"Arghhhhh!!!"
Mark menjerit sekeras mungkin, kebetulan dia sedang sendirian di rumah. Haechan sedang pergi karena ada urusan begitu pula Johnny dan Saera mereka juga sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing.
Mark terus merutuki dirinya, dia benar benar sudah frustasi, dia sudah putus asa dengan semuanya. Mark memang setengah sadar, ya dia kehilangan akal dia meminum sisa obat-obatan yang masih dia punya. Namun obat obatan itu tidak berfungsi dengan baik, Mark tetap memikirkan semua masalahnya dan tetap tidak tenang.
"Mark!!"
Mark celingak celinguk saat dirinya merasa di panggil, meskipun dia memang setengah sadar tapi dia jelas jelas menyadari jika tadi ada seseorang yang memanggilnya.
Dan suara itu mirip dengan Jaemin.
"Mark!"
Kedua kalinya Mark kembali tersentak, mencoba mencari keberadaan pemilik suara itu. Namun nihil dia tidak menemukan siapapun disini.
"Jaemin?"
"Ya,"
"Gue gak salah denger kan, Na?"
"Jalan ke arah laci lemari Bang."
Seakan akan terhipnotis dengan ucapan dan perintahnya tadi, Mark berjalan menuju laci.
"Ambil tambang itu Mark!"
Lagi dan lagi Mark menurut atas perintahnya, dia mengambil tali tambang yang berada dalam laci tersebut.
"Naik ke atas kursi, iket tali itu."
Dengan tatapam yang kosong Mark menjalankan perintahnya, Mark mengambil sebuah Kursi lalu dia naik ke atasnya, menalikan tali pada tiang besi yang ada disana.
"Gua gak mau lo sedih terus nangisin gue Bang, gue gak tega liat lo depresi."
Mark terdiam, dia masih berada di atas kursi sambil memndang tali yang sudah ia ikat tadi dengan tatapan yang sangat kosong.
"Sekarang pegang talinya."
Kedua tangan Mark memegang tali itu secara perlahan.
"Masukin kepala lo ke dalem lingkaran tali itu dan nanti lo tendang kursinya Bang dan lepasin tangan lo biar gak megang tali lagi."
Untuk perintah kali ini Mark terdiam, dia tidak langsung menuruti permintaan Jaemin tadi.
"Kenapa diem? Ayo lakuin, katanya capek hidup kan?"
"Gue gak bisa, Na." Ucap Mark sambil terus memegang tali itu.
"Kenapa harus gak bisa? Lo pasti bisa bang. Ini jalan yang terbaik,"
Mark masih terdiam dengan tatapan kosongnya.
"Lo gak sayang gue?"
Tatapan Mark berubah menjadi sendu, dia tidak pernah memiliki perasaan itu kepada tujuh adiknya itu. Semuanya dia sayang, tidak ada yang pernah dia beda bedakan.
"Gak gitu maksudnya Na, gue sayang sama lo, Gue juga sayang sama Renjun. Semuanya sama,"
"Yaudah, lakuin hal tadi bang! Jaemin capek, Jaemin mau masuk ke raga Jaemin lagi! Jaemin baru bisa masuk kalau abang udah lakuin itu, Jisung gak berhasil ambil air suci itu dia jatuh ke jurang dan meninggal."
Mark tiba-tiba saja kembali teringat akan satu hal, ya hal itu adalah terkait Jisung. Jadi Jaemin tahu soal keberadaan Jisung yang sudah menghilang hampir tiga hari?
"Lo tau Jisung kemana?"
"Dia lagi pergi ke bukit buat cari air suci. Tapi itu sayangnya dia malah meninggal karena jatuh ke jurang dan kalau lo bisa lakuin hal tadi kenapa gue harus berharap ke Jisung yang udah bener-bener gagal, Bang? Gue udah capek."
Nyatanya suara yang sangat mirip dengam suara Jaemin itu hanyalah sebuah jebakan untuk mencelakakan Mark, dan bodohnya Mark tidak berpikir ke arah situ. Pikirannya menganggap jika itu adalah benar benar Jaemin sepenuhnya.
"Oke gue bakal lakuin semua hal ini demi lo, Jaemin."
Wujud ruh yang menyerupai Jaemin tiba-tiba muncul dan terlihat di hadapan Mark. Jaemin palsu iti tersenyum padanya, Mark hanya menatapnya dari atas kursi.
"Iya, pegang talinya masukin kepala lo dan tendang kursinya. Terakhir lepasin pegangan lo Bang!"
Perlahan Mark akan melakukan hal itu, dia sudah mulai memasukan kepalanya ke arah lingkaran tali gantung yang sudah dia buat.
"Ya tendang kursinya,"
BRUGH!!!
"MARK LO GILA!"
Aksi Mark yang nyaris bunuh diri tertahan begitu saja, karena Haechan tiba-tiba masuk mendobrak pintu kamarnya dengan teriakan yang sangat nyaring.
"TURUN! APA APAAN LO KAYAK GITU? BAGUS KAYAK GITU HAH? DASAR TOLOL KALAU AYAH SAMA MAMA TAU GIMANA? LO GAK MIKIR KE ARAH SITU HAH?"
Mulut toxic Haechan mulai berfungsi untuk menyadarkan Mark dari hal bodoh yang tadi akan dia lakukan.
"Gue lakuin ini semua demi Jaemin!"
Masih belum turun, Haechan secara paksa menarik Mark untuk turun dari atas kursi yang masih menjadi pijakannya itu.
"Turun! Gak ada Jaemin disini! Itu semua setan yang ngehasut lo! Jaemin mana mungkin bunuh lo tolol!"
Mark terhenyak saat Haechan terus membentaknya dengan sebutan tolol, lalu muncul Jeno dan Chenle dari luar kamar, mereka baru pulang dari rumah Yoona.
"Chan kenapa lo teriak teriak? Anjir itu tali gantung bekas apaan anjir!" Kaget Jeno dan Chenle secara bersamaan.
Haechan berhenti memelototi Mark, alih alih dia kini beralih menatap tajam pada Jeno dan Chenle.
"Ini juga sama, kalian kemana aja sih? Udah gue bilang jangan ada yang ditinggal sendirian di rumah, masih aja gak nurut! Udah tau ni orang lagi depresi malah di tinggal kalau gada gue, dia udah mati tadi!"
Jeno dan Chenle saling bertukar tatap, jadi ini yang dimaksud tante Yoona tadi? Begitu pikir mereka berdua.
"Tapi tadi beneran Jaemin yang nyuruh!"
Haechan menggelengkan kepalanya, dia baru menyadari jika kakaknya itu dalam keadaan pengaruh obat.
"Bukan, itu bukan Jaemin. Gue udah bilang jangan ngobat jangan ngobat! Udah sekarang lo istirahat gausah mikir aneh aneh!"
"Tapi bener bang suara yang gue denger itu Jaemin, dia bahkan muncul waktu gue mau lakuin itu dan dia tau juga soal keberadaan Jisung." Ucap Mark.
Haechan melirik ke arah Jeno dan Chenle.
"Dia bilang Jisung kemana?" Itu Chenle yang bertanya, dia hanya ingin memastikan apa ucapan Mark sdan Tante Yoona satu arah atau tidak.
"Jisung udah meninggal!"
"Kalau itu bener Jaemin, kenapa ucapan dia sama Tante Yoona beda?" Tutur Jeno dalam hatinya.
|Death Spells|

KAMU SEDANG MEMBACA
Death Spells | Park Jisung
Fanfiction"This soul will remain eternal, until the revenge is truly avenged."