Seminggu berlalu dan kini saatnya acara kemah dimulai. Banyak hal yang Langit lakukan bersama Rinjani, dari mulai jalan-jalan kekebun binatang, berenang, menikmati kulineran yang sangat Rinjani sukai, sampai bermain time zone dan piknik ditaman kota.
Menyenangkan, selalu menyenangkan menghabiskan waktu bersamanya.
Langit menoleh ketika bahunya ditepuk oleh Sakti. Karena bis kelas Langit masih ada tempat kosong, jadi beberapa murid kelas Sakti ikut satu bis bersamanya. Sakti tersenyum senang membayangkan dia akan duduk bersebelahan dengan Virna.
"Kenapa lo? Kayak orang gila," ketus Langit.
Senyum Sakti pudar, dia menoleh ke Langit. "Si Virna mau duduk sama gue nanti."
"Jangan kebanyakan modus, nanti dia ilfil sama lo," bisik Langit sambil terkekeh.
Saat naik kelas Sakti sudah putus hubungan sama pacarnya. Alasan Sakti putus karena ceweknya yang minta, setelah Sakti usut ternyata dia sudah punya pacar baru yang diam-diam menjalin asmara dibelakang Sakti. Sakti marah, kecewa, sedih. Dia melampiaskan amarahnya dengan memukul si cowok tersebut sampai babak belur. Setelah itu Sakti meninggalkan mereka berdua yang terlihat syok.
Karena tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan, Sakti mencari penggantinya. Dan dapatlah si Virna, cewek manis dan lemah lembut, sedikit terlihat polos.
"Lo juga ya sialan. Mau cium Rinjani kan lo nanti di bis?"
"Jelas!" ucap Langit dengan percaya diri, tidak pernah terlintas dikepalanya dia ingin mencium Rinjani.
"Mau taruhan? Siapa yang berhasil dapat first kiss duluan, traktir selama seminggu?" kata Sakti berbisik, Langit melihat seringainya yang bikin merinding.
"Sakit otak lo!" bentak Langit.
Suara pengumuman terdengar ditengah lapangan. Bis sudah datang dan lengkap. Pak Gio, selaku panitia acara, mulai memberi instruksi untuk masuk kedalam bis sesuai kelasnya masing-masing.
Langit memberi jalan pada teman-temannya agar masuk lebih dulu, setelah itu dia masuk paling akhir yang disambung oleh Pak Erwin dan Bu Hilda.
Langit melihat Rinjani yang sudah duduk anteng dikursinya. Dia tersenyum manis pada Rinjani.
"Kok lama banget sih?"
"Mastiin supaya gak ada murid yang ketinggalan, Jani."
"Kenapa harus kamu?"
"Karena aku mau."
Rinjani mengangguk-anggukan kepalanya seperti anak kecil. Langit menelan salivanya, masih teriang ucapan Sakti tadi padanya. Memang menggoda dan merona. Warnanya pink muda yang terlihat alami, segar dan sehat. Sepertinya memang belum pernah disentuh siapapun.
Langit cepat-cepat menggelengkan kepalanya guna mengusir pikiran negatif. Tapi, laki-laki normal siapapun itu pasti sulit untuk menolaknya.
Pak Erwin memimpi doa sebelum berangkat. Semua murid berdoa dengan khusyuk. Selesai berdoa, Langit mencari keberadaan Sakti. Sialan, dia memilih bangku belakang. Benar-benar ingin modus dengan Virna. Mata mereka saling bertemu, dengan gerakan isyarat yang sengaja agar Langit mengingat ucapan Sakti tadi tentang first kiss.
"Udah sarapan?" tanya Langit.
"Sarapan nasi goreng, tapi sedikit. Kamu?"
"Coba kamu senyum."
Walaupun bingung kenapa Langit tiba-tiba minta dirinya tersenyum. Tapi Rinjani tetap lakukan karena Langit menunggunya tanpa berkedip. Rinjani menunjukan senyumnya, refleks Langit ikut tersenyum.
"Nah, sekarang udah sarapannya."
"Hah?" kaget Rinjani. "Aku gak lihat kamu makan nasi dari tadi."
"Bukan nasi. Tapi senyum kamu," bisik Langit ditelinga Rinjani.
Rinjani mengalihkan wajahnya melihat jalanan. Bisa-bisanya Langit bilang seperti itu. Semakin lama memang tidak baik untuk kesehatan jantungnya berada dekat-dekat dengan Langit.
Ketika berbalik badan dan ingin bicara pada Langit, Langit sudah tidak ada disampingnya.
Langit menaik turunkan alisnya pada Rinjani. Dia sekarang sudah memangku gitar dan bersiap menghibur penumpang. Semua orang tau Langit punya suara bagus, jadi mereka semua tidak keberatan jika Langit bernyanyi.
"Dasar tebar pesona!" gerutu Rinjani pelan.
Langit membawakan lagu favoritnya yaitu Tanpa Karena - Fiersa Besari. Sudah lama dia ingin menyanyikan lagu tersebut untuk Rinjani. Setiap mendengarkan lagu tersebut, jantung Langit berdegup. Dia suka liriknya yang sederhana namun penuh akan makna. Tidak lebay, tapi tetap memberikan kesan romantis pada pasangan.
Ada yang ikut bernyanyi, juga ada yang ikut meramaikan dengan suara-suara aneh. Ada juga yang mengabadikan moment tersebut dengan dokumentasi di ponsel masing-masing.
Setelah merekam sebagai kenang-kenangan, Rinjani menutup ponselnya. Walau mereka semua tidak tau lagu tersebut dinyanyikan untuk dirinya. Rinjani tetap senang.
Selesai bernyanyi, Langit memberi gitar pada temannya yang juga mau menyumbang lagu. Sedangkan dia ikut meramaikannya. Karena terlalu asik dengan dunianya, Langit kembali duduk dikursi, dia sadar sudah meninggalkan Rinjani terlalu lama. Pasti Rinjani akan ngomel-ngomel dan cemberut.
Tapi justru Langit salah, Rinjani kini tengah memamerkan senyum giginya.
"Makasih, ya," ucap Rinjani. Langit senang akhirnya Rinjani suka. Dia langsung mengacak-acak gemas rambut Rinjani.
SMA Sastajaya mengadakan kemah di Bogor. Rinjani tidak lupa membawa jaket tebal, dia tidak terlalu suka hawa dingin, karena tubuhnya mudah mengigil.
Jarak Jakarta-Bogor memang tidak terlalu memakan waktu banyak, tapi karena macet jadi lama.
Rinjani menyandarkan kepalanya dibahu Langit sambil menatap luar jendela. Tidak lama pemandangan perumahan dan toko, berubah menjadi kawasan hijau yang sangat asri. Diujung sana terdapat gunung yang berdiri agung.
Semua bersorak senang. Tidak sabar ingin cepat-cepat turun dan menghirup udara segar. Rinjani dan Langit juga semua teman-temannya bersiap menenteng tas dan turun saat bis sudah parkir. Satu per satu bis mulai berdatangan dan baris berjejeran.
Semua menunggu instruksi dari Pak Erwin dan Bu Hilda. Akhirnya mereka memperbolehkan kami turun. Seperti anak kecil yang baru tiba di taman tamasya, semua berlari senang. Bahkan Rinjani hampir jatuh kesandung kakinya sendiri, tubuhnya oleng tapi dengan sigap Langit menariknya agar tidak jatuh.
"Pelan-pelan, Jani," peringatan lembut dari Langit. Rinjani mendongakan kepalanya dan menyengir.
Tapi tetap saja dia tidak kapok dan kembali berlari. Langit geleng-geleng kepala melihat tingkah pacarnya.
Ditengah lapangan hijau yang besar, semua berkumpul. Ada sedikit petuah dari ketua panitia acara. Langit juga lihat ada satu tentara dan satu dokter muda cantik di kanan kiri Pak Gio.
"Anak-anak, alhamdulilah kita sampai di tujuan dengan selamat. Bapak cuma mau sedikit menyampaikan, selama disini Bapak harap kalian jaga diri ya. Jangan berbuat yang macam-macam apalagi aneh. Ingat, ini bukan rumah kalian, jadi harus jaga sopan santun dan ucapan, ya," jelas Pak Gio.
"Kalau kalian ada yang merasa sakit atau gak enak badan, langsung ke tenda disana ya," tunjuk Pak Gio. Semua mengikuti arah tunjuk Pak Gio. "Nanti disana kalian akan dapat perawatan dari dokter Inggit. Paham semua?"
"Paham, Pak!" semua berteriak lantang.
"Baik. Selanjutnya kalian baris sesuai kelas masing-masing dan tunggu instruksi dari guru kelas ya."
"Baik, Pak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT | Complete √
Teen FictionNamanya Langit, seorang siswa kelas dua belas. Hobi main bola bersama kawan-kawan. Terkadang, kalau sedang berlibur, main PS seharian dikamar. Hari minggu yang seharusnya dia manfaatkan untuk main PS dirumah tertunda karena Tantri sang Mama tercint...