Dicafetaria hotel, Luca yang ingin membeli minuman tak sengaja melihat Wind yang sedang duduk disalah satu meja dengan minuman kaleng dimejanya dan juga terlihat sedang bertelepon dengan orang.
Luca yang penasaran-pun duduk disalah satu meja yang dekat dengan Wind, disisi yang tak akan terlihat Wind yang terlihat fokus bertelepon.
"Iya, iya, Sena, selamat atas kemenanganmu di Taekwondo kemarin~" Wind dengan senyum diwajahnya
Sena? Dia berteleponan dengan Sena?
"Jadi? Ada apa kau meneleponku sejak tadi pagi?" Sena sudah menelepon Wind sejak pagi namun tak diangkatnya karena Wind mengurusi hal lain diponselnya dan tak berniat mengabari Sena juga.
"Cherry? Hah~ dia memang selalu mengurusi hal yang tak penting seperti ini, aku dan dia tak ada masalah apapun, dia saja yang tiba-tiba menghindariku, yah, itu bukan masalah besar, orang-orang memang akan tiba-tiba menghindariku, tokoh publik memang selalu memiliki rumor buruk bertebaran dengannya, 'kan? Dia pun tak ada bedanya, sama seperti kelas 10 yang kuceritakan padamu 2 tahun lalu dan tak usah sok peduli, selalu saja mencari kesalahanku." Wind dengan tawa kecilnya tak terlalu serius menanggapi Sena saat ini.
Aku tak ada bedanya?!
"Apa maksudmu?!" Luca yang tiba-tiba saja membalikkan tubuh Wind yang sedang berteleponan dengan Sena dan menarik kerah bajunya dengan mata yang penuh kemarahan entah mengapa.
Wind tak terlihat terkejut sama sekali bagaikan ia sudah tahu bahwa daritadi Luca dibelakangnya, walau ia tak mengetahuinya sama sekali.
Wind langsung mematikan ponselnya dan berdiri dari duduknya, melepaskan genggaman Luca dari kerah seragam sekolahnya.
"Seharusnya aku yang bertanya begitu, 'kan? Pecundang~" Wind dengan mata menantangnya dan tak terlihat mengerti maksud perkataan Luca yang tiba-tiba mengcengkram kerah seragam sekolahnya.
Benar juga, kenapa akhir-akhir ini aku menjadi sangat tidak jelas seperti ini?!
Memangnya apa masalahku jika Wind berpikir aku sama saja dengan yang lain? Apa yang membuatku frustrasi seperti ini?!
Wind menatapnya dengan tatapan yang sama seperti dia melihat orang asing, siapapun itu, Wind memilikinya, tatapan hampa itu.
"Jika kau diam saja, lebih baik kau lebih dulu keruang berkumpul dan tak usah melampiaskan emosi tak jelasmu padaku, pecundang." Wind yang langsung berjalan menggabaikan Luca yang dalam suasana frustrasinya.
Satade tak mungkin berbohong padaku.
"Apa kau membunuh keluarga Satade?" Tanya Luca dengan spontan tanpa memikirkan perasaan Wind sama sekali saat menanyakan hal tersebut.
Aku tak ingin menanyakan ini, karena tak memercayainya, namun aku hanya ingin mendengar langsung darimu jika semua itu tak benar.
Wind sempat berhenti berjalan saat mendengar pertanyaan Luca namun, ia lanjut berjalan seolah tak mendengarnya.
Waktu berkumpul sudah tiba dan para murid juga sudah sampai semua.
"Rapat ini hanya untuk mengatakan aktivitas kita selama 5 hari kedepan dan itu akan disampaikan langsung oleh kepala sekolah, silahkan." Sir Dante yang mempersilahkan Kepala Sekolah untuk mengambil alih darisini.
"Besok kita akan ke pantai untuk menjernihkan pikiran kita, dan selama beberapa hari kedepan kita juga akan ke berbagai tempat berbeda, saya ingin trip kali ini menjadi kenangan yang indah untuk kalian semua, karena itu tak usah merasa tertahan dan kalian bisa bersenang-senang! Terutama Wind, tahun ini sudah sangat merepotkan, performamu dalam menangani Luca dan Cherry sangat baik, seperti yang diharapkan dari murid sempurna." Kepala Sekolah sambil tersenyum ramah dan bertepuk tangan dan diikuti murid lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Teen FictionKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...