Dua minggu sudah berlalu, namun Rinjani belum menunjukan reaksi tanda akan sadar. Setiap pulang sekolah, Langit menyempatkan diri untuk mengunjungi rumah sakit sebelum kembali pulang kerumahnya.
Sudah menjadi rutinitas harian Langit dan Langit tidak akan pernah bosan menunggu Rinjani membuka kedua bola matanya itu. Dengan sabar dan penuh harap.
Hari ini Langit kelelahan sebab jam pelajaran yang semakin ditambah karena ujian kelulusan sebentar lagi. Semangat belajar Langit muncul ketika dia sadar tidak bisa bergantung terus menerus dengan Rinjani. Langit mulai membiasakan diri sedikit memaksa untuk memahami setiap mata pelajaran di sekolah.
Setidaknya jika nanti Rinjani sudah sadar, dia bisa membantu Rinjani menyusul mata pelajaran yang tertinggal.
Didalam ruang yang serba putih dan bau obat ini, Langit ketiduran disamping kasur Rinjani. Langit merasakan sebuah tangan yang mengelus kepalanya. Langit pikir itu hanya sebuah mimpi, namun ternyata tidak.
Karena merasakan adanya sebuah pergerakan, Langit mengangkat kepalanya. Dengan pandangan yang masih sedikit buram karena habis bangun tidur, Langit mengerjapkan matanya berkali-kali. Dua bola mata yang sangat Langit rindukan akhirnya terbuka kembali!
Langit tidak bisa berkata-kata, dia memeluk Rinjani senang bisa melihat Rinjani sadar dari tidurnya yang panjang.
Langit segera memanggil dokter menyampaikan kabar baik ini, segera saja Langit disuruh menunggu diluar dan dokter memeriksa keadaan Rinjani didalam. Tidak lupa juga dia mengabari Papa dan Mama Rinjani, juga Senja.
Langit mengucapkan terimakasih pada dokter dan dia kembali masuk kedalam setelah diperbolehkan masuk. Dia membantu Rinjani bersandar, karena terlalu lama berbaring, Rinjani mengeluh kalau tubuhnya sangat kaku dan menjadi sakit.
Saat sedang membantu Rinjani, pintu kamar terbuka menampilkan sesosok laki-laki berseragam seperti Langit. Awalnya Langit masih tidak mengenalinya, setelah membaca nametag milik laki-laki tersebut, barulah Langit sadar bahwa laki-laki dihadapannya ini adalah Kevin. Yang sudah tidak asing lagi berita mengenai dirinya yang menyukai Rinjani.
Kevin membawa sebucket bunga dan tanpa diperintah Langit mundur menjauh dari kasur Rinjani seolah bukan dirinya yang mengendalikannya.
Rinjani sesekali melirik Langit yang tanpa ekspresi. Dia pura-pura bahagia Kevin datang mengunjunginya saat dia sudah sadar.
"Kenapa lo gak nelpon gue waktu hari kejadian itu, Jan?" kata Kevin. "Kan gue pernah bilang ke lo, kalau ada apa-apa kabarin gue, gue siap dua puluh empat jam buat lo."
"Iya, makasih ya," Rinjani tau Langit sudah jengkel sedari kehadiran Kevin disini. Tapi Rinjani juga tidak enak kalau menyuruh Kevin untuk pulang, yang ada nanti Kevin merasa tersinggung.
Kevin yang baru menyadari kalau didalam ruang itu bukan hanya ada dirinya dan Rinjani lantas bertanya. "Dia siapa, Jan?"
Langit merasa dirinya sudah punya alasan untuk bersuara, langsung mengatakan, "Pacar Rinjani."
"Pacar?" Kevin mengulang, dia menatap Langit dari atas sampai bawah. "Mana mau Rinjani pacaran sama orang model kayak lo? Halu."
