-
Irene tidak dapat lagi menahan air matanya saat melihat kasih sayang yang ditunjukkan Sean kepada putrinya. Mendengar Sean memanggil putrinya lembut dengan sebutan baby, sayang, memanggil namanya Irene, lafal dengan suara khas yang tidak berubah itu. Kenapa ia merasa tidak suka? Ia juga tidak mengerti kenapa ia bisa menangis lagi sekarang? Irene baik-baik saja. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri tapi kenyataan tetap saja membuatnya tidak bisa memenuhi janji itu. Ia merasa sangat bodoh. Apa dia masih cemburu?
Irene memilih untuk pergi dari taman itu secepat mungkin tanpa pikir panjang. Ia yang sesak menghela nafas panjang berkali-kali mencoba tenang. Dibalik dinding sekarang, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengintip Sean dan putri kecilnya sekali lagi. Mereka berdua masih di sana, sekarang terlihat mencari dirinya. Benarkah? Banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya. Apakah Irene kecil adalah putri Sean bersama wanita itu? Mereka masih bersama sampai sekarang? Apakah mereka sebahagia itu?
Tapi kemudian seorang wanita yang terlihat cemas datang dengan berlari kearah keduanya yang membuat Irene kembali bertanya-tanya dengan penasaran. Dari kejauhan, Sean dan wanita itu terlihat seperti pasangan. Lalu siapa Mama-nya yang sakit? Sean kemudian membiarkan wanita itu untuk menggendong Irene kecil masuk kedalam rumah sakit karena cuaca semakin dingin dan mendung tiba-tiba, seperti perasaan mereka. Irene masih memperhatikan Sean yang juga terlihat masih mencarinya sebelum ia menyerah dan menyusul keluarganya didalam. Kenapa Sean masih mencarinya?
Irene menyandar di dinding, menutup matanya dengan kuat dan menggeleng cepat. Ia tersenyum seperti orang gila lalu menghapus sisa air matanya. Bodoh sekali. Ia tidak peduli. Kenapa? Untuk apa Irene peduli?
-
Irene kembali ke hotelnya setelah itu. Ia bahkan lupa dan tidak peduli lagi dengan janjinya kepada Gabi. Gabi yang khawatir tidak berhenti mencoba untuk menghubunginya, menanyakan dimana keberadaannya, apa semuanya baik-baik saja. Irene tidak bisa menjawab panggilan itu sekarang. Sejujurnya, ia tidak mau. Ini memalukan. Ia hanya membalas pesan Gabi sesingkat mungkin.
Menangis lagi seperti anak kecil saat melihat Sean bersama keluarga barunya, Irene membutuhkannya tapi ia meninggalkan obat itu dirumah. Ia pikir dirinya akan baik-baik saja disini. Ia tidak menduga semua ini akan terjadi dengan cepat, pertemuan mereka. Irene membasuh muka dengan air dingin beberapa kali lalu melihat pantulan wajahnya di cermin kamar mandi. Matanya merah sembab, sedunya tidak mau berhenti. Ia terlihat kacau sementara tangan dan kakinya juga gemetar. Bayangan di taman belakang rumah sakit tadi kembali mengusik benaknya. Dan sekali lagi, Irene terduduk dilantai dan melepas tangisannya. Dadanya sesak. Luka itu terasa seperti masih baru. Rasa sakitnya tidak terperi.
Ddrrttd drtttdrt
"Hallo, Kakak, apa kau sudah bangun tidur? Maaf mengganggumu, aku hanya ingin memastikan kalau kau sudah sampai dengan selamat." ia tertawa kecil. "Bagaimana penerbanganmu? Apa kau sudah bertemu Kak Gabi?"
"Joy..." Irene tidak bisa menyembunyikan apapun dari adiknya. Ia menggigit kuat bibir bawahnya hanya untuk berhenti menangis. Luka yang kembali terbuka tanpa peringatan itu. Irene tau ia tidak seharusnya bertingkah berlebihan seperti ini yang akan membuatnya stres dan adiknya panik. Itu semua masa lalu tapi lagi-lagi nyatanya ia tidak sekuat itu untuk melewatinya. "Ini- sangat- menyakitkan." Irene meremas dadanya. Ia membutuhkan udara.
"Oh Kakak, ada apa? Apa- apa kau menangis?" benar, Joy Quinn yang sedang berada di benua lain itu mulai panik. Senyumnya hilang saat mendengar tangis sedu yang tidak asing di telinganya itu. Tangis yang sudah cukup dan tidak ingin ia dengar lagi keluar dari mulut kakaknya, selamanya. Tangis yang juga membuatnya ikut menangis. Hati Joy terlalu lemah dan sedih jika harus melewati masa-masa sulit mereka itu lagi. Mereka sudah bahagia sekarang. "Kakak, ada apa? Semuanya baik-baik saja 'kan? Kau dimana? Apa kau bersama Kak Gabi sekarang? Kak Irene! Jawab—"
"Joy..." Irene mencoba untuk bicara dengan mengatur nafasnya beberapa saat. Matanya terpejam rapat mencoba membuang semua bayangan menyakitkan itu. Dan Joy yang selalu setia mendengarkannya menjadi gugup tapi ia tidak akan memaksa. "Aku- aku bertemu dengan..." gumamnya lirih. "Dia."
Tidak perlu lagi bercerita panjang lebar, Joy tau pasti alasan dibalik tangisan kakaknya sekarang. Ia tidak pernah salah.
.
.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Hello [ semi hiatus ]
Romance"Aku pikir dia bisa merawatmu lebih baik daripada aku." katanya kemudian. Beberapa hari yang lalu, Joy bercerita kepadanya tentang pertemuan singkat kalian. Katanya kau terlihat sangat kacau, seperti pengangguran yang putus asa mencari pekerjaan. Te...