🍁
Acara pertunangan Gabi Madison dan Simon Choi berjalan dengan lancar dan meriah pagi tadi. Kedua kekasih yang sedang dimabuk cinta itu tampak serasi dan sangat bahagia begitupun orang tua mereka. Yang pasti, Irene yang menjadi salah satu tamu penting untuk keluarga Madison itu pun mendoakan yang terbaik untuk keduanya. Walau baru bertemu langsung sekali beberapa hari yang lalu, Simon Choi adalah pria lucu dan baik hati. Irene yakin Simon Choi adalah pria yang pantas untuk sahabatnya.
Sore ini Irene memilih untuk menghibur dirinya sendiri dengan berjalan-jalan. Sayang ia tidak bisa mengajak Gabi yang bisa dipastikan masih lelah setelah acara besar kemarin. Irene tidak ingin mengganggunya. Setelah dari taman kota menikmati pemandangan, ia yang awalnya ragu kemudian memutuskan untuk pergi ke satu mal. Mungkin disini, ia bisa membeli banyak oleh-oleh yang bisa dibawa pulang untuk keluarganya nanti.
-
"Kakak, bole aku beli ini?" Irene kecil bertanya pada Lara yang sedang memilih sereal. "Boleh, ya? Ku mohon." tangan kanannya memperlihatkan satu bungkus es krim stroberi yang sudah ia ambil dibantu oleh pelayan yang berjaga. Wajah lugunya berseri penuh harap.
"Kau tau es krim tidak boleh 'kan, baby?" Lara mendesah. Ia sebenarnya tidak tega setiap kali Irene yang penasaran dengan berbagai rasa es krim meminta kepadanya. Siapa yang tidak menyukai makanan dingin berbagai rasa dan bentuk itu? Setiap anak kecil bahkan sampai orang dewasa menyukainya. "Kalau Papa tau, bukan hanya kau yang akan dimarahi tapi aku juga. Jadi maaf baby, tidak boleh es krim. Cari makanan yang lain, oke?" ia mengingatkan dengan berat hati.
"Hmm oke.." dengan langkah malas dan sedih Irene kembali ke tempat es krim itu. Lara tersenyum kecil melihat kepatuhan dan kepintarannya, tapi Irene tidak bisa memakan makanan yang dingin seperti es. Itu bisa membuatnya demam hanya dalam hitungan jam.
"Cepat kembali kesini setelah mengembalikannya."
"Iya!"
Lara kembali mendorong trolinya dengan pelan, sekarang ke arah rak pasta kesukaan Ayah Irene karena persediaan di apartemen mereka sudah habis. Setelah berhasil mengambil dua buah kotak pasta yang di inginkan, kakinya berhenti melangkah sesaat seorang wanita lewat didepannya seperti dalam adegan gerak lambat. Lara sudah hafal dengan wajah yang selama ini hanya bisa dilihatnya dari sebuah foto di tempat dulu mereka tinggal. Wanita itu benar ada disini? Ia sempat ragu untuk bertindak tapi kemudian mengejarnya dengan jantung yang berdetak cepat. Perasaannya campur aduk sampai dengan begitu saja meninggalkan belanjaannya, ia bahkan lupa dengan keponakan satu-satunya itu.
"Tunggu! Permisi! Ya Tuhan, permisi. Aku mau lewat!" desisnya kesal. Ia sesekali berteriak tidak peduli kepada orang yang sudah menghalangi jalannya. Ia tidak boleh kehilangan wanita itu sekarang dan ia pun terus mengejarnya. "Tunggu! Tunggu aku!" beruntung wanita itu berhenti dan kini menatapnya dengan wajah kaget dan juga bingung. Lara mengambil nafas mencoba menenangkan dirinya. Tatapan dingin dari wanita yang dipanggil-panggilnya ini tidak membuat tenang sama sekali. "Maaf aku sudah mengganggumu, tapi kau adalah Irene Quinn, apa aku benar?" Lara menelan ludah dan berharap ia tidak salah.
"Eum iya benar.." Irene mengangguk kecil dengan dahi mengerut, mencoba mengingat-ingat siapa gadis cantik di depannya ini. Dia terlihat seumuran dengan adiknya atau mungkin lebih muda. Apa dia teman Joy yang mengenalnya? Ia tidak yakin. "Maaf, tapi apa aku mengenalmu? Kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Tidak.." mata Lara nanar. Ia sangat senang mendengar jika wanita ini adalah benar Irene Quinn.
"Okey.." Irene hanya mengangguk saja dan sekarang memperhatikannya dengan khawatir. Canggung. "Jadi?—"
"Kita tidak pernah bertemu sebelumnya.." Lara menghela nafas dan tersenyum gugup. Sekarang atau tidak sama sekali. "Tapi aku rasa kau mengenal kakakku, Wendy Grey."
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Hello [ semi hiatus ]
Romance"Aku pikir dia bisa merawatmu lebih baik daripada aku." katanya kemudian. Beberapa hari yang lalu, Joy bercerita kepadanya tentang pertemuan singkat kalian. Katanya kau terlihat sangat kacau, seperti pengangguran yang putus asa mencari pekerjaan. Te...