Hello Again - p17

114 19 3
                                    

-

Dengan membawa buku cerita di pelukannya, Irene masuk kedalam kamar dan merengut bingung saat ayahnya tidak terlihat. Papa Sean sedang mandi. Untuk menunggu ayahnya selesai, ia naik sendiri keatas ranjang dengan susah payah sampai akhirnya berhasil. Di sana, ia melihat baju dan celana ayahnya di ujung ranjang. Menjadi anak kecil yang selalu penasaran, Irene mengambil dompet kulit berwarna cokelat milik Sean, melihat apa saja isinya. Ada uang kertas dan juga kartu-kartu kecil yang ia tidak tau gunanya untuk apa saja kecuali yang berwarna hitam, karena ayahnya selalu menggunakan kartu itu untuk membayar semua mainan baru yang dibelinya. Kartu ajaib, pikirnya sambil tertawa kecil.

"Apa ini?" gumamnya penasaran. "Eoh? Ini Papa.." tunjuknya. "Dan ini Bibi." dahinya mengernyit.

Irene memperhatikan dengan lekat foto ayah dan bibi yang dijumpainya tadi. Kedua alisnya hampir bertemu di tengah karena berpikir keras. Ia bingung. Papa Sean terlihat seperti pangeran dengan tuxedo hitamnya sementara Bibi Irene terlihat seperti tuan putri dengan gaun putihnya. Mata Irene berbinar takjub, kumpulan bunga-bunga yang berwarna warni di dinding belakang terlihat sama seperti di film Cinderella yang kemarin ditontonnya bersama Lara.

Irene duduk disebuah kursi dengan Sean yang berdiri disampingnya. Satu tangan Irene menggenggam tangan kiri Sean sedangkan satunya menggenggam buket kecil bunga baby breath di dadanya. Irene dan Sean saling menatap dengan mata yang penuh cinta dan senyum yang bahagia.

"Cantik.." Irene tersenyum dan tiba-tiba ingin memiliki rambut sepertinya. Mungkin nanti, ia bisa meminta Bibi Irene untuk melakukannya, kalau mereka bertemu lagi. Irene seakan tidak pernah bosan melihat satu foto langka yang didapatnya ini tapi karena foto ini juga ia bertanya-tanya dalam hati. Senyumnya perlahan berubah menjadi rengutan sedih.

Papa Sean dan Mama Wendy tidak pernah berfoto seperti ini. Tidak ada foto pernikahan keduanya dirumah ini.

Sean membacakan buku cerita untuk Irene yang ingin tidur dengannya malam ini karena Lara sedang dirumah sakit menemani ibunya. Ia cukup kaget setelah keluar dari kamar mandi dan melihat putrinya duduk diam menunggunya di tengah ranjang sementara Irene hanya menertawakan kekagetannya itu. Irene tidak ingin tidur sendiran karena malam ini hujan cukup deras. Ia takut.

"...Dan mereka hidup bahagia selamanya. Selesai." Sean mengakhiri ceritanya dengan Irene yang tersenyum lebar berbaring di dadanya. Ia sudah terbiasa mendongeng seperti ini mulai dari Irene masih berusia satu tahun dan itu berlanjut sampai sekarang. Kebiasaan yang positif dan menjadi salah satu alasan yang membuat mereka sangat dekat. "Ini buku baru 'kan? Kau suka ceritanya?"

"Iya.."

"Kenapa?"

"Kalna mereka bahagia belsama." jawabnya semangat membuat Sean tersenyum sambil mengusap rambutnya. Kebahagiaan adalah hal terpenting.

"Okey, baiklah Tuan Putri, sekarang kau harus tidur, hm?" Sean menutup buku cerita itu, menaruhnya di meja nakas sebelum akhirnya membaringkan Irene disampingnya dengan nyaman dan menyelimutinya. Keduanya menguap kantuk bersamaan. Sean juga bersiap untuk tidur.

"Pa, tadi Kak Lala dan Irein beltemu dengan bibi cantik lagi."

"Bibi siapa?"

"Bibi cantik yan di lumah sakit." Irene mengingatkan dan Sean mengangguk kecil. Cukup terkejut dengan berita dari Irene ini karena Lara tidak bercerita apapun kepadanya tadi. "Papa tau, nama kami sama! Bibi bilang namanya Irein. Kami kembal." ia menyeringai, menampakkan deretan gigi kecil itu.

"Wow sungguh? Itu keren. Jadi, apa yang kalian lakukan? Kalian bermain bersama dan bersenang-senang?" tanya Sean penasaran, berharap akan dapat cerita yang menyenangkan sebagai pengantar tidurnya. Tapi semangat Irene tiba-tiba hilang dan ia menggeleng sedih membuat Sean khawatir. "Kenapa, sayang?"

Goodbye Hello [ semi hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang