18. Rasa penyesalan

1.5K 40 2
                                    

Hujan udah mengguyur jalanan ibu kota, sungguh pagi yang kurang baik untuk beraktivitas. Cuaca dingin kayak gini enaknya rebahan doang di rumah. Tapi nggak buat Nayra hari ini, pukul 8 pagi dia udah harus tiba di kampus, soalnya hari ini dia ada bimbingan skripsi.

Ngomong-ngomong soal skripsi, diantar dia dan teman-temannya, cuma Nayra, Zeora sama Viola yang baru di acc. Yang lain masih harus berjuang. Mereka bertiga bisa dibilang beruntung karena yang satu pakai jalur ordal, yang dua nyontek sama skripsi beberapa tahun lalu yang mereka dapetin dari kakak senior yang terdahulu.

Bagi Nayra sendiri, dia merasa ini adalah hari tersial. Udahlah tadi harus bangun pagi, nggak sempet sarapan karena buru-buru, mobil yang biasanya dia pakai dibawa sama mamanya ke kantor. Ya, mau nggak mau, biar nggak telat Nayra terpaksa naik motor. Penderitaan Nayra nggak cuma sampai disana, baru setengah jalan motornya tiba-tiba mati. Udah berkali-kali di gas tetep nggak hidup.

“Ah, sial banget sih. Nggak tahu orang mau buru-buru apa.” Cewek itu marah-marah di tengah jalan, pengen banget dia tendang tuh motor. Maklum lah, motornya udah lama nggak kepake, pasti olinya udah kering itu. Setengah rambut Nayra jadi basah kena guyuran hujan. Dia pakai mantel sih, tapi tetep aja nggak terlalu berpengaruh.

Nayra melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Masih ada waktu tersisa 40 menit lagi buat bimbingan. Tapi cewek bertubuh pendek itu bingung mau ngapain, nyari kendaraan umum kayaknya dari tadi nggak ada yang lewat.

“Gimana ini sama nasib gue.”

Sambil cewek itu mikir keras, dan celingak-celinguk berharap ada angkutan umum, tiba-tiba sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di samping Nayra. Gadis itu refleks mengerutkan kening. Dia perhatiin baik-baik mobil itu sampai seseorang di bangku belakang keluar dari mobil tersebut menggunakan payung yang cukup besar.

Nayra langsung mengubah ekspresinya, kedua bola matanya membola sempurna ketika seorang lelaki berkacamata, hidung mancung yang terlihat culun berdiri di hadapan Nayra sambil berbagi payung dengan gadis itu.

“R-Rean?” Entah kenapa Nayra langsung kikuk dibuatnya, buat gerak aja rasanya susah. Bukan karena Nayra terpesona, dia melihat Rean tampak berbeda dari sebelumnya, mana jarak mereka terlalu berdekatan. Penampilannya sih tetap culun, tapi rambut depan Rean yang biasanya bentuk poni sekarang berdiri tegak. Nayra nggak munafik, kalau Rean hari ini sedikit tampan, dan bau badannya mengeluarkan aroma menenangkan. Siapa aja cewek yang ada di sekitar Rean, pasti rasanya nggak mau jauh-jauh.

“Bareng aku aja yuk.” Merasa kalau Nayra lagi kesusahan, Rean langsung peka buat tawarin tumpangan buat cewek yang baru dia kenal beberapa waktu lalu.

Nayra langsung mundur selangkah, dia gelagapan. “Eee...hmm...nggak makasih,” tolaknya sok jual mahal.

“Tapi hari ini cuacanya nggak bagus lho, nanti kalau kamu telat ke kampus gimana?”

Nayra mengerutkan keningnya kembali. Kok dia bisa tahu ya hari ini Nayra mau buru-buru ke kampus? Dia cenayang? Atau dari tadi ngikutin Nayra? Tapi buat apa juga Rean ngelakuin hal itu.

“Gu-gue...”

“Nayra, ayo masuk, bareng kita aja.”

Refleks kepala Nayra menoleh ke dalam mobil, seorang wanita paruh baya yang duduk di samping supir tersenyum ramah kearahnya. Gadis itu semakin dibuat bingung, kenapa wanita itu tahu namanya? Perasaan mereka nggak pernah ketemuan.

“itu Mama aku,” jelas Rean seakan bisa membaca pikiran Nayra.

“Hmm?” Kedua bola mata Nayra mengerjab beberapa kali. Otak gadis itu tiba-tiba ngeblank, dia nggak bisa berpikir disitu. Hanya satu yang Nayra pikir saat ini, mama Rean kenal dirinya?

Lecturer secret wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang