- -
flashback
Dia sangat senang saat menyiapkan segala bahan dan keperluan lainnya untuk menu makan malam di dapur bersama ibu mertuanya. Sementara itu ayah mertuanya duduk diruang tamu dan menunggu sambil menonton televisi, sesekali membaca koran bisnis ditemani secangkir kopi kesukaannya. Suasana rumah sangat hangat dan nyaman, seperti biasa.
"Nyonya muda, ada kiriman untukmu." Bibi Anna datang sambil memperlihatkan sebuah kotak kecil ditangannya.
"Hmm? Dari siapa?" tanyanya penasaran sambil meletakkan pisau yang digunakannya untuk memotong sayur. Dia kemudian mengelap tangannya dengan serbet.
"Tidak ada namanya, Nyonya muda."
"Ooh mungkin itu dari Sean, Irene. Kau tau anakku itu sangat penuh dengan kejutan, 'kan?" ibu mertuanya menggoda. Dia tersenyum malu, mengiyakan yang beliau ucapkan. Suaminya memang penuh dengan kejutan tidak terduga dan romantis. Salah satu sifat yang dia suka.
Dengan senyum dibibir tipisnya, dia meraih kotak itu dari tangan Bibi Anna dan perlahan membukanya. Ia mengambil lembaran-lembaran kertas didalamnya dan dahinya mengernyit penuh tanya saat melihat foto sepasang kekasih yang tengah berpegangan tangan, diambil dari belakang. Foto selanjutnya, lagi, sepasang kekasih yang sama berciuman didalam mobil. Detik berlalu dan dia terus melihat bergantian apa yang ada ditangannya, senyumnya perlahan samar dan akhirnya menghilang, bibirnya kini bergetar penuh ketidakpercayaan. Jantungnya berdebar tidak enak. Nafasnya sangkut di tenggorokan.
"Sean?..." gumamnya. Tangannya bergetar gugup memegang foto-foto tersebut. Dia mengerjap cepat berkali-kali, masih berharap penglihatannya itu salah. Tapi wajah laki-laki itu sangat tidak asing, sangat jelas dikenalnya, itu kau, suaminya. Dadanya sesak dan jantungnya seakan hancur berkeping-keping. Matanya memanas saat melihat foto-foto terakhir. Foto yang tidak pantas untuk dilihat oleh siapapun, apalagi dirinya.
Kepalanya berdenyut pusing, kakinya lemas dan dia terduduk dilantai bersamaan dengan air mata pertamanya yang jatuh di pipi.
"Nyonya muda?"
"Ya Tuhan, Irene! Kau kenapa?"
"Ada apa ini?" ayah mertuanya yang ingin menambah kopi juga menghampiri. Menanyakan dengan khawatir apa yang sudah terjadi.
Dia hanya duduk di sana. Tidak menjawab. Tidak bisa lagi mendengar apapun disekelilingnya. Dia menatap kosong ke depan, sangat terpukul dengan apa yang dilihatnya. Dengan kenyataan yang harus dihadapinya.
end flashback
Saat mendengar suaramu masuk kedalam rumah, dia yang menunggumu diruang keluarga bersama kedua orang tuamu menjadi gelisah. Tidak tau harus bersikap bagaimana padamu setelah mengetahui kenyataan menyakitkan akan tingkahmu yang benar-benar penuh kejutan. Saat melihatmu berdiri di sana, menghampirinya sambil tersenyum, senyum kecil kesukaannya, tapi hatinya semakin hancur. Dia menghindar saat kau ingin mencium pipinya. Dia tidak mau kau menyentuhnya, dia tidak ingin sentuhanmu karena apa yang ada dipikirannya sudah mengkontrolnya. Bibirmu itu bukan hanya untuk menciumnya lagi. Dia semakin gelisah dengan memainkan jari-jarinya, menunduk, terlihat tidak nyaman dengan dirimu yang duduk disampingnya. Rasanya seperti bisa mencium wangi wanita lain dari tubuhmu dan membuatnya mual tiba-tiba. Dia melirik bunga yang kau berikan, suaramu sangat lembut seperti biasa. Dan suara itu juga yang sudah berhasil memikat hati wanita lain? Dia benci. Oh Tuhan, dosa apa yang sudah dilakukannya. Dia tidak tahan lagi dengan amarah di dadanya dan menepismu. Tidak peduli lagi dengan bunga kesukaannya itu. Matanya merah nanar menatapmu tajam, penuh kekecewaan. Bagaimana bisa kau yang sangat dicintainya, mengkhianatinya seperti ini. Kejam. Apa kurangnya dia selama ini? Dia berpikir keras. Sentuhanmu di pipinya menyadarkannya dan dia kembali menepismu, lalu meninggalkanmu menuju kamar utama kalian, berlari bersama air matanya. Dia menangis, menangis dan hanya bisa menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Hello [ semi hiatus ]
Romance"Aku pikir dia bisa merawatmu lebih baik daripada aku." katanya kemudian. Beberapa hari yang lalu, Joy bercerita kepadanya tentang pertemuan singkat kalian. Katanya kau terlihat sangat kacau, seperti pengangguran yang putus asa mencari pekerjaan. Te...