(Tolong votenya untuk memberi semangat pada penulis guyss 🤗)
4 hari yang lalu aku pergi lebih dulu ke tempat parkir menunggu Reza yang harus bertemu pelatih bola sebelum pulang. Berbicara soal terror dari nomor yang tak ku kenal itu ternyata bukan sekedar ancaman. Mereka merealisasikan apa yang mereka katakan.
Sewaktu menunggu, dua orang laki-laki berseragam yang sama denganku menggunakan helm menarikku menjauh dari tempat parkir. Tempat parkir sekolahku ada di basement gedung sekolah, jadi cukup sepi jika sudah banyak siswa yang pulang ke rumahnya.
Aku dibawa menuju belakang basement, tak lama 3 orang perempuan dengan masker datang memberikan uang pada anak laki-laki itu, membuat mereka pergi.
"Nyali lo gede juga yah, lu pikir semua text yang gue kirimin itu becanda ?". Ujar perempuan yang berada di tengah.
"Salah gue apa sih ? Kalian segininya cuman gara-gara gue jadi pacar Reza doang ?"
"Cuman kata lo ? Asal lo tau ! Lu gak pantes buat Reza. Gak pantes orang kayak dia sama orang biasa kayak lu." Mereka benar-benar seperti sedang berakting dan merasa paling benar dengan sudut pandangnya. Aku bahkan tidak menangkap maksud dari pemikiran mereka itu. Lagi pula siapa yang menentukan standar yang tepat untuk jadi pasangan Reza sebenarnya ? Apakah penggemarnya atau Reza sendiri ?.
Drama queen memanglah ada di kehidupan nyata yang bisa ditemukan di mana saja. Tidak mudah jika berurusan dengan manusia-manusia yang memiliki masalah kejiwaan seperti itu. Sebab sulit sekali menumbuhkan kesadaran pada penderita, karena mereka tidak merasa ada yang salah dengan dirinya.
"Terus kalian maunya gue putus sama Reza ? Ya udah tinggal suruh Reza buat putusin gue aja, kan dia yang pengen jadi pacar gue. Kenapa malah nyusahin gue sih ?"
"Wah ! Selain sok cantik lu songong juga yah." Katanya meremehkan. Kedua perempuan yang berada di sisi kanan kiri itu berjalan mendekat lalu mendorongku hingga punggungku menempel di tembok. Perempuan yang satunya lagi berjalan sambil mengeluarkan cutter dari saku bajunya.
"Akh." Dia menancapkan sisi tumpul cutter itu di bawah daguku.
"Lu yang minta putus atau kehidupan sekolah lu bakal lebih sulit lagi ? Dasar Murahan !". Katanya dengan menghempaskan wajahku ke arah kiri. Sementara cutter itu memberi corak goresan panjang di bawah dagu ku sebelah kanan.
Air mataku terjatuh karena merasa perih di bagian bawah dagu dan juga ada darah yang menetes ke bajuku. Jadi aku menutup lukanya sementara dengan punggung tangan dan pergi menuju UKS sekolah. Luka di bawah daguku cukup dalam karena tekanan yang diberikan perempuan itu cukup besar.
Dari tadi hp ku sudah berdering karena panggilan Reza.
"Bunny kamu di mana?". Tanya Reza khawatir saat aku menjawab telponnya.
"Aku.. aku udah di jalan pulang, udah mau sampe rumah. Maaf aku ada urusan tiba-tiba jadi gak ngabarin kamu dulu."
"Ahh Bunny kok gitu sih ? Yaudah aku ke rumah kamu kalo gitu."
"Loh ngapain ? Kamu pulang aja istirahat. Aku juga pengen istirahat, capek banget hari ini. Yah Honey, hmm ?"
"Halo ? Hon ?". Aku melihat layar handphone menunjukkan detik yang masih berjalan, tapi tak ada jawaban dari Reza.
"Hmm, aku pulang". Jawab Reza mematikan panggilannya tanpa menunggu jawabanku lagi terlebih dahulu.
Sepertinya dia marah, tapi bukankah itu jadi lebih mudah untuk menyudahi hubungan kami ?.
Di rumah aku lebih sering menunduk agar mama dan papa tidak melihat luka di wajahku. Aku juga menyibukkan diri tanpa mengabari Reza dan tidak meminta maaf atas kejadian kemarin. Sepertinya aku terlalu takut menghadapi penggemar Reza yang diluar nalar itu.