Langit mengepal kedua tangannya. Kalau tidak ada Rinjani, mungkin mulut Kevin sudah babak belur. Benar kata Pandu, Kevin kalau dibiarin dapet apa yang dia mau pasti bakal ngelunjak.
"Lo tanya sendiri sama orangnya."
Langit meraih ranselnya diatas sofa dan berlalu pergi. Daripada emosinya tidak stabil, lebih baik dia yang pergi. Dengan begitu Langit merasa lebih aman karena tidak perlu membuang energinya. Langit memilih menunggu di taman rumah sakit sampai dia melihat Kevin pergi dari ruang Rinjani.
Di dalam ruangan, Rinjani merasa canggung karena hanya berdua dengan Kevin. Rinjani juga kesulitan menghubungi Langit karena dia tidak tau ponselnya ada dimana.
Ditambah Rinjani tidak bisa menghindar dari tatapan mata Kevin yang secara terang-terangan sedang memperhatikan dirinya. Tubuh Rinjani merinding saat Kevin mendekat dan menyentuh rambutnya. Rinjani masih trauma dengan sentuhan pada bagian kepala apalagi rambutnya, karena itu mengingatkan dirinya pada penjahat yang menarik rambutnya sampai berdarah.
Dengan reflek Rinjani menepis tangan Kevin dan mulai meracau tidak jelas. Kevin yang panik lantas memanggil dokter. Kevin keluar dan menunggu dokter memeriksa keadaan Rinjani didalam.
Barulah Kevin sadar kalau Rinjani mengalami trauma pasca kejadian mengerikan yang Rinjani alami. Rinjani jadi mudah sensitif dan ketakutan.
Kevin memutuskan untuk pergi tanpa berpamitan karena takut menganggu istirahat Rinjani. Saat dilorong rumah sakit, dari jauh Kevin melihat Langit berjalan berlawanan dengannya.
"Tolong jaga Rinjani," kata Kevin.
Langit memasukan potongan rotinya, mengunyah dan menelannya. Dia menatap Kevin tajam.
"Udah puas jengukin pacar gue?"
"Rinjani itu bukan pacar lo!"
"Mulai hari ini, jangan pernah deketin Rinjani. Atau lo akan terima akibatnya," bisik Langit, dia menepuk pundak Kevin sambil menyeringai.
"Asal lo tau, gue bukan laki-laki pengecut!"
"Oh, jadi nantangin?" Langit menarik kasar kerah seragam Kevin.
"Kevin! Langit!"
Langit menatap orang yang ada dibelakang Kevin, itu Mama dan Papa Rinjani. Langit terpaksa melepas Kevin dan merapihkan rambutnya. Dia menyalimi kedua orangtua Rinjani bergantian, begitu juga Kevin.
"Kalian berdua lagi ngapain?" tanya Luna.
"Lagi ngobrol aja, Tan," jawab Langit berbohong.
"Kamu apa kabar, Vin, udah lama Tante gak lihat kamu, sibuk ya?"
"Kevin baik, Tante. Ya, begitulah, Tan, tugas sekolah banyak banget."
"Ayo, Ma," ajak Septian pada istrinya. "Om, sama Tante ke ruangan Rinjani dulu ya. Kalian jangan berantem."
Langit tersenyum dan mempersilakan mereka berdua untuk lewat. Sekali lagi Langit menatap Kevin tajam begitupun juga Kevin. Dia tidak boleh kehilangan Rinjani, apalagi sampai direbut oleh Kevin. Tidak, Langit tidak akan memberikan itu terjadi.
"Inget, masalah kita belom selesai!" ucap Langit.
"Dan gak akan pernah selesai!" balas Kevin.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT | Complete √
Teen FictionNamanya Langit, seorang siswa kelas dua belas. Hobi main bola bersama kawan-kawan. Terkadang, kalau sedang berlibur, main PS seharian dikamar. Hari minggu yang seharusnya dia manfaatkan untuk main PS dirumah tertunda karena Tantri sang Mama tercint...