Ditempat Yang Sama

17 6 1
                                    

Langit memarkirkan motor di basement. Langit mengajak Senja untuk menemaninya membeli kado di mall. Kalau dia mengajak Sakti bisa-bisa tidak membuahkan hasil, berbeda dengan Senja, karena Senja perempuan setidaknya dia tau barang apa yang cocok untuk kado Rinjani.

Langit mengekori Senja, Senja terlihat bersemangat memasuki salah satu toko yang berisi boneka, miniatur, dan barang-barang lainnya. Langit tersenyum ramah ketika pegawai toko tersebut menyambut pelanggannya.

"Kalau boneka gimana?" tanya Senja. Bukannya menjawab Langit malah garuk-garuk kepala.

"Yang menurut lo bagus aja dan cocok buat kado?"

Senja terkekeh melihat Langit kebingungan. Dia kembali sibuk memilih boneka mana yang kira-kira bagus. Senja mengambil dua boneka berukuran kecil berbentuk kelinci dan pinguin, dia bertanya pada Langit agar memberi pendapatnya.

"Dua-duanya bagus. Tapi, menurut lo, gue harus pilih yang mana?"

Senja mencubit perut Langit saking gemasnya sama jawaban Langit. Bisa-bisanya dia malah balik bertanya pada Senja. Langit meringis kesakitan memegangi perutnya.

"Denger jawaban lo, gue jadi curiga. Jangan-jangan selama ini, lo gak pernah pacaran ya?" Senja memicingkan matanya.

"G-gue pilih pinguin aja. Lucu juga ternyata pinguin," Langit mencoba mengalihkan pembicaraan, memaksa tersenyum, Senja yang melihatnya merasa aneh dan kesal. Tapi, dia memilih mengabaikan dan berjalan menuju kasir.

Disebelah kasir, Senja melihat gelang-gelang bergantungan. Senja sibuk memilih-milih sampai tidak sadar Langit diam-diam mengambil foto Senja. Dia tersenyum puas dan mengirim hasilnya ke whatsapp Senja, Langit tidak sabar melihat reaksinya.

Langit segera membayar pada kasir. Dia mengeluarkan selembar uang dan meminta kasir agar membungkus bonekanya menjadi sebuah kado lengkap dengan paperbag.

"Beli dua gelang, buat siapa?" tanya Langit melihat Senja memakai gelangnya dan yang satu lagi dia masukan ke dalam tas.

"Disimpen aja. Habis, lucu gitu. Sayang kalau beli satu," Senja berkata jujur.

Langit dan Senja keluar dari toko selesai berbelanja. Langit ingin mampir ke resto, tapi Senja menarik tanggannya dan menggelengkan kepala.

"Kenapa?" tanya Langit.

"Mau makan mie ayam di depan," ucap Senja. Langit menurut saja. Mereka keluar dari kawasan mall menuju tempat mie ayam.

Selesai mengisi perut, Langit mengantar Senja pulang. Selama makan mie ayam tadi, Senja melihat ponselnya dan senang dengan foto yang dikirim Langit. Saking senangnya, Senja langsung menjadikannya foto profile whatsapp dan instagram miliknya. Tentu saja, Langit ikut berbahagia sebab dia ada dalam bahagianya Senja hari ini. Langit berharap, dia bisa selamanya menjadi bagian dari bahagianya Senja.

"Nanti acaranya jam berapa?" tanya Senja saat di lampu merah.

"Malam. Jam tujuh," jawab Langit.

"Acara kita kok bisa barengan gitu ya. Gue juga jam tujuh malam," selain Langit, Senja juga sebenarnya ada undangan acara ulang tahun temannya. Persis sama seperti Langit, nanti malam. Tapi mungkin itu hanya kebetulan saja, dan kecil kemungkinan orang yang sama.

"Mau gue antar ketempat acara lo?"

"Gak usah. Gue bareng Biru," Senja menolak dengan halus. Sebenarnya, Biru sudah berkali-kali menolak ajakan Senja, dia malas mendatangi acara seperti itu yang bagi Biru sangat tidak penting dan membuang waktu. Tapi setelah dibujuk berkali-kali dengan janji akan mentraktir makan, Biru baru mau ikut ke acara tersebut.

Mendengar nama Biru disebut, suasana hati Langit langsung berubah. Dia diam dan menjadi malas melanjutkan topik saat mendengar nama Biru. Semoga saja, hari ini Langit tidak bertemu Biru.

Seorang anak kecil menghampiri motor Langit. Anak kecil itu membawa kardus yang berisi banyak setangkai bunga mawar palsu. Dia menawarinya pada Senja.

"Kak, mau beli bunga aku gak?"

"Emang harganya berapa?"

"Sepuluh ribu satu, Kak. Banyak warnanya, Kak, ada merah, pink, kuning sama putih. Kakak suka yang warna apa?"

"Aku beli yang warna putih aja satu," Senja mengeluarkan dompetnya dan mengambil uang. Terlihat wajah bahagia anak kecil penjual bunga itu. Sebelum lampu hijau menyalah, anak kecil itu sempat berkata yang membuat Senja tertawa.

"Pacar Kakak lagi marah ya? Mukanya serem, mirip Bapak aku kalau lagi marah. Kakak hati-hati ya."

Langit yang mendengarnya menjadi tersenyum, dia mengacak-acak rambut anak kecil penjual bunga yang membuatnya lupa dengan Biru sejenak akibat ulah polosnya.

Selain itu, Senja sepertinya tidak mempermasalahkan kalau Langit disebut sebagai pacarnya. Gue sih gak keberatan kalau jadi pacarnya beneran.

***

Berkali-kali Langit melihat pantulan dirinya di depan cermin, dia ingin memastikan bahwa malam ini dia sangat tampan. Begitulah, setiap kali Langit melihat dirinya di depan cermin.

Malam ini Langit sedang malas membawa motor jadi dia meminta Sakti untuk menjemputnya. Lagi, Langit tau Sakti tidak mungkin membawa pacarnya keacara ulang tahun Rinjani. Sakti cerita kalau hubungannya dengan pacaranya sedang ada masalah.

Suara teriakan yang begitu jelas dan terlalu keras membuatnya yakin Sakti sudah sampai di depan rumahnya. Tantri tidak kalah hebohnya memanggil Langit memberitau Sakti sudah di depan sebab Tantri juga mendengar suara khas Sakti, membuatnya sedikit terkejut saat sedang menonton drama 100 Days My Prince di televisi.

Langit berpamitan pada Tantri sambil menenteng kado. Dan mengatakan jangan pulang larut malam, bahaya banyak begal, kata Tantri.

Jalanan kota Jakarta malam ini terang, banyak lampu-lampu jalan, lampu toko dan lainnya. Angin yang melewati tubuhnya membuat Langit merinding karena dingin. Sakti yang merasa motornya goyang-goyang tidak jelas lantas memarahi Langit yang tidak bisa diam.

"Diem bego!"

Langit baru sadar ulahnya ternyata membuat motor Sakti bergoyang. Banyak pengendara-pengendara lain melihat Langit dan Sakti dengan tatapan mata terpesona sampai mengedipkan matanya sebelah (seorang banci dengan wik yang hampir copot bila tidak dia pegangi).

Motor dan mobil sudah terparkir rapih dan ramai, Langit menduga sudah banyak tamu yang datang. Langit menaruh helm di spion kiri motor Sakti. Saat berjalan memasuki acara, Langit seperti artis yang sedang berjalan di karpet merah.

Langit tidak bisa membohongi matanya, malam ini Rinjani sangat cantik berbalut drees biru muda yang sangat cocok dengan kulit serta riasan sederhana diwajahnya.

Ketika sedang memberi kado pada Rinjani dan Rinjani menyambutnya dengan bahagia, suara gemuruh dibelakangnya membuat Langit penasaran dan melihat kebelakang. Ditatapnya baik-baik, tidak mungkin dugaannya kali ini salah. Suara gemuruh teman-temannya itu disebabkan oleh seseorang yang sedang berjalan disamping Senja.

Senja?!
Biru?!

Rinjani berlari menghampiri Senja dan memeluknya. Langit lagi-lagi ditampar oleh kenyataan. Senja dan Biru adalah teman Rinjani semasa di SMP. Walau Biru tidak terlalu akrab dengan Rinjani, dia tau Rinjani karena Senja selalu main bersamanya.

"Gue janji mau ngenalin seseorang. Ayo ikut gue," Rinjani menarik tangan Senja. Dihadapan Langit, Rinjani memperkenalkan Senja. Tubuh Senja mematung, dia bingung harus bereaksi seperti apa. Seolah, semua kata hilang dalam kepalanya.

"Langit, ini Senja, teman sekaligus sahabat gue di SMP. Kalau Biru pasti lo udah kenal, karena kalian pernah ketemu. Nah, Senja, ini Langit teman gue," ucap Rinjani malu-malu, sebenarnya Langit bukan hanya teman saja baginya, tapi lebih dari sekedar teman. Namun, Rinjani belum berani mengungkapkan isi hatinya pada Langit.

Jadi, selama ini, cowok yang tidak disebutkan namanya oleh Rinjani dan Rinjani selalu menceritakan kesehariannya pada Senja, adalah Langit. Langit, temannya sendiri. Astaga...

LANGIT | Complete √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang