(Tolong votenya untuk memberi semangat pada penulis guyss 🤗)
"Din ke kantin yuk". Ucapku pada Dinda setelah guru kimia keluar dari kelas.
"Gue bawa bekel Reyn." Kata Dinda yang terlihat tidak bersahabat. Apa patah hati karena pacar emang sehebat itu ?. Dinda benar-benar berubah, seperti aku tak mengenalinya lagi. Dia bukan gadis periang yang ku kenal setahun terakhir ini.
"Kok lu tega sih, nggk ngomong-ngomong ke gue buat bawa bekel. Kan gue sendiri ke kantinnya".
"Sorry yah Reyn". Jawab Dinda singkat.
Dia benar-benar sakit hati sepertinya, aku hanya tersenyum datar mendengar jawaban tanpa ekspresi itu. Apa yang harus ku katakan pada Rama agar bisa mengembalikan diri Dinda yang dulu ?.
"Yaudah deh gue ke kantin dulu yah." Kataku lalu beranjak pergi. Sementara Dinda mengulangi kata maafnya sekali lagi.
Pergi ke kantin sendiri membuatku cukup kaku karena koridor jalan menuju kantin sangat ramai. Banyak anak-anak kelas lain berkumpul dan bercanda di depan kelas mereka.
"Reyn". Panggil seseorang membuatku menoleh ke belakang. "Kok lu sendiri ? Dinda mana?". Sambungnya.
"Dia di kelas, bawa bekel jadi nggk ke kantin." Aku tak lagi berjalan sendirian ke kantin karena saat ini Rama juga berjalan menuju ke sana.
"Lu nggak ada niatan buat minta maaf gitu ke Dinda ?" Tanyaku membuka percakapan.
"Gue udah spam chat sama telpon, tapi malah diblokir. Gue juga udah samperin dia ke rumahnya, tapi dia nggk mau ketemu sama gue. Gue masih kurang usaha yah Reyn ?". Sepertinya Rama terlihat sangat frustasi juga.
"Jangan berenti Ram, sampe lo di terima lagi. Dinda tuh sayang banget sama lo. Lo cuma butuh berjuang lebih dari dia aja. Dari kemaren lu sibuk banget sama ekskul lu, jadi jarang punya waktu buat dia, karena itu dia ngerasa jadi beban lu doang dan ngerasa dia doang yang berjuang". Rama hanya menatapku sebentar dan menundukkan pandangannya ke arah mangkok berisi bakso yang ada di hadapannya.
"Lo bisa kok, gue yakin. Apalagi lo juga sayang bangetkan sama Dinda. Kecuali .."
"Kecuali apa ?" Tanya Rama penasaran.
"Lu beneran nggk lagi selingkuh kan ?" Ucapku dengan mimik wajah yang menyelidiki.
"Yaa Allaaah, emang gue ada waktu buat selingkuh ? Waktu buat Dinda aja kurang apalagi buat selingkuh" Tegas Rama yang ku jawab dengan anggukan beberapa kali.
Aku tak tahu, mengapa sangat tidak menyukai perselingkuhan, padahal belum pernah ada kejadian nyata yang menimpa orang terdekat bahkan diriku soal itu. Mungkin karena aku membenci kebohongan dan penghianatan, sementara perselingkuhan menjadikan dua aspek buruk itu sebagai pondasi. Hingga tak ingin orang yang ku sayangi merasakan sakit dari tindakan kotor tersebut.
Beberapa artikel juga menceritakan. Jika seseorang pernah berselingkuh sekali saja, maka tak ada jaminan dia tidak akan berselingkuh lagi. Karena adanya potensi candu yang disebabkan oleh sensasi menantang dalam permainan kotor itu.
"Lu sendiri gimana ?" Tanya Rama yang memecahkan keheningan diantara kami.
"Gue ? Gue kenapa emang ?". Ucapku yang tak paham dengan pertanyaan Rama.
"Lu udah jadian sama Reza ?".
"Hmm, itu .."
Aku belum pernah bercerita kesiapapun soal patah hati pertamaku yang membuatku cukup trauma akan pernyataan cinta, bahkan ke Dinda. Aku belum memberitahunya. Karena itu sahabat-sahabatku hanya mengira kalau aku terlalu terobsesi dengan prestasi hingga melupakan hati. Nyatanya yang ku lakukan hanyalah menghindari sakit hati.
"Gue nggk tau harus gimana dan jawab apa". Ucapku dengan ragu.
"Tinggal di jawab iya ato nggk dong, sesuai perasaan lu aja. Lu sebenernya suka juga ama Reza atau nggk ?" Rama menatapku seakan meminta jawaban walau bukan dia yang menyatakan.
"Gue.. gue bingung sama perasaan gue sendiri. Gue belom pernah pacaran Ram, gue nggak yakin bisa menerima kurang lebihnya." Jawabku.
"Tinggal jalanin aja dulu gak sih. Nggk perlu serius banget kok, lu bukan pengen nikah saat ini Reyn, masih pacaran perkenalan doang." Ujar Rama.
"Jadi lu nggk punya niat buat nikah sama Dinda nantinya ? Lu pacaran cuman buat becanda doang karena nggk serius ?" Ucapan Rama semakin membuatku kebingungan dengan status pacaran itu sendiri.
"Yaa bukan gitu Reyn. Nikah tuh masih jauh, masih ada kuliah 4 tahun juga kan, kita baru kelas 2 SMA loh ini. Maksud gue lu cuman perlu jalanin aja, ikutin alurnya. Nikmatin susah senangnya bareng. Emang hubungan tuh nggk mungkin mulus mulu, kayak gue ma Dinda sekarang. Tinggal sikap kalian aja nantinya gimana dalam menyelesaikan masalah." Jawab Rama panjang lebar.
"Emang menurut lu Reza orangnya kayak gimana ?" Tanyaku penasaran.
"Ya gitu, baik kok. Tapi dia juga kayak lo, belum pernah pacaran sama sekali." Ucap Rama.
Aku hanya terdiam mendengar perkataan Rama, karena sebelumnya Reza sudah mengatakan hal itu padanya. Apa aku harus mencoba berpacaran kali ini ? Jika bisa sampai ke pernikahan bukan kah itu hal yang bagus ?. Tapi jika belum pernah pacaran kenapa sikapnya seperti seorang pemain ?. Batinku
Aku berpisah dengan Rama di meja kantin setelah selesai, sebab aku harus menemui Reza di perpustakaan. Sementara Rama, aku tak tahu langkahnya mengarah ke mana.
"Oh, udah dateng Reyn ?" Ucap Reza.
"Iya, lu udah dari tadi di sini ? nggk ke kantin dulu buat makan ?" Tanyaku sambil menarik kursi untuk duduk.
"Tadi udah ngemil kok". Kata Reza. Aku mengangguk seadanya, aku penasaran dengan tujuan utamanya ingin bertemu denganku.
"Kata Dinda lu suka banget nonton film yah, hari Rabu nanti tanggal merah loj, mau nonton bareng nggk ?" Ucap Reza.
"Lu ngajak gue ketemu buat ngomong ini doang ?". Reza mengangguk.
"Kan bisa ngechat gue aja. Kirain pengen bahas soal Dinda sama Rama biar nggk marahan lagi." Ucapku sedikit kecewa.
"Yaa sengaja biar bisa ketemu aja sih." Ucap Reza dengan senyuman penuh di wajahnya. Dia benar-benar melakukan semua hal yang diinginkannya. "Emang mereka berantem kenapa ?" Sambungnya.
"Hmm, panjang sih, emang Rama nggk cerita ? Kan lu temanan." Jawabku.
"Rama cuma bilang lagi nggk baik aja sama Dinda, tapi nggk ngobrol tuh masalahnya kenapa. Tapi yaah itu kan privasinya dia juga, nggk perlu gue korek sampe abis." Kata Reza.
"Gue nggk pengen nonton sama lu, kecuali lo bisa buat Dinda sama Rama balikan lagi."
"Yaaudah sih, ajak mereka nonton juga. Biar kita bisa double date. Hahah". Kata Reza percaya diri.
"Double date ? Kita kan nggk pacaran".
"Yaa nggk apa-apa, nanti juga jadian kok." Aku memutar bola mataku dengan malas, lalu berdiri dari kursi dan meninggalkan Reza sendiri di meja itu. Sebenarnya aku menyukainya, tapi aku terlalu penakut untuk membuka hati lagi. Sepertinya akan sulit.
—————————————— To be continue ——————————————
KAMU SEDANG MEMBACA
AL-FATH (half of Dust)
RomanceMenjadi seorang mahasiswi jurusan psikologi di universitas swasta khusus psikolog, membuatku harus menjadi perawat VIP dari salah satu korban pemerkosaan yang terjadi sewaktu dia bersekolah di SMP. Zaura, gadis sholehah nan pandai namun mengalami p...