Ternyata orang jahat memang ada di dunia ini. Mereka berkelakuan seperti setan yang berwujud manusia.
Mata Dinda berkaca mendengar cerita yang ku simpan sendiri selama kurang lebih 2 bulan. Dia kembali memelukku, seakan tak percaya dengan apa yang menimpaku karena memang aku tak pernah mengeluhkan hubunganku dengan Reza kepada orang lain. Orang-orang hanya mengetahui bahwa kami bahagia. Tapi lebih tepatnya aku yang mulai tersiksa.
"Reyn lu gak liat papan namanya ?"
"Gue gak liat Din, gue fokus natap matanya. Tapi gue inget yang pegang cutter pakai anting bulan sabit warna putih."
"Tapi ya udah sih. Susah juga ketemu sama diakan. Orang kita di sekolah ini hampir seribu." Sambungku.
"Lu yang susah ketemunya karena gak tau dia siapa, tapi mereka tau lu Reyn. Mereka perlu dikasih peringatan, tindakan mereka tindakan kriminal. Mereka gak jauh-jauh dari orang yang patah hati karena ditolak Reza atau emang cegilnya Reza aja."
"Susah Din, gimana kalau mereka banyak terus makin jadi-jadi kelakuannya. Mending gue ngambil langkah simplenya aja. Mereka cuma mau gue putus dari Reza."
"Lu milih ngikutin mereka ? Reyn lu tuh terlalu plegmatis. Jangan berjuang sendiri, lu nggak ngomong ini ke Rezakan sebelumnya, tentang perlakuan fansnya ?".
"Lo perlu perlindungan Reyn, jangan nanggung ini sendirian. Gue ngerasa gak berguna banget jadi sahabat lo, atau lo emang gak pernah nganggep gue sebenarnya?" Sambung Dinda. Entah mengapa malah Dinda yang terasa sangat marah terhadap mereka.
"Jadi gue harus apa sekarang ?". Tanyaku nyaris putus asa.
"Lu ngomong soal ini ke Reza. Gue yakin, Reza pasti ngencangin proteksinya ke lo dan buat perhitungan sama perundung itu."
"Gue ... udah ketemu sama Reza tadi di perpus dan minta putus."
"Wooaaahhh. Lu special banget sih emang, cinta damai." Aku tak tahu apakah arti ucapan itu pujian atau penghinaan. Yang pasti aku membenci berhubungan dengan orang-orang yang menyusahkan seperti mereka.
"Trus Reza gimana? Mau mutusin lu ?". Aku menggeleng pelan.
"Ahh ... tau ah, gue udah mulai gak betah pacaran tau Din. Hidupnya ribet banget, gue harus akui kalau emang ada senengnya, tapi gue gak tau kalau bisa sampai sakit hati dan berbahaya kayak ini."
"Solusi gue yah Reyn lu tetep harus komunikasiin dulu sama Reza, lu ngerasa ribet karena nggak ngomong kesulitan lo yang begini."
"Entahlah Din, gue capek. Pengen HTS aja."
"Ha ? Hubungan Tanpa Status ?"
"Hubungan Tanpa STRESS". Jawabku penuh tekanan.
"Yaudah lu duduk aja yang manis, biar gue yang buat perhitungan sama mereka."
"Yaa ampun Din, mereka tuh gilaaa. Gue gak pengen lu sakit juga, gimana sih. Udahlah cukup gue aja yang rasain gimana rasanya di bully kayak gitu."
"Ahhh gak pokoknya. Awas aja tuh para cegil si*lan". Ujar Dinda kasar. Dinda kembali menarik tanganku untuk kembali ke kelas. Lalu pergi entah ke mana. Jangan sampai dia benar-benar mencari perempuan anting bulan sabit putih itu.
Karena Dinda pergi terlalu lama, jadi aku menyalin tugas yang sudah ku kerjakan ke buku tulisnya. Dan yang benar saja, bel pulang sudah berbunyi tapi Dinda belum kembali sampai sekarang.
Dinda gak diculikkan kayak aku ?
—————————————— To be continue ——————————————
KAMU SEDANG MEMBACA
AL-FATH (half of Dust)
RomanceMenjadi seorang mahasiswi jurusan psikologi di universitas swasta khusus psikolog, membuatku harus menjadi perawat VIP dari salah satu korban pemerkosaan yang terjadi sewaktu dia bersekolah di SMP. Zaura, gadis sholehah nan pandai namun mengalami p...