Permintaan untuk pergi

19 1 0
                                    

Lieza terus mengikuti zeyu kemana zeyu melangkah. Sedari tadi, dia terus menayakan perihal hubungan li mei dan zeyu, namun tetap jawaban zeyu 'tidak'.

"Zey, waktu itu li mei pernah nyoba ngelakuin bunuh diri?" tanya lieza, dengan mengejar langkah zeyu yang panjang. Zeyu menghiraukan ucapan lieza, ia terus melangkah menuju kamar mandi. "Terus lo ketemu li mei di rumah sakit?"

Zeyu menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya menatap lieza. "Udah berapa bulan lo sama gue?" tanya zeyu dingin. Lieza berfikir.

"Empat bulan?" ucap lieza ragu, tidak yakin dengan kebenaran hitungannya itu.

"Kapan lo mau pergi ke dunia lo?" tanya zeyu.

"Hah?"

"Empat bulan udah cukup buat gue dengan kehadiran lo. Gue udah cape." ucap zeyu, menatap lieza datar. Tangan lieza bergetar.

"Maaf,"

"Gue mohon za, cepet pergi." mohon zeyu, kemudian membalikkan tubuhnya kembali melanjutkan langkahnya.

"Oke." ucap lieza berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis saat itu juga. Zeyu terus berjalan kearah kamar mandi hingga akhirnya tidak terlihat lagi oleh lieza.

Tangan lieza bergetar, kaki lieza sudah tidak kuat lagi untuk berdiri. Lieza berjongkok. Nafasnya memburu, dadanya terasa sakit. Air matanya berhasil jatuh.

Nafasnya rasanya sesak. Lieza memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. la terus menangis sampai terisak pelan. Apa ia harus pergi sekarang juga?

•••

Zeyu membuka pintu rumahnya. Di ruang tamu terlihat ayahnya yang tengah duduk santai sambil membaca koran yang dipegangnya. Jakson melirik kearah pintu, menatap zeyu yang masih berdiri disana.

"Kenapa gak masuk?" tanya jakson. Zeyu  mengangguk pelan, lalu melangkah menuju sofa disebelah "Baru pulang?" tanya jakson yang fokus membaca koran.


"Iya, ketiduran tadi dikelas." jawab zeyu. Zeyu tadi memang ketiduran tidur dikelas, saat bangun teman- teman sekelasnya sudah tidak ada dikelas. Zeyu memang kebo.

"Papa baru pulang dari Canada?" zeyu melepaskan tas yang menggantung dibahu kirinya, lalu menyenderkan kepalanya pada sofa.

"Kamu sebenarnya mau manggil nama papa, dengan panggilan papa atau ayah sih? Kadang manggil papa, kadang manggil ayah, bingung papa jadinya." ucap jakson menatap putranya itu. Zeyu berdesis pelan.

"Aku manggil papa keinget mama, aku manggil ayah juga keinget mama terus." Zeyu menutup matanya, lelah dengan hari ini. Jakson menghentikan kegiatannya membaca, kemudian menatap zeyu.

"Kamu kangen mama?"

"Hmm."

"Papa juga,"

"Zeyu ke kamar dulu, Good night." Zeyu bangkit, lalu pergi meninggalkan jakson. Ia tidak mau larut dalam kesedihan, ia ingin bangkit dan melupakan kesedihan itu.

•••

Zeyu mengatur nafasnya yang memburu. Mimpi tadi, berhasil membuat zeyu terbangun dari tidurnya. Diliriknya jam dinding, pukul satu pagi.

Zeyu mengusap wajahnya kasar, mimpi tadi sungguh menakutkan menurutnya. Tenggorokan nya terasa kering, lalu ia memutuskan untuk bangkit menuju dapur.

Saat sampai di dapur, zeyu melihat lieza tengah duduk menelungkupkan kepalanya dengan menggunakan tangan sebagai bantalannya. Zeyu duduk dibangku yang bersebrangan dengan lieza.

Lieza mengangkat kepalanya, menatap zeyu yang sudah duduk di hadapannya.

"Lo belom tidur?" tanya lieza ragu, masih canggung karena kejadian tadi siang.

"Kebangun." jawab zeyu singkat, lieza mengangguk mengiyakan. Mereka sama-sama diam, keheningan akhirnya terjadi. Lieza sekali-kali melirik kearah zeyu yang menatap meja dengan tatapan kosong.

Lieza yakin, bahwa zeyu sedang memikirkan ibunya yang sudah lama pergi itu. Pembicaraan zeyu dengan jakson tadi, lieza mendengar semua itu. la mendengar nya dibalik pintu tadi.

Lieza sangat tau, bahwa zeyu saat ini sangat merindukan sosok ibunya.

"Zeyu?" panggil lieza. Zeyu berdeham pelan, namun tatapannya masih tertuju pada meja makan dihadapannya. "Gue boleh tanya?"

"Tanya apa?"

"Lo lagi kangen seseorang, ya?" tanya lieza. Zeyu melirik lieza, lalu kembali menatap meja.

"Enggak." jawabnya singkat.

"Bohong banget," ejek lieza. Zeyu memutar bola matanya malas. Lieza berdiri, lalu mencondongkan tubuhnya. Zeyu menatap lieza bingung.

"Mau ngapain lo?" tanya zeyu. Lieza mengulurkan tangannya menuju kepala zeyu, zeyu memundurkan kepalanya. "Mau ngapain?" ucap zeyu was-was.

"Sini!" ucap lieza.

"Gak! Gak!" elak zeyu. Lieza berdecak kesal, lalu lebih mencondongkan tubuhnya kedepan dan berhasil mengelus rambut zeyu.

Zeyu melotot kaget.

Lieza mengelus rambut zeyu lembut, dengan penuh perasaan. Zeyu membeku, matanya masih kaget.

"Gue tau rasanya rindu itu gimana," ucap lieza masih mengelus-elus kepala zeyu. Zeyu mendongak, menatap lieza yang fokus mengelus rambutnya. "Cuman bertemu aja yang bisa ngobatin, tapi kan gak bisa kalau orangnya udah gak ada." sambungnya. Zeyu terus mendengarkan perkataan lieza, tanpa mau membuka suara.

"Gue gak tau caranya ngilangin rasa kangen ke orang yang udah gak ada, tapi cuman ini yang bisa gue lakuin." ucap lieza lalu menegakan tubuhnya kembali. Lieza menatap zeyu dengan senyum lebar yang ia tunjukan.

"Fighting!" ucap lieza sambil mengangkat kedua tangannya. Zeyu sempat bengong, kemudian tersenyum.

"Aneh aneh aja lo," Zeyu menggelengkan kepalanya. tertawa kecil. Waktu yang mereka habiskan pagi itu, terasa berharga bagi lieza.

Senyum yang lieza lihat saat ini, semoga tidak akan hilang. Lieza berharap, semoga ia terus melihat senyum zeyu yang seperti ini.

•••

Li mei terus menatapi gelang berwarna pink yang ia pegang. Rasanya berat untuk memakai gelang ini kembali, mengingatkannya pada kejadian satu tahun yang lalu.

Li mei menghela nafasnya panjang, kemudian meletakan gelang itu pada laci meja belajarnya.

"Non, mobilnya udah siap." ujar Bi Nina yang berbicara dibalik pintu kamar li mei

"Iya bi." Li mei bangkit, lalu melangkah keluar menuju sekolah.

My Beautiful Ghost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang