12. Sebuah pengakuan

1.6K 59 1
                                    

Meskipun Shaka emang dikenal nyebelin dimata Zeora, nggak menutup kemungkinan kalau laki-laki itu perhatian sama dia. Saking perhatian dan ketulusannya menjaga Zeora, gadis itu diam-diam udah mulai buka hati buat Shaka. Setiap berada di sampingnya, Zeora merasakan getaran aneh di dadanya. Padahal tidur sekamar itu udah biasa, tapi sekarang ini ada perbedaannya. Setiap mau tidur wajib dulu buat jantungnya itu senam, mau loncat ke bawah kalau Shaka deket-deket. Lebay memang, tapi begitu lah keadaan jika Zeora sedang jatuh cinta.

Seperti yang dia rasakan malam ini, mau mejam aja susah, matanya masih setia melek meski jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Iya, baru jam segitu. Biasanya kalau masih sendiri tidurnya dari jam 11 keatas. Semenjak tinggal bareng Shaka, Zeora lebih cepat tidur karena nggak mau ngobrol sama Shaka atau cuma diem-dieman.

Shaka baru saja masuk ke kamar setelah menyelesaikan pekerjaannya di ruang tengah sendirian. Keningnya berkerut melihat Zeora masih setia bermain ponsel sambil tiduran. Nggak biasanya Shaka lihat dia masih setia melek.

“Kamu belum tidur?” tanya laki-laki itu duduk bersandar pada punggung ranjang di samping Zeora, kemudian membaca sebuah buku sastra sebelum tidur. Kebiasaan yang selalu Shaka lakukan.

Zeora beralih sejenak dari ponselnya, kemudian melirik Shaka dari ujung matanya. “Belum ngantuk.”

“Tidur gih, besok bukannya kuliah pagi?”

“Bentar lagi, ya.”

“5 menit aja, habis itu tidur.”

“Iya.” Zeora hanya menjawab singkat, malas berdebat panjang malam begini. Lalu ia melanjutkan kembali bermain ponsel melihat-lihat postingan orang di instagram.

“Oh ya, tugas kamu udah selesai semua?” Shaka bertanya.

Akibat pertanyaan memuakkan itu, Zeora diam-diam berdecak. Obrolan sama Shaka selalu nggak jauh-jauh dari yang namanya tugas.

“Kenapa sih Bapak nanyain tugas mulu sama saya? Udah malem juga,” sewotnya. Zeora bosan ditanyain tugas melulu, kayak nggak ada topik lain aja. Tapi kenyataannya memang begitu, Shaka nggak tahu mau ngobrol soal apa sama Zeora karena dikit-dikit canggung.

“Bentar lagi kamu mau nyusun skripsi, mau sibuknya sama tugas-tugas terus?” balas Shaka. Dia bertanya begitu karena dia peduli sama masa depan Zeora. Gadis itu kadang-kadang pemalas, jadi dia butuh seseorang yang harus selalu mengingatkannya. Shaka nggak mau kalau Zeora jadi mahasiswa abadi.

Zeora menghela napas pasrah. Ada benarnya juga yang dia katakan. Lagipula Shaka bertanya baik-baik. “Bapak tenang aja, tinggal saya kasih ke Bapak kok tugasnya.” Shaka ngangguk-ngagguk paham. Dia bisa lega sedikit karena Zeora sudah mau berusaha.

Hening.

Mereka melanjutkan kembali aktivitas masing-masing.

“Pak...” Zeora kembali mengalihkan perhatiannya dari ponselnya.

“Kenapa?”

“Laper,” adunya dengan wajah memelas. “Cari makan keluar yuk.”

“Udah malem, Ze. Besok aja.”

“Orang lapernya sekarang, ya nggak bisa ditunda lah.” Aneh nih suaminya, Kalau besok mah urusan besok. Sekarang Zeora juga lapar, tadi cuma makan nasi sedikit karena udah nggak bersela.

“Saya mau cari ketoprak.”

Shaka menghela napas sejenak, laki-laki itu pasrah dan akhirnya mengabulkan keinginan istrinya.

“Yaudah, siap-siap sana.”


***

Shaka menjalankan kuda besinya sepajang jalan, mencari-cari tukang ketoprak di pinggir jalan, udah sepuluh menit muter-muter jalan belum nemu juga.

Lecturer secret wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang