21. Manja

1.7K 37 0
                                    

Bulan-bulan berlalu begitu cepat sejak Zeora dan Shaka mengetahui bahwa mereka sebentar lagi akan menjadi orangtua. Zeora semakin memasuki masa kehamilan yang indah, dan keluarganya sangat memanjakannya akan hal itu. Setiap keinginannya selalu dipenuhi, dan dia merasa sangat bahagia dengan dukungan dan kasih sayang yang diberikan oleh keluarganya.

Namun, beberapa hari lalu, Shaka menerima panggilan tugas dinas ke luar kota. Dia harus pergi selama kurang lebih seminggu untuk menjalankan misi penting. Kabar ini membuat Zeora sangat sedih dan cemas. Dia tidak ingin ditinggalkan sendirian, terlebih lagi saat dia sedang mengandung seperti ini. Rasa-rasanya hanya ingin menempel pada sang suami.

"Kamu beneran mau pergi?" Malam itu Zeora tidak seceria biasanya. Besok, Shaka sudah akan berangkat ke luar kota menjalankan tugasnya. Ia dibantu Zeora mengemasi beberapa pakaian untuk Shaka bepergian. Namun, Zeora tidak ikhlas untuk ditinggalkan.

Berkali-kali Shaka mendengar rengekan istrinya, pria itu hanya bisa sabar. Ia tahu Zeora ingin ikut kemanapun dia pergi. Tetapi Shaka khawatir jika hal buruk terjadi di jalan yang akan membahayakan Zeora maupun calon anaknya nanti.

"Ze, nggak usah khawatir ya. Aku janji bakal jaga diri kok. Lagian cuma seminggu." Shaka menggenggam sebelah tangan Zeora dengan lembut, menatap kedua matanya dalam-dalam, meyakinkan istrinya bahwa ia tak perlu cemas akan kepergiannya.

"Kamu bilang 'cuma'? Kamu nggak tahu sehari tanpa kamu udah serasa seminggu. Gimana seminggu? Kayak ditinggal berbulan-bulan." Zeora lagi-lagi merengek, sampai hidungnya sudah memerah dan menghirup ingus yang mulai mengucur.

"Lebay kamu mah. Bentar doang itu, kalau kamu nggak terlalu mikirin." Shaka mencoba santai, sambil menyeka air mata yang kini mulai membasahi pipi istrinya.

"Ayang, aku mau ikuttt!!" Tanpa Shaka duga, istrinya itu tiba-tiba meraung dan mengamuk. Tangisnya semakin pecah membuat Shaka terkejut. Tidak biasanya wanita ini bertingkah kekanakan.

Shaka mencoba menenangkan Zeora, di dekapnya Zeora dalam pekukannya sambil mengelus rambut panjangnya yang terurai bebas.

"Bukannya aku nggak mau, aku takut kalau kamu kenapa-napa di jalan gimana? Emangnya kamu siap kalau misalnya kita nggak jadi ketemu anak kita?"

"Nggak mau." Zeora menggeleng kuat dalam pelukan Shaka. Dia juga tidak akan mau membahayakan anak yang dikandungnya.

"Yaudah, ditinggal bentar ya, nggak lama kok." Shaka menunduk sejenak melihat wajah sembab istrinya, kemudian mendaratkan satu kecupan hangat di dahinya.

"Janji ya nggak lebih dari seminggu, pokoknya harus balik dengan selamat." Zeora kini memeluk pinggang Shaka erat, seolah tidak mau melepaskannya. Satu lagi yang ia khawatirkan jika Shaka pergi tanpa dirinya, takut jika cewek-cewek cantik diluar sana melirik suaminya. Zeora berharap itu tidak akan terjadi.

"Iya, sayang pasti. Mau dibawain apa?"

"Nggak mau apa-apa selain kamu."

Shaka lantas tersenyum gemas. Semakin memeluk erat tubuh Zeora. "Jadi nggak pengen berangkat."


****


Esok hari itu akhirnya tiba, Shaka sudah berangkat pagi-pagi bersama rombongan beberapa dosen yang juga ikut pergi bersamanya. Melihat kepergian Shaka, Zeora kembali menangis di kamar tidurnya, merasa takut dan khawatir tentang apa yang akan terjadi selama Shaka pergi. Dia merasa kehilangan dan tidak tahu bagaimana menghadapi situasi ini sendirian. Keluarganya yang kini hadir menemaninya di rumah mencoba menenangkannya, memberikan dukungan dan meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tetapi Zeora tetap merasa sedih.

Sebelum Shaka berangkat, dia selalu mencoba menahan air mata dan memberikan senyuman termanisnya. Shaka menggenggam tangan Zeora erat-erat dan berjanji bahwa dia akan selalu ada di sampingnya, meskipun secara fisik mereka terpisah.

Lecturer secret wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang