Cosmos mengabari bahwa Cherry tadi menghubunginya untuk membantunya menyiapkan dekorasi dan pulang lebih dulu pada Luca dan Luca mengatakan alasan lain pada Satade.
Setelah selesai berbicara, Satade menemani Luca melatih kemampuan bermain biolanya dan sekitar jam 6 malam, mereka baru berjalan pulang kerumah Satade, tak disangka mereka akan begitu lama diluar, padahal tadi hanya berencana sejam untuk menyiapkan dekorasi.
"Satade, aku tahu orang-orang seperti Thezzo akan mendatangimu pada waktunya dan kurasa kau tak ingin bertemu dengan orang-orang yang mengkhianati kepercayaan keluargamu, 'kan? Karena itu, bukannya lebih baik jika kita pergi dari kota ini? Yang banyak mimpi buruk untukmu dan jugaku?" Ajak Luca, ia ingin memulai lembaran baru dan merelakan apa yang terjadi pada keluarganya.
Saat kecil, Luca cukup akrab dengan neneknya yang tinggal di Oxford, karena dulu mereka sempat tinggal disana sementara dan itu juga salah satu alasan Luca ingin ke universitas Oxford.
Luca juga terkadang saling memberi kabar dengan neneknya, disaat Ayahnya sibuk dengan keluarga barunya, Luca masih memiliki neneknya yang peduli akannya dan sering menanyakan kabarnya.
Dan beberapa bulan ini, Luca juga telah memikirkan bagaimana agar ia bisa menjalani hidup dengan lebih baik, saat itulah harapan yang sudah lama hilang itu mengingatkannya kembali bahwa ia sempat ingin belajar di Oxford.
"Kota ini sudah terlalu menyesakkan, kan?" Ucapnya dengan acuh tak acuh.
"Mungkin, aku rasa tak ada salahnya mencoba, lagipula ini juga demi adik-adikku, agar aku bisa fokus pada mereka dan memberikan mereka kebahagiaan yang tak lagi kudapatkan dari kedua orang tuaku," Sambung Satade setuju, ia sudah mulai tercerahkan, walaupun ia tahu luka itu tak akan pernah hilang, kalau begitu kita fokus ke hal lain yang lebih baik daripada fokus akan perasaan negatif itu.
Luca yang mendengarnya langsung berhenti jalan dan menengok kearah Satade, "Aku senang mendengarnya, mari kita sama-sama membuka lembaran baru, ok?" Luca dengan senyum lebarnya, tampaknya hal-hal baik sudah terus mendatanginya akhir-akhir ini.
"Adik-adikmu bisa tinggal dirumah nenekku, karena Ayahku berasal darisana dan dari keluarga berkecukupan, rumah itu lebih dari cukup menampung mereka." Luca yang jadi bersemangat, dengan begini Wind-pun akan senang jika melihat Satade bisa mengikhlaskannya dan memiliki kehidupan lebih baik.
Disepanjang jalan, Luca dan Satade cukup berbincang banyak hal, soal apa yang ingin mereka lakukan dan tempat-tempat hiburan yang menarik disana.
Sebagian dari diri Satade melakukan ini juga karena permintaan Luca, sejak Luca mengajaknya, ia berpikir serius akan hal itu, apakah itu hal yang benar untuknya lakukan, apakah orang tuanya akan senang akan hal itu.
Sesampainya, didepan rumah, Luca menyuruh Satade masuk lebih dulu karena ia tahu, adik-adik Satade sudah menunggu dibalik pintu itu.
Satade benar-benar lupa bahwa hari ini ulang tahunnya, walaupun adik-adiknya selalu merayakannya tiap tahun dan ia senang akan hal itu namun, entah kenapa ulang tahun yang kali ini terasa berbeda.
Satade benar-benar meneteskan air matanya seketika ketiga adiknya dan Anne melemparkan party popper padanya dan dengan nada yang seiring mengucapkan, "Selamat ulang tahun, Kak Satada yang ke-18." Dengan senyum lebar mereka.
Ternyata begitu, rasanya senang dengan tulus tanpa perasaan beban apapun di hati kita, walaupun hanya kalimat sesimpel itu bisa menyentuh hati Satade yang dingin.
Satade langsung menghapus air matanya dan memeluk ketiga adiknya itu dengan erat, rumah didekorasi sebegitu indah dan niatnya, Anne yang melihatnya ikut tersenyum.
Kejutan mereka berhasil membuat Satade kembali seperti dirinya yang biasa, rasanya sama seperti saat pertama kali mereka merayakan ulang tahun Satade hanya berempat, Satade menangis dan terlihat begitu senang.
Tahun-tahun sebelumnya, ia hanya terkejut dan berterimakasih, lalu memakannya bersama dengan mereka tapi, kali ini dia terlihat benar-benar lega, entah apa yang terjadi pikir Anne, namun ia senang melihatnya, karena Satade sangat tertutup, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan agar Satade bisa lebih terbuka.
Setelah itu, mereka semua langsung keruang tengah, makan bersama dan merayakan bersama diisi dengan candaan dan cerita-cerita mereka, Satade juga tak mempermasalahkan Cherry yang hadir walau sempat beberapa kali berargumen.
"Aku tak menyangka itu alasan sebenarnya Luca mengajak keluar, pantas saja kalian aneh." Tutur Satade tersenyum senang, karena akhir-akhir begitu banyak yang harus dipikirkan, Satade jadi benar-benar lupa dan dariawal-pun ia tak menganggapnya penting.
"Aku kira Satade sadar, ternyata tidak? Bodohnya," Ujar Theo mengeleng-geleng kepalanya tak percaya dan meremehkannya.
Satade langsung menarik Theo dan merangkulnya dengan sedikit tekanan, "Ahaha, aku lengah sekali~" Satade dengan tekanan yang diberikan pada Theo.
"Apa kakak senang?" Tanya Linaaria untuk mendengarnya langsung dari Satade akan membuatnya lebih senang.
"Iya, kakak senang sekali, makasih ya." Satade yang mengelus rambut Linaaria, diantara yang lain dia yang paling peka perasaan keluarganya, karena itu melihat Satade tak makan bersama mereka dan tak berbicara dengan mereka membuatnya khawatir.
"Kalau gitu, setiap kakak dalam suasana hati yang buruk, kita lakukan ini saja." Saran Ella, dia yang tak sempat mengingat orang tuanya menganggap Satade sosok yang penting dalam hidupnya.
Satade yang mendengarnya tertawa, "Bicara apa kau ini? Ada-ada saja, lagipula melihat kalian yang selalu mendukung dan ada untuk kakak, itu yang penting dan membuat kakak sangat bahagia," Apa yang Satade katakan memang benar adanya, setiap ia pulang kerja dengan kelelahan ia selalu berpikir, lebih baik berhenti bersekolah dan menunggu kematian saja namun, melihat mