🍁
"Aku pulang!" Kau berseru sambil membuka pintu dan melangkah masuk kedalam rumah. Kau kemudian menutup pintu dengan pelan dan melihat sebuket bunga indah di tanganmu. Diperjalanan pulang tadi, kau sengaja mampir ke toko bunga langgananmu sebentar untuk membeli bunga mawar merah muda kesukaan istri terkasihmu sebagai hadiah, seperti hari-hari biasa. Kau mencium harum semerbak bunganya dan tersenyum. Dia pasti akan sangat menyukainya.
Kau melihat kedalam dan merengut karena suasana rumah terasa sangat sunyi, sangat berbeda walau lampu menyala dengan terang. Cukup menakutkan seperti rumah lama yang tidak berpenghuni. Dimana dia? Apa dia tidak mendengar seruanmu? Dia bahkan tidak menyambut kepulanganmu ini. Kau kemudian ingat kalau malam ini kalian akan mengadakan makan malam bersama kedua orang tuamu. Oh, dia pasti sedang sibuk di dapur sekarang. Dan itulah kenapa di garasi depan rumah terparkir mobil sedan milik ayahmu. Mereka pasti sudah datang sejak tadi sore. Kau yang sibuk mengurus pekerjaan kantor sampai tidak sempat menelpon ke rumah dan hampir lupa dengan acara makan malam hari ini.
"Baby?" Kau terus melangkah masuk kedalam rumah sambil memanggilnya dengan sayang. Dan akhirnya kau dapat tersenyum lega, di sana istrimu, Irene dan kedua orang tuamu sedang duduk diruang keluarga. Apa mereka tidak mendengarmu sejak tadi? Kau menghampiri mereka. "Di sini kalian rupanya?"
Kau membungkuk dan ingin mencium pipi istrimu yang seharian ini kau rindu tapi dia dengan cepat menghindar dan hal itu membuatmu kaget dan sedikit bingung. Ada apa? Apa dia malu karena di sini ada orang tuamu, tapi hal itu sudah biasa menurutmu. Kau melirik ke seberang meja, tampak ayah dan ibumu duduk diam dengan wajah yang tidak bisa kau baca. Mereka juga bersikap sama, mungkin? Tapi kau tetap tersenyum santai, tidak tau setegang apa suasana yang sebenarnya.
"Oh, aku lupa..." Kau duduk disamping istrimu. Dia terus menunduk sambil memainkan jari-jarinya, gelisah, terlihat tidak nyaman tapi kau tidak sadar akan itu. Tidak tau apa-apa, kau memberikan apa yang kau bawa kepadanya. "Ini kesukaanmu—"
Dan dia tiba-tiba berdiri, menepismu, membuat bunga yang masih di tanganmu itu terjatuh di dinginnya lantai. Apa yang dilakukannya berhasil mengagetkanmu untuk yang kedua kalinya. Kau melihat bunga malang yang kau beli itu sejenak sebelum berdiri untuk melihatnya. Kau menatap kaget saat matanya yang sudah merah nanar balas menatapmu dengan tajam. Dia menggigiti bibir bawahnya dan nafasnya memburu seperti menahan sesuatu, tubuhnya tegang. Kau mulai merasa aneh karenanya. Apa dia sakit?
"Kau tidak apa-ap—" Kau ingin menangkup wajahnya tapi sekali lagi dia menepismu. Dia tidak pernah menolak sentuhanmu sebelumnya. Kau membuka mulut untuk bicara tapi bersamaan dengan itu dia pergi dari hadapanmu. Dia tidak tahan lagi dengan perasaan yang mengganggunya dan berlari cepat kelantai atas, ke kamar kalian bersama air matanya yang jatuh dengan deras. Tidak tau apa yang terjadi dan harus bagaimana, kau kemudian melihat ibumu dengan penasaran. "Apa yang terjadi, Ma?" Kau bertanya dan merasa khawatir. Dia baik-baik saja saat kau tinggal pergi ke kantor pagi tadi, kau yakin itu. Dia bahkan memintamu untuk cepat pulang dengan sikap manjanya.
"Sean—"
"Apa yang terjadi kau bilang?!" Kau dan ibumu tersentak mendengar suara tinggi ayahmu. Menggema ke sudut ruang. Beliau bangkit dari sofa dengan bertolak pinggang. Wajahnya merah padam. Kau tidak pernah melihatnya semarah ini di seumur hidupmu, bahkan saat proyek perusahaan yang kau kerjakan gagal sekalipun. Dan itu semakin membuatmu bingung dan takut. Jika beliau marah, tidak ada siapapun yang bisa melawannya bahkan ibumu sendiri. Ibumu terdiam ditempat duduknya tapi kau bisa melihat kekhawatiran dimatanya. Dan kemudian tanpa kau sadari beberapa lembar kertas sudah melayang kasar menampar wajahmu dan berhamburan kelantai. "Itu yang terjadi!" Kau tau ayahmu sangat marah tapi kau tidak tau alasan dibaliknya. Apakah berhubungan dengan alasan dibalik sikap istrimu yang tidak biasa ini?
"Apa—" Kau mengerjap semakin bingung namun kau perlahan membungkuk, mengambil lembar demi lembar dan terkejut saat melihatnya. Matamu membesar. Nafasmu tersangkut. Dan jantungmu berdetak cepat seakan bisa keluar dari rusukmu kapan saja. Tidak mungkin. "Bagaimana- ini-aku—si-siapa yang..." lidahmu kelu. Tanganmu bergetar gugup memegang foto-foto tersebut sedangkan matamu tidak lepas menatapnya. Kau dan seorang wanita tertangkap mata kamera dengan jelas. Bermesraan ditempat dan waktu yang berbeda. Ditepi jalan, didalam mobil, di restoran romantis, dilobi hotel. Berpegangan tangan, berciuman, tertawa, berpelukan. Dan matamu memanas ketika melihat foto terakhir, foto yang tidak pantas untuk dilihat oleh siapapun.
"Demi Tuhan Sean, kau—"
"Irene..."
.
.
Bersambung
Silahkan tinggalkan jejak ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Hello [ semi hiatus ]
Romance"Aku pikir dia bisa merawatmu lebih baik daripada aku." katanya kemudian. Beberapa hari yang lalu, Joy bercerita kepadanya tentang pertemuan singkat kalian. Katanya kau terlihat sangat kacau, seperti pengangguran yang putus asa mencari pekerjaan. Te...