PART 26

203 16 3
                                    

(Tolong votenya untuk memberi semangat pada penulis guyss 🤗)

Aku menelpon Dinda beberapa kali, tapi tak ada jawaban. Tentu saja, ternyata hp nya ada di dalam tasnya.

Kelas sudah mulai kosong, menyisakan diriku dan tas Dinda. Jadi ku coba untuk menelpon Rama, siapa tahu Dinda bersamanya. Kenapa tak ada yang mengangkat telpon ku sih ?

"Bagaimana ini ? Apa Dinda benar-benar menemui tukang rundung itu ?". Tanyaku pada diri sendiri. Aku berdiri meninggalkan bangku dan mejaku untuk mencari Dinda.

Tepat di depan pintu kelas. Seorang laki-laki masuk lalu menutup pintu dan menarik tanganku. Dia menarikku ke dalam peluknya.

"Jangan bergerak". Titahnya.

Reza ?. Batinku sambil menarik napas panjang.

"Kenapa menanggung sakit sendirian ?. Aku gak punya arti buat kamu yah ?". Tanyanya masih memelukku. Reza semakin mengeratkan pelukannya dan juga menenggelamkan kepalanya.

"Akkhhh, punggungku sakit." Ucapku karena eratnya pelukan itu.

Reza melonggarkan pelukannya lalu melepaskan perlahan. Mensesajarkan wajahnya dengan wajahku. Aku melihat matanya yang tampak berkaca, seakan berbicara tentang perasaannya yang kecewa, marah dan juga merasa bersalah. Apa tadi Reza menangis ?

Reza memegang daguku dan mendongakkannya. "Aku liat yah Bunny".

Hanya sebentar lalu Reza kembali berdiri tegap. Dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Tiba-tiba ...

Prraaannggg !!

Aku tersentak dengan apa yang Reza lakukan.

Reza menendang meja yang berada di sampingnya. Melihatku yang terkejut dengan aksinya, dia kembali memelukku pelan. "Sorryy bunny. Jangan takut hm ?."

"Aku cuma mikir gimana kalau papa kamu tau kalo kamu terluka begini. Aku, aku harus bilang apa sama papa kamu ?" Ucap Reza seraya menenggelamkan kepalanya lagi.

"Aku merasa gagal Reyn. Maaf, gak bisa jaga kamu dengan baik." Ujar Reza disela keheningan kelas. Tak lama dalam keheningan pintu dibuka oleh seseorang.

"Ekkhhmm".

Reza melepas pelukkannya dan kami menoleh bersama. "Sorry, gue cuman mau ngambil tas doang kok. Lanjutin aja". Kekeh Dinda.

"Kita bicarain ini di tempat lain Bunny."  Ucap Reza menarik tanganku pergi.

Kami menghabiskan waktu bersama di tepian danau sore ini, duduk secara lesahan memandangi air danau yang tenang. Reza sudah mendengar semua yang ku katakan pada Dinda, tapi dia tetap ingin mendengar semuanya dariku secara langsung.

"Jadi kamu dibully udah hampir 2 bulan ?". Ucap Reza kaget.

"Hmm". Mulut Reza menganga mendengar ucapanku, lalu dengan cepat dia menutupnya dengan tangannya.

"Bunny, hatiku sakit banget loh ini. Selama 2 bulan kamu pura-pura bahagia sama aku ?". Reza mengarahkan tangannya ke arah jantung menandakan hatinya sedang terluka.

"Aku seneng kok selama bareng kamu. Lagian selama 2 bulan itu juga gak setiap hari mereka melakukan bullying fisik gitu, baru 2x ini. Tapi kalo dinyir-nyirin dan terror pesan sih. Yaa hampir setiap hari emang." Jawabku.

Reza kembali menarikku ke pelukannya walau posisi kami sedang duduk berlesehan. "Jangan lakuin itu lagi. Bukan salah kamu, mereka yang salah mereka yang melakukan kejahatan. Hubungan kita tidak merugikan siapa-siapa kok. Jadi jangan bilang putus lagi ke aku dengan alasan orang-orang yang menyukaiku. Kamu tenang aja, biar aku yang urus cegil-cegil ku itu."

AL-FATH (half of Dust)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang