biru yang mencium bau alkohol dari tubuh Langit, membuatnya yakin kalau Langit baru saja dari club dan minum-minum disana, kalau tidak minum mana mungkin Langit bisa dikeroyok seperti tadi. Biru kenal Langit kalau sudah turun membela sekolahnya, Langit tidak mudah untuk dikalahkan.

"Lo salah nyari pelarian," ucap Biru.

Ribuan anak panah menusuk rongga dada Langit mendengar ucap Biru. Langit seperti ditampar oleh kenyataan yang baru dia sadari. Bahkan, dia tidak mampu membalas ucapan Biru, seolah membenarkan ucapan Biru kalau Langit kesana benar untuk pelarian dari masalahnya.

Setelah mengucapkan itu Biru langsung pergi meninggalkan Langit. Lagi, tidak ada alasan khusus untuk berlama-lama disana bersama Langit. Jadi Biru memutuskan untuk pergi.

Langit merenung, menyesali perbuatannya. Dia melihat motor Biru yang semakin menjauh, senyum simpul menghiasi wajah Langit.

Pelan, sangat pelan, Langit berkata, "Thanks bantuannya, Bro. Lo gak perlu khawatir, gue masih anggap lo musuh, dan gak lebih dari musuh."

Langit bangkit dan kembali berjalan menuju club untuk mengambil motornya. Sebelum itu dia menyempatkan ke tempat sampah untuk membuang kaleng susu yang sudah habis dan semua obat P3K.

Langit keluar sebenarnya ingin menghibur dirinya agar tidak terlalu larut dalam masalah, tapi bukannya mengurangi masalah dia justru menambah masalah sendiri. Mengingat wajah angkuh Biru membuat Langit menahan geram. Kalau tidak terpengaruh alkohol, Langit bisa mengatasi pria-pria tadi dengan sendirinya tanpa Biru bantu.

Tapi semua sudah terlambat, nasi sudah menjadi bubur. Langit hanya bisa menyesalinya. Harga diri Langit jatuh akibat ulahnya sendiri dan itu membuat Langit semakin frustasi. Bagaimana kalau Biru cerita yang tidak-tidak pada Senja tentang dirinya yang minum alkohol dan Senja semakin menjauhinya?

Agrh! Dasar bego.

Langit mengendap-endap masuk kerumah, untung saja Mama dan Papa nya sudah tidur. Kalau mereka sampai mencium aroma tubuh Langit, bisa-bisa Langit akan diamuk. Langit memejakan matanya, berendam di air hangat cukup menenangkan tubuhnya yang mengigil sepanjang jalan kota Jakarta.

Musik yang terputar dalam kamar mandi semakin membuat Langit enggan untuk beranjak dari sana. Kalau saja malam bisa berbicara Langit tidak ingin malam pergi secepat pagi datang. Setidaknya hari ini saja.

LANGIT | Complete √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang