Rinjani mengerang, dia terus berusaha melepas tali pada tangan dan kakinya yang terpasang. Licik sekali penculik sialan ini, sengaja memakai topeng agar Rinjani tidak mengetahui identitasnya.
Rinjani bersumpah kalau dia berhasil lolos, ingin sekali mencabik muka penculik dihadapannya ini yang ingin memasang kembali penutup mulut padanya.
Saat penculik bertopeng berjongkok, Rinjani membuang ludah. Walau terkena topeng, Rinjani tetap puas. Tapi apa yang terjadi setelahnya membuat Rinjani berteriak kesakitan. Rambutnya ditarik dengan kencang! Rasa-rasa seperti ingin copot dari kepalanya.
Rinjani bersumpah kepalanya mengeluarkan cairan merah akibat tarikan yang begitu kuat. Rinjani meringis kesakitan, tapi dia tetap berusaha tidak terlihat lemah.
Setelah puas menjambak, penculik itu menarik kasar wajahnya. Membuat sakit kedua pipi Rinjani. Merinding, kini rasa dingin ujung pistol menyentuh langsung kulitnya, Rinjani menelan salivanya.
"Jangan buat gue marah!" teriak penculik itu, tangannya menampar wajah Rinjani, sampai ujung bibir dan pipinya berdarah terkena kuku-kuku panjang si penculik.
Lalu, dengan cepat, penculik itu memasang kain penutup mulut pada Rinjani. Luka yang masih mengangga, dibiarkan saja. Menimbulkan sensasi asin dan perih. Rinjani merasakan pusing yang amat luar biasa, akibat darah yang keluar dari kepalanya belum berhenti. Kalau terus dibiarkan, Rinjani bisa kekurangan darah.
Rinjani tidak bisa lagi berpikir, kepala terlalu sakit. Dia hanya berharap seseorang membantunya sebelum kehabisan darah dan mati.
Hati Rinjani menjerit, dia berdoa dan terus berdoa agar Tuhan menolongnya. Rinjani takut. Dia takut mati sebelum meminta maaf kepada kedua orang tua nya.
Ditengah keputusasaannya, samar-samar dari kejauhan Rinjani melihat seseorang. Sepertinya Tuhan mengutus salah satu hamba-Nya untuk menolong dirinya.
Ya, itu Langit. Rinjani merasa lega sekaligus takut. Dia lega karena Langit datang tepat waktu, sehingga peluru dalam pistol itu tidak menembak kepalanya. Tapi, dia juga takut Langit terluka.
"Lepasin Rinjani!" teriak Langit marah besar.
Terjadi pertarungan Langit dan penculik bertopeng. Rinjani, yang mulutnya masih tertutup kain, menjerit-jerit melihat Langit yang terlempar jauh. Langit berusaha untuk bangkit, namun kaki penculik itu menahannya.
Mata Langit membulat lebar, terkejut melihat sangat jelas sebuah pistol yang mengacung kearahnya. Satu peluru berhasil keluar. Namun sebelum peluru itu mengenai dirinya, Langit sudah lebih dulu menghindar dan siaga.
Langit menepis pakai kakinya tangan si penculik, pistol yang digenggamnya terlempar jauh. Ini kesempatan Langit untuk menghabisinya.
Tubuh si penculik terlempar jauh sampai tembok runtuh dan menindihkan tubuh yang sangat mengenaskan.
Langit buru-buru melepas tali ikatan Rinjani dan melepas penutup mulutnya. Tangan Langit gemetar dan dia terus berusaha membuka ikatannya yang cukup kencang dan sulit karena banyak lilitan.
Tanpa Langit dan Rinjani sadari, tubuh si penculik masih merespon. Dia tidak benar-benar mati dibalik reruntuhan tembok. Masih ada sedikit celah untuk menyelamatkan dirinya.
Langit sudah berhasil melepas semua ikatan tali yang mengikat Rinjani. Saat Rinjani melihat si penculik yang entah bagaimana caranya sudah berdiri dan siap menembak tubuh Langit, mendadak Rinjani menukar posisi Langit dan dirinya. Sekarang, Rinjani yang membelakangi si penculik.
Yang terjadi sungguh mengenaskan, peluru itu menancap tubuh Rinjani. Semburan darah segar membasahi lantai dan wajah Langit, bersamaan dengan suara teriakannya memanggil nama Rinjani.
"RINJANI!!"
Langit memegang tubuh lemas Rinjani, perlahan kakinya berlutut. Air mata Langit mengalir sederas darah Rinjani. Dia berteriak melampiaskan amarahnya, kesedihannya. Langit tidak akan pernah memaafkan dirinya sampai kapan pun bila dia harus kehilangan Rinjani.
Tidak! Dia tidak akan pernah mengampuni dirinya sendiri!
Penculik itu kabur melarikan diri ketika mendengar sirine mobil polisi. Ketika polisi masuk, beberapa polisi mengecek sekitar dan salah satu polisi memanggil ambulan.
Langit duga sepertinya polisi-polisi itu kehilangan jejek si penculik.
Tidak lama ambulan datang dan mengangkat tubuh Rinjani. Rinjani sudah tidak sadarkan diri akibat pendarahan di punggungnya.
Selama di dalam ambulan menuju rumah sakit, Langit terus berdoa dan memanggil nama Rinjani. Dia berharap Rinjani dapat bertahan.
Dalam keputusasaan Langit berharap memiliki mesin waktu agar dirinya saja yang terluka, bukan Rinjani.
Langit menunggu didepan ruang UGD (Unit Gawat Darurat) ketika sampai Rumah Sakit Natama beberapa menit yang lalu.
Disaat Langit sedang menunggu, seorang perawat menghampiri dirinya. Perawat itu melihat Langit juga butuh perawatan medis, sebab wajah dan tangannya terluka cukup parah.
Langit dibawa kesatu ruangan dan disana dia dapat perawatan untuk luka-lukanya. Pertama-tama wajah Langit dilap dengan kapas dan air yang terdapat bercak darah Rinjani, lalu setelahnya perawat itu mengoleskan cairan alkohol. Setidaknya, dia tidak ingin membuat Rinjani sedih melihat wajahnya yang babak beluk saat Rinjani sudah sadar nanti.
Setelah selesai, Langit kembali duduk termenung menunggu operasi Rinjani selesai. Memikirkan penculik itu masih menjadi buronan, membuat Langit geram. Dia mengepalkan tanganya kuat-kuat, sebelum sesuatu menariknya sangat kencang.
Seorang pria berkacamata kecil menarik kerah bajunya. Pria itu menatapnya tajam, sangat tajam, Langit bisa melihat api yang sedang menyalah. Dan disampingnya berdiri seorang wanita, yang tampak marah dan takut melihat suaminya melakukan kekerasan dirumah sakit.
"Kamu!" ucap pria itu penuh tekanan, Langit menahan napas dan dia tidak berani menepisnya.
"Kamu yang udah celakain anak saya, iya!! JAWAB!"
"B-bu-kan s-ss-saya, P-pp-pak."
Barulah Langit sadar, pria dan wanita dihadapannya ini adalah kedua orangtua Rinjani. Suara pintu terbuka menyelamatkan Langit. Dia bisa sedikit menghirup udara. Tapi tatapan itu masih menghunuskan pedangnya.
Dokter keluar dan mengatakan kalau peluru dalam tubuh Rinjani sudah berhasil dikeluarkan, dokter itu menyarankan agar sabar menunggu pasien bisa sadar karena masa pemulihan yang membuat Rinjani membutuhkan waktu satu minggu sampai dua minggu.
Terlebih lagi, jika Rinjani mengalami trauma berat akibat kejadian yang dia alami. Bukan hanya fisik, tapi dokter yakin psikis Rinjani bisa saja terganggu.
Setelah menyampaikan pesan, dokter itu pergi. Rinjani akan segera dipindahkan ke kamar inap. Namun, tatapan Septian (ayah Rinjani) membuat Langit tidak berani bergerak.
"Mau kemana kamu? Mending pulang! Saya gak sudi lihat penjahat disini!"
Langit benar-benar terguncang. Hatinya tertancap ribuan duri yang membuatnya semakin perih. Bagaimana ini, Septian sudah salah paham terhadap Langit. Bukan Langit yang mencoba mencelakai Rinjani, tapi orang lain.
Langit lari dan meraih tangan Septian. "Sumpah, Om, bukan saya pelakunya! Saya tadi udah berusaha tolong Rinjani, tapi..." Langit tidak kuasa mengatakannya lagi, bayangan dan suara tembakan menghantui kepalanya.
Septian menarik kasar tangannya. "Saya gak mau lihat muka kamu lagi! Jangan sekali-kali kamu berani menampakan wajah kamu didepan keluarga saya! Pergi!"
Sekali lagi, tubuh Langit terguncang hebat. Kakinya lemas dan tidak berdaya. Yang hanya bisa dia lakukan menangis sendirian, dan menyesali semua yang sudah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT | Complete √
Teen FictionNamanya Langit, seorang siswa kelas dua belas. Hobi main bola bersama kawan-kawan. Terkadang, kalau sedang berlibur, main PS seharian dikamar. Hari minggu yang seharusnya dia manfaatkan untuk main PS dirumah tertunda karena Tantri sang Mama tercint...