22. Kabar buruk

1.2K 37 0
                                    

Waktu berlalu, dan akhirnya tiba saatnya bagi Shaka untuk kembali. Ya, hari ini Shaka mengabarkan jika dia akan berangkat lagi ke Bandung pagi ini. Zeora merasa lega dan gembira mendengar Shaka akan kembali ke pelukannya. Tentu saja Zeora akan menunggu kedatangan suaminya itu dengan suka cita di rumah.

Seperti rencananya kemarin, ia akan masak banyak di rumah, tentu saja dengan bantuan ibunya agar Zeora tidak membuat kesalahan saat di dapur. Mereka akan membuat beberapa menu kesukaan Shaka dan beberapa cemilan untuk menyambut kedatangan suami Zeora.

Zia sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya. Raut wajah bahagianya tidak bisa disembunyikan, sejak menerima pesan jika Shaka akan pulang ia selalu tersenyum merekah dan menularkannya pada orang-orang disekitarnya. Seakan dia ini sudah ditinggal berbulan-bulan sama suaminya dan ingin menyambutnya dengan meriah. Sampai Zia diminta untuk memasak makanan paling enak untuk Shaka.

"Ze, ini udah siap semua. Ada yang kurang nggak?" Sekitar pukul 10 pagi, semua makanan akhirnya selesai. Termasuk cemilan ringan yang dibuat langsung oleh Zia. Zeora tidak banyak membantu dalam memasak, hanya membantu mengambilkan bahan yang diperlukan dan menghias makanan ke dalam piring.

Zeora melihat semua makanan yang tersaji di atas meja, ada rendang, capcai, ayam goreng, kentang crispy, kerupuk, dan beberapa jenis makanan lainnya. Semuanya tak luput dari pandangan Zeora, menghitung semua makanan yang sudah ia rencanakan untuk dimasak.

"Udah semua, Mi. Thanks ya, Mi udah bantuin aku masak." Zeora memeluk sang ibu dan memberikan satu kecupan di dahi wanita paruh baya tersebut.

Zia tersenyum hangat. "Buat menantu Mami apa sih yang enggak."

"Pemirsa, satu kabar duka datang dari kota Tanggerang. Terjadi pagi ini tabrakan beruntun di dekat jembatan antara bus yang mengangkut sejumlah dosen dengan mobil sedan berwarna hitam yang melaju dari arah berlawanan, kemudian disusul oleh beberapa pengendara bermotor yang tak sengaja bersenggolan dengan mobil tersebut. Hal itu menyebabkan 2 orang meninggal ditempat dan selebihnya luka parah dan dilarikan ke rumah sakit."

Saat sibuk-sibuknya di dapur, Zeora dan Zia mendengar sebuah berita dari ruang tengah saat ayahnya menonton televisi. Hal itu membuat wajah sumringah Zeora berubah datar, bibirnya mulai pucat pasi, dan jantungnya berdegup tak karuan.

Mendengar kota yang disebutkan, dan rombongan para dosen di dalam bus membuat Zeora teringat pada Shaka. Suaminya itu memang menghadiri acara di kota tersebut. Saat itu pikiran Zeora berkecamuk. Dia mulai panik, apa yang dia takuti, takutnya benar-benar terjadi meski Zeora belum tahu kebenarannya.

"Mi, A' Shaka..." Lidah Zeora terasa kelu, dadanya mulai sesak. Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya, berusaha meyakinkan dirinya jika Shaka baik-baik saja.

Zia juga merasa cemas jika terjadi hal-hal buruk pada menantunya. Namun, ia berusaha tetap tenang agar Zeora tidak stress memikirkannya. Wanita itu dengan hati-hati membantu Zeora duduk di bangku. Mencoba menenangkan anaknya.

"Shaka pasti baik-baik aja. Shaka nggak akan kenapa-napa." Zia dengan suara bergetar berusaha tegar.

Meski Zia berusaha berkata demikian, ucapan penenang itu tidak terlalu berpengaruh pada Zeora. Ia tampak makin gelisah dan dadanya semakin sesak. Suaminya, mungkin saja mengalami kecelakaan saat di jalan. Zeora takut, benar-benar takut jika kehilangan Shaka saat ini.

"Mi, bukannya Shaka pergi ke Tanggerang ya?" Tiba-tiba Deren datang menghampiri anak dan istrinya, pria itu langsung membekap mulutnya saat tampak dengan mata kepalanya, Zeora sudah berlinang air mata dan nafasnya tersengal-sengal. Kemudian menatap Zia, istrinya itu menyuruhnya untuk tetap diam dan tidak memperkeruh suasana.

"A' Shaka...aku harus telfon." Zeora lantas bangkit dari kursinya, mencari-cari ponselnya dalam keadaan kacau balau. Setelah menemukan ponselnya, Zeora langsung mencari kontak Shaka dengan tangan bergetar.

Berkali-kali Zeora mencoba menelfon nomor Shaka, pria itu tidak menjawab panggilannya. Hal itu berhasil membuat Zeora ketar-ketir, badannya panas dingin, dan air matanya semakin berlinang. Zeora sungguh takut.

"A' Shaka nggak akan ninggalin aku kan, Mi? A' Shaka bakal baik-baik aja kan?" ucap Zeora dengan isakan yang semakin menyayat hati Zia.

Zia yang ikut menangis lantas meengangguk-angguk. "Shaka pasti bakal baik-baik aja."

Tak lama kemudian, Zeora, Zia dan Deren dikejutkan dengan ketukan pintu dari luar rumah. Deren yang pada saat itu masih berusaha tegar, akhirnya berdiri membukakan pintu.

Betapa terkejutnya dia saat melihat seorang pria berdiri di depannya dalam keadaan baik-baik saja. Dan itu membuat pria di depan pintu mengerutkan keningnya bingung.

"Shaka?"

Mendengar ucapan sang ayah, Zeora lantas menegakkan kepalanya. Tanpa banyak berpikir, wanita hamil itu segera berlari ke arah pintu masuk dalam keadaan berantakan. Disana ia langsung bernapas lega sekaligus seluruh tulang ditubuhnya terasa lemas dan tangisannya kembali pecah.

Melihat keadaan istrinya yang tidak baik-baik saja, Shaka segera berjongkok di lantai saat Zeora terduduk lemas disana. Ia bingung dengan keadaan keluarganya sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Ze, kamu kenapa?" Shaka mencoba bertanya dengan lembut.

Zeora belum menjawab pertanyaan tersebut, ia mencoba untuk meredakan tangisnya sejenak, kemudian menghela napas berkali-kali. "Ada berita kalau bus yang mengangkut para dosen pulang dari Tanggerang kecelakaan, aku pikir itu bus yang kamu tumpangi," jelas Zeora masih dengan isakan tangisnya.

Disana dahi Shaka kembali berkerut bingung. "Kecelakaan?"

"Beritanya belum lama ini, Nak. Kami pikir kamu juga ada disana makanya Zeora syok kalau kamu kenapa-napa. Bahkan kamu juga nggak angkat telfon." Deren mencoba menjelaskan lagi pada Shaka.

Pria itu langsung terdiam, melihat keadaan istrinya membuatnya tidak tega dan merasa bersalah. Apalagi saat ini istrinya hamil muda. Jika terjadi sesuatu padanya, maka Shaka akan menyalahkan dirinya sendiri.

"Tadi Shaka sama rombongan berangkat subuh, ngabarin Zeoranya pagi, dan tiba-tiba handphone Shaka mati. Soal kecelakaan itu, kami semua belum tahu. Mungkin itu rombongan dosen dari Universitas lain," jelas Shaka pada kedua orang tua Zeora. Sedangkan mereka hanya menganggukkan kepala seolah mengerti dan juga tidak ingin menyalahkan Shaka.

"Maafin aku ya, tadi hp aku mati, makanya nggak bisa ngabarin kamu." Shaka menopang wajah sembab Zeora, lalu mengusap air matanya yang tak kunjung mereda.

"A' aku takut," lirih Zeora.

"Aku udah janji sama kamu kalau aku bakal jaga diri. Aku janji bakal baik-baik aja sampai di rumah, dan kamu nggak perlu khawatir, sekarang aku ada disini dan menepati janji itu." Setidaknya kata-kata itu mampu membuat Zeora merasa lebih tenang. Tidak ada yang perlu dia takuti, sekarang Shaka bersamanya.

"Jangan pergi lagi, ya. Aku nggak mau kamu kenapa-napa." Zeora segera memeluk erat tubuh Shaka hingga membuat pria itu terduduk di lantai.

Shaka hanya tersenyum, ia mengusap lembut punggung sang istri dan sesekali membelai rambutnya.

"Shaka, kamu temenin Zeora nenangin diri dulu ya, habis itu kita makan siang bareng-bareng," kata Zia membantu membawakan tas Shaka masuk ke dalam rumah.

Shaka mengangguk mengiyakan kemudian memapah Zeora ke kamar. Istrinya itu pasti kelelahan sekarang mendengar berita itu. Shaka juga mengakui kesalahannya, semalam lupa mengisi daya batrai ponsel hingga tak bisa mengabari Zeora akan keberadaannya.

Lecturer secret wifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang