Hello Again - p7

134 19 2
                                    

🍁

Dalam diamnya, Sean Adriel berdiri memperhatikan dengan seksama apa yang sedang dilakukan oleh seorang dokter kepada wanita yang terbaring di ranjang rumah sakit di depannya ini. Sesekali ia mengerjap cepat dan menjadi gugup saat terdengar suara rendah dokter berbicara kepada suster yang mencatat setiap ucapannya di beberapa lembar kertas. Suster itu juga terlihat sangat serius dari tadi, ia tidak banyak bicara, hanya mengiyakan dokter dengan anggukannya dan terus menulis. Seburuk itukah kondisinya sekarang?

"Bagaimana keadaannya, Dokter John?" tanya Sean tidak tahan, ia khawatir dan semakin penasaran. Sepuluh menit yang lalu kondisi wanita ini menurun drastis tiba-tiba, mengejutkan mereka semua. Dahi Sean mengerut dalam saat melihat wajah sendu dokter yang sekarang balik menatapnya.

"Bisa kita bicara sebentar, Tuan Sean, di ruanganku." ajak Dokter John tertutup. Sean mendesah pelan mendengar ajakan serius itu, biasanya dokter akan bicara secara langsung di kamar rawat ini setelah melakukan tugasnya. Dengan itu, seakan kabar buruk segera dikonfirmasikan kepadanya. Ia memperhatikan wajah pucat yang terbaring diatas ranjang sekali lagi sebelum mengangguk setuju.

"Kalian berdua tetaplah disini." perintah Sean kemudian pada Lara yang terlihat cemas dan juga takut menatapnya. Ia mengerti bagaimana tidak nyamannya perasaan Lara karena ia juga merasakan itu sekarang. "Semuanya akan baik-baik saja." Sean mengangguk meyakinkan sambil tersenyum kecil sebelum mengambil langkah keluar mengikuti dokter dan susternya.

Terdiam beberapa saat sambil menatap pintu kamar rawat dan kakaknya yang tidak berdaya secara bergantian, Lara menggigit bibir bawahnya, perasaannya tidak enak. Ia melirik monitor pemantau organ vital tubuh itu, garis datar panjang yang membuat terkejut sudah kembali berirama, bunyi per detik denyut nadi terdengar, masih memberi harapan. Melihat denyut jantung kakaknya yang sempat berhenti tadi membuatnya seketika lemas dan trauma. Dirinya juga ingin tau apa kata dokter.

"Baby, kau tunggu disini sebentar, okey?" ucap Lara Grey. Anak kecil yang sejak tadi diam memeluk lehernya itu perlahan melepaskannya. Ia kemudian menatap Lara, berpikir sejenak. Ia mungkin saja diam tapi ia bisa mendengar semuanya.

"Kakak, mau kemana? Papa bilan kita halus tunggu disini." ucapnya yang patuh. Matanya yang bulat bersih kini mulai nanar lagi menatap Lara. Bukan karena takut akan ditinggal sendirian dikamar, karena ia sudah terbiasa berada di rumah sakit besar ini, menunggu ataupun bermain sendirian. Ia hanya tidak mau ayahnya marah karena mereka tidak menurut. Ayahnya terdengar serius tadi.

"Aku tau itu, sayang. Tapi aku juga harus bicara dengan Dokter John sekarang."

"Papa bilan semuanya akan baik-baik saja, Kakak. Tida apa-apa." ia menenangkan.

"Tentu saja." Lara mengangguk, hatinya tersentuh. Dengan mata nanar mereka berpelukan erat, menguatkan satu sama lain.

Keponakannya ini sudah melihat semua kekalutan dokter dan suster tadi sebelum mereka diminta keluar kamar untuk menunggu sejenak. Waktu menjenguknya di akhir pekan ini sepertinya kurang tepat tapi tidak ada seorangpun yang dapat menduga hal itu akan terjadi. Lara bersedih untuknya karena anak sekecil dirinya sudah harus merasakan semua ketegangan ini. Ia pasti mengerti apa yang terjadi tapi ia tidak menangis seperti anak-anak yang lain. Andai saja Lara bisa sepositif dan sekuat keponakannya ini.

"Kau tunggu disini, okey? Aku hanya pergi sebentar, aku janji, hmm?" Lara tersenyum saat mendapat anggukan mengerti darinya. Ia membawa tubuh kecil itu ke kursi biasa di samping ranjang dan mencium puncak kepalanya sebelum pergi. "Aku akan cepat kembali, tunggu disini, jangan kemana-mana."

"Hhmm.."

Mata polos yang bersih itu mulai nanar untuk kesekian kalinya saat melihat wanita yang sedang menggunakan masker oksigen ini, menutupi setengah wajah cantiknya. Ia perlahan meraih lalu menggenggam tangan perempuan dewasa yang dikenalnya ini dengan erat walau terasa dingin. Ia mengusap ujung rambut tipisnya yang terasa kasar. Ia sedih dan sangat merindukannya. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak bermain boneka dan tertawa bersama. Ia berjanji tidak nakal lagi dan akan menjadi anak yang baik dan pintar untuknya. Oh, ia ingin menunjukkan nilai pelajaran berhitungnya yang mendapat lima bintang besar tapi ia lupa membawa bukunya. Mungkin bisa besok.

"Mama.." hatinya hancur. Bibirnya bergetar menahan tangis melihat keadaan ibunya. Otak kecil dan lugunya itu berpikir keras. Kenapa ibunya ini sangat suka tidur disini, tidak dirumah mereka yang punya kasur empuk dan juga besar didalam kamar? Ia tau ibunya sedang sakit, tapi kenapa ibunya tidak juga sembuh padahal sudah minum obat dari Dokter John setiap hari? Ia ingat saat dirinya demam dan batuk, Dokter Lee akan memberinya obat sirup rasa stroberi dan besoknya ia sudah sembuh. Apa karena dokter mereka orangnya berbeda? Kenapa dokter yang memeriksanya tidak mau memeriksa ibunya agar cepat sembuh juga? "Mama.."

-

"Kami semua sudah berusaha sebaik mungkin, Tuan Sean. Kau juga tau apa yang sudah kita semua lakukan untuknya selama ini." dokter memulai setelah membaca sekali lagi laporan dari susternya tadi. Mereka yang sedang dalam obrolan serius melihat ke arah pintu bersamaan saat Lara datang tanpa permisi dan langsung mengambil tempat duduk disamping Sean.

"Aku juga ingin tau apa yang terjadi, Kak Sean. Jangan rahasiakan apapun tentang kondisi kakakku." Lara yang terengah karena berlari menyusul keduanya berhak tau tentang kondisi terbaru kakaknya yang sedang sakit.

"Tenanglah." Sean mengangguk setuju dan Lara menurut. Ia mengambil nafas perlahan, menyiapkan diri dan juga pertanyaannya untuk dokter.

"Apa yang terjadi, Dokter John? Maksudku, dia sedang tidur, kami juga sempat bicara tadi dan tiba-tiba saja dia seperti itu.." Lara gugup dan bingung. "Dia baik-baik saja 'kan, Dokter John?" suaranya bergetar di ujung tangis, tidak mau membayangkan hal buruk apapun yang akan menimpa kakaknya. Lara meremas kuat telapak tangannya di paha dan Sean bisa melihat kegugupan itu.

Dokter John bertukar tatap dengan Sean yang kemudian mengangguk kepadanya. Memberikan Dokter John lampu hijau untuk mengatakannya. Dokter John yang tidak bisa dan tidak akan berbohong lagi sekarang.

"Dia tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi, Nona Grey. Itulah yang terjadi. Maafkan kami." ucap Dokter John menyesal. Wajahnya yang serius kembali berubah sendu menatap Lara dan Sean di depannya bergantian. Ikut merasakan kenyataan pahit keduanya. Dokter John membuka kacamatanya. "Di dunia kedokteran itu disebut Sudden Cardiac Arrest (SCA). Ini sedikit berbeda dengan serangan jantung biasa. SCA ini bisa terjadi saat pasien dalam keadaan tidur atau bahkan saat pasien benar-benar sadar tanpa merasakan sakit. Ini bisa terjadi kepada siapapun, kapanpun, secara tiba-tiba." jelasnya singkat. "Nona Grey, apa yang tadi terjadi, akan lebih sering terjadi pada kakakmu mengingat dia memiliki riwayat penyakit lain yang membuatnya semakin lemah."

Sean sudah menduga cepat atau lambat dokter akan mengatakan hal itu kepada mereka dan ternyata hari ini adalah harinya. Ia melirik diam-diam wajah Lara yang berusaha tegar menahan air matanya yang sudah tidak terbendung lagi, menangis dalam diam. Sean menyandarkan punggungnya perlahan di kursi, ia merasa sangat lelah sekarang seperti habis selesai lari maraton ribuan kilometer tanpa henti. Pikirannya mulai bercabang-cabang tentang masa depan keluarganya yang akan berubah sekali lagi. Ia menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan dari hidung. Dadanya sesak tapi ia tidak bisa menangis.

"Dia bisa bertahan dan kembali pada kita tadi karena keajaiban. Tapi keajaiban tidak datang dua kali. Dan mulai sekarang aku ingin kalian menyiapkan diri untuk hal yang terburuk. Ini hanya tentang waktu." sambung Dokter John.

Tidak ada yang bisa dilakukan lagi untuk kesembuhan yang dinanti-nanti itu. Sudah hampir lima tahun berlalu dan tidak ada perubahan yang berarti dari kondisi seseorang yang mereka sayangi. Sean memeluk Lara dengan erat seperti kakak laki-laki yang akan melindungi adiknya dari kejahatan apapun di dunia ini. Menenangkan Lara yang menangis tersedu sesaat mereka keluar dari ruangan dokter. Berita buruk seperti ini memang sudah tidak mengejutkan, mereka sudah terbiasa dengan ketakutan itu bertahun-tahun, tapi tetap hati mereka menolak tidak bisa menerima begitu saja saat mengetahui satu anggota keluarga mereka akan pergi, selamanya. Setelah Lara cukup tenang dan bisa berdiri sendiri lagi dengan kedua kakinya, Sean menuntunnya berjalan bersama untuk kembali kedalam kamar rawat. Dan sesampainya di sana mereka berdua langsung menyadari kalau ada yang hilang.

"Dimana dia?" Sean panik.

.

.

Bersambung

Goodbye Hello [ semi hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang