Pelaku Ternyata Dekat

12 3 0
                                    

Langit bosan dan dia memutuskan untuk tidak sekolah. Dia pergi kesebuah kafe tempat langganannya. Langit disambut hangat oleh Bang Rajab, owner kafe.

"Cabut?" tebak Rajab.

"Lagi bosen aja," jawab Langit santai.

"Udah kelas dua belas, belajar yang bener."

"Bawel. Kopi latte satu, gulanya dikit aja," pesan Langit, dia duduk ditempat biasa, mengarah langsung kehalaman luas yang penuh dedaunan.

Rajab hanya geleng-geleng kepala saja. Dia membuat pesanan Langit, dengan lihai tangannya membuat latte art berbentuk angsa.

Selesai membuat pesanan, Rajab mengantar langsung ke meja Langit.

"Kopi latte dengan sedikit gula," ucap Rajab.

Langit melihat kopinya sendiri, dia mengerutkan kening, "Kok angsa? Filosofinya apa?"

"Angsa itu simbol kesetiaan."

"Terus apa hubungannya sama gue?"

"Nggak ada sih. Gue cuma lagi pengen bikin angsa aja. Dah ah, gue mau balik kerja."

"Gajelas lo!"

Langit memilih untuk mengabaikannya saja, dia mulai menikmati kopinya. Walau sebenarnya pikirannya masih kacau. Langit masih penasaran siapa pelaku yang sudah tega menyakiti Rinjani. Nomer pelaku juga sudah dilacak, namun sampai sekarang belum membuahkan hasil.

Langit menoleh kebelakang, Biru dan dua temannya memasuki kawasan kafe. Sepertinya Biru juga menyadari kehadiran Langit disana, saat Biru dan temannya mendekat ke meja Langit, tanpa berlama-lama Langit bangkit dari sana. Biru menahan pundak Langit, Langit menepis tangan Biru dengan kasar.

"Buru-buru amat, takut ya sendirian?" ledek Biru, dua temannya tertawa meremehkan.

Untunglah ponsel Langit berdering, dia jadi punya alasan untuk pergi dari sana. Langit membayar pesanannya dan keluar untuk mengangkat telpon dari Sakti.

"Lo dimana sih?"

"Kafe. Kenapa?"

"Buruan kesekolah."

"Ada apaan?"

"Pelaku Rinjani ternyata ada disekolah!"

"Gak usah bercanda, Sak. Gak lucu."

"Gue serius!"

Sambungan terputus, Langit buru-buru memakai helm, dia mengendarai motor diatas rata-rata. Napas Langit memburu, senang karena akhirnya pelaku bisa sudah ditemukan, marah karena pria itu hampir saja membuat nyawa Rinjani hilang.

Sampai kapan pun Langit sulit memaafkan pelaku, benar dugaannya kalau dia pernah bertemu pelaku sebelumnya tapi karena lupa dia sulit mendeteksi keberadaan pelaku tersebut.

Untung saja Langit masih ingat ciri-ciri sepatunya, Langit mengambarnya disebuah kertas dan menyuruh Sakti barang kali dia menemukan si sepatu pelaku itu.

Sampainya di sekolah, Langit melihat mobil polisi sudah terparkir dan juga seorang polisi yang sedang menuntun seseorang menuju mobil.

Suasana sangat bergemuruh, semua siswa menyaksikan kejadian yang tidak akan pernah mereka lupakan seumur hidup dan mungkin akan selalu menjadi cerita sepanjang masa sekolah.

Seorang siswa yang sudah tidak asing lagi bagi Langit, menunduk pasrah. Itu Dodi. Pelaku tersebut adalah Dodi.

Langit masih tidak menyangka Dodi bisa sekejam itu. Seseorang menepuk pundak Langit, Sakti berdiri disamping Langit dengan wajah yang sulit dipercaya.

"Gue masih gak nyangka, ternyata Dodi pelakunya," Sakti memberi gambar sepasang sepatu kepada Langit. Langit menerimanya dan dia melihat sepatu Dodi yang sama persis seperti yang dia gambar sebelumnya.

Sirene mobil polisi mulai berbunyi, para polisi meninggalkan kawasan sekolah untuk membawa Dodi menuju kantor polisi, memeriksa Dodi lebih lanjut.

"Tapi, kenapa Dodi ngincernya Rinjani ya? Jelas-jelas dia gak suka sama lo, tapi yang dia celakain malah orang lain," heran Sakti.

Langit jadi teringat saat final turnamen futsal, ketika dirinya dan Pandu sedang mengobrol soal Rinjani dan Kevin. Saat itu Dodi keluar dari bilik toilet, dan yang paling Langit ingat seringai diwajah Dodi yang menyeramkan.

Pengeras suara berbunyi nyaring, menginformasikan seluruh siswa wajib kembali kekelas masing-masing. Langit dan Sakti masuk kekelas, didalam kelas sulit untuk berkonsentrasi karena bisik-bisik siswa lain yang masih kaget dengan kejadian yang baru mereka saksikan.

Tanpa sengaja, Langit mendengar para perempuan kelasnya sedang bergosip, salah satu dari mereka bercerita bahwa Dodi sakit hati karena cintanya ditolak oleh Rini, adik kelas sepuluh. Dan diduga Rini suka dengan kakak kelasnya sendiri. Saat sampai dibagian itu, tidak ada kelanjutan, mereka hanya saling tukar pandang.

Langit paham, bahwa dirinyalah yang menjadi bahan gosipan. Kakak kelas yang mereka maksud adalah Langit.

Akhirnya Langit sampai pada kesimpulannya sendiri, kalau Dodi sengaja mencelakai Rinjani karena titik terlemah Langit adalah Rinjani saat itu.

Mungkin dengan mencelakai Rinjani, Dodi bisa melampiaskan dendamnya dan merasa puas akan kesengsaraan Langit.

Bisa jadi itu salah satu alasan kepada Dodi mecelakai Rinjani. Tidak lama setelah kejadian tertangkapnya Dodi, para perempuan dikelasnya masih suka bergosip dan itu membuat Langit beruntung karena mendapat informasi tanpa perlu mencarinya.

Mereka bercerita, Dodi terlahir sebagai anak broken home, diduga Dodi selalu mendapat kekerasan dari ayah kandungnya sendiri. Dodi selalu dipukuli dan dimarahi tanpa sebab, ibunya sudah lama meninggalkan Dodi saat berusia 14 tahun.

Dodi juga dikenal sebagai anak pendiam disekolah. Dia jarang bergaul, lebih suka menyendiri. Diduga Dodi mengalami gangguan mental. Tapi untunglah akhirnya pihak polisi menangkapnya, karena jika tidak Dodi sangat berbahaya.

"Minum dulu, pucet banget dari tadi muka lo," Sakti memberi minum pocarisweet pada Langit. "Udah, jangan terlalu dipikirin. Polisi juga udah nangkep si Dodi."

Langit mengangguk, dia mulai membuka tutup botolnya dan meminum. Benar juga kata Sakti, Dodi sudah ditangkap dan diurus di kantor polisi, jadi dia tidak perlu pusing-pusing lagi sekarang.

"Ujian sebentar lagi kan ya?"

"Iya."

Langit bangkit dari kursi. Sakti menatap Langit heran, "Mau kemana lo, cabut lagi?"

Langit menggeleng, "Nggak. Mau ke perpus," setelah mengatakan itu, Langit langsung pergi meninggalkan Sakti.

Sakti masih tidak menyangka, dan menatap Langit heran.

"Cepet amat tuh anak dapet hidayahnya!"

LANGIT | Complete √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang