Chapter I - 1

5 0 0
                                    

Hanya karena berasal dari keluarga elite yang berpendidikkan dan tidak kekurangan apapun tidak berarti hidup kita sempurna.

Walaupun disekolah kita tawa bersama, bukan berarti kita teman, itu hanyalah formalitas untuk bertahan hidup dimasyarakat busuk ini.

Dimana tempatku bisa berbicara dengan bebas dan menjadi diriku apa adanya? Seharusnya rumah, 'kan? Tapi, apa yang bisa kukatakan pada ayah yang hanya bisa melakukan kekerasan? Apa yang bisa kukatakan pada wanita tua itu yang bahkan bukan ibu-ku yang bahkan hanya mengincar fasilitas mewah dirumahku.

Setiap kali pikiran itu terlintas dibenakku, disaat yang sama wajahnya muncul dipikiranku, apa dia akan menyesal melahirkanku hanya untuk kusia-siakan pengorbanannya?

The School Of The New City, sekolah yang didirikan oleh keluarga De Rize, kudengar itu sudah berdiri sejak 53 tahun, anaknya bersekolah disana dan satu kelas denganku, bahkan merupakan ketua kelas.

Yah, kurasa aku akan bertahan sebentar lagi, demi ibuku.

Ruang Kepala Sekolah, setidaknya 2 bulan sekali aku akan mampir kesini untuk dinasehati, walau itu hanya omong kosong bagiku, buang-buang waktu saja.

"Lagi-lagi kalian berdua pembuat onar, Cherry dan Luca? Tidak hanya membuat para guru geram, Cherry memasukkan kecoa kedalam tas guru dan Luca kau membuat terpeleset dipintu masuk kelas, kalian ini ada apa sebenarnya?" Ricky Brein, Kepala Sekolah yang sangat cerewet dan sok peduli, buat apa tanya kalau kau dipihak mereka, pria tua?!

Cherry ini, salah satu murid yang sangat sering bertengkar denganku dan setiap ke ruang kepala sekolah, dia juga selalu dipanggil, anak ini lebih menyebalkan dibandingku, kurasa.

Walaupun begitu, sebagai sesama pembuat onar aku tak tertarik berteman atau dekat dengannya.

"Kalian ini tidak hanya buruk di pendidikkan tapi disikap, kalau begitu tidak usah dibanggakan, kasihan sekali para orang tua kalian, aku sudah memanggil seseorang yang bisa membantuku mengawasi kalian dua pembuat onar." Ujarnya yang sangat malas sekali jika berurusan dengan Cherry ataupun Luca, sudah 3 tahun sejak keduanya masuk sekolah ini dan selalu saja tidak berubah keburukkannya.

Mengawasi? Lihat saja nanti, orang itu akan kubuat pindah sekolah.

"Yah, bagus kalau mereka kecewa untuk masa depanku~" Balas Cherry sambil melipat kedua tangannya didepan badannya dan melihat dengan acuh tak acuh.

Beberapa menit kemudian, masuklah seseorang yang bahkan tak pernah ku hiraukan keberadaannya, kami hanya punya hubungan formalitas semata.

"Wind, ini tugas yang merepotkan namun, saya akan memberikan wewenang sepenuhnya untukmu mengawasi kedua pembuat onar dari kelasmu ini, jika mereka membuat masalah lagi, hukum saja sesukamu, perlakuan mereka tidak bisa ditolerin lagi, harap kerjasamamu dalam hal ini." Sahutnya dengan mata penuh harapan, semua orang tahu bahwa, Wind adalah teladan semua orang dan semua guru menaruh ekspetasi padanya, terlebih dia merupakan anak dari keluarga pembuat Sekolah.

Wind sempat melirik tajam kedua anak yang duduk didepan meja Kepala Sekolah, setelah itu dia tersenyum ramah dan mengatakan tidak akan mengecewakan kepercayaan kepala sekolah.

Selesai dengan masalah kali ini, ketiga murid itu dipersilahkan keluar dan kembali kekelas, ketiga anak itu sama-sama tidak pernah bicara bersama satu sama lain dan hanya keformalitasan yang mereka punya.

"Kuharap kalian tidak merepotkanku, jangan lampiaskan emosi kalian disekolah ini, aku tak ragu mengusir kalian dari sekolah ini, dasar pembuat onar." Sahutnya dan berjalan lebih cepat, Wisteria De Rize dengan panggilannya Wind, dibalik sikapnya yang ramah dan lemah lembut, Wind itu sangat tegas dan dingin.

Pria bermuka dua.

"Kalau gitu usir aja! Aku juga tak peduli lagi!" Cherry yang meneriaki Wind, kepribadian Cherry jauh lebih emosian dibanding Luca, justru Luca lebih mudah diajak bicara.

Wind yang mendengarnya langsung membalikkan badannya, "Cherry, kalau tidak salah ingat? Kau yakin dengan perkataanmu? Jika kulakukan, apa kau pikir keluargamu masih memiliki nama? Ingin kabur dengan bunuh diri dan diingat sebagai pengecut? Kekanakkan sekali, yah, aku tidak akan mencegahnya, toh kepala sekolah juga bilang bebas~" Wind dengan senyum sinisnya dan berjalan meninggalkan Cherry yang berdiri dengan mata yang berkaca-kaca.

Luca yang melihatnya langsung mengejar Wind, membalikkan badan Wind dengan menarik pundaknya dan langsung memukul wajah Wind, dipipi kirinya.

"Keterlaluan sekali cara bicaramu! Dia itu perempuan, begitu caramu bicara? Jangan bicara seenaknya jika kau tak tahu apa-apa soal orang itu, dasar pria bermuka dua!" Walaupun tak berniat akur ataupun berteman, keduanya terkadang membantu satu sama lain tanpa sadar, Luca memang dariawal tak suka dengan Wind, apalagi cara bicaranya yang tajam itu tanpa memedulikan perasaan yang lain.

Luca langsung kembali ketempat Cherry dan membawanya pergi dari tempat tersebut.

Ditaman Sekolah, teman berkumpulnya anak-anak saat jam istirahat atau pulang sekolah, terdapat beberapa pohon besar dan sebuah lingkaran melingkari pohon itu dan anak-anak biasanya duduk disana.

"Tidak usah sok akrab." Cherry yang mendorong tangan Luca yang memberinya sebotol air putih, daridulu hubungan keduanya memang tidak akrab, terlebih dengan Cherry yang sangat menyebalkan membuatnya dijauhi.

Luca langsung duduk disamping Cherry, sejujurnya ia juga tak tahu apa yang harus dikatakan, Luca juga tidak bermaksud menghibur Cherry.

"Kurasa kau buang saja sikap gengsimu, tidak akan ada satupun orang yang mau berteman dengan anak pemarah sepertimu." Kata Luca yang melihat kearah lain, tak tahu apa yang membuat Cherry menjadi seperti ini tapi yang jelas, Luca berharap Cherry bisa menjadi lebih santai.

"Aku juga tidak membutuhkan teman." Cherry menjawab dengan padat dan singkat, saat ini dirinya sudah merasa sangatlah lelah.

Suasana menjadi hening, bell masuk-pun berbunyi namun, kedua anak itu tidak berencana masuk kelas dan memilih bolos seperti biasanya.

Dari kejauhan terlihat seseorang berlari kearah kedua anak itu, pria dengan rambut pirangnya, kulitnya yang selalu tampak seputih salju, ketua kelas Cherry dan Luca, Wisteria De Rize.

"Sudah kuduga kalian berniat membolos? Masuk kelas bersamaku sekarang." Perintahnya yang tidak merasa bersalah sama sekali, sifatnya yang terlihat tidak berperasaan itu yang membuat Luca membencinya.

"Masih berani kau mendekati kami?" Luca yang langsung berdiri dari duduknya, sungguh membuat dirinya penasaran kenapa seluruh guru dan murid menyukai sosok dingin dan bermuka dua seperti Wind.

Wind langsung terkekeh pelan, "Harusnya kau tahu diri sedikit, aku tidak mempermasalahkan lebam kecil  yang kau sebabkan, mari taruhan saja agar kita tidak merasa terganggu satu sama lain." Saran Wind, dirinya juga tidak ingin terus menerus mengawasi kedua pembuat onar itu disekolah ini.

Cherry langsung berdiri dari duduknya dan menanyakan maksudnya.

"Gampang, sehabis pulang sekolah kita ke arcade, disana kalian bebas memilih permainannya, jika aku kalah, kalian bebas dari pengawasanku bahkan bisa memanfaatkanku satu minggu kedepan, sebaliknya, jika kalian kalah, turuti semua perintahku dan berhenti kekanakkan, ini cara yang biasa kalian gunakan, 'kan?" Wind tahu bagaimana caranya membuat orang mengikuti keinginannya tanpa mereka sadari, karena dia diajari seperti itu sejak kecil.


Our UnluckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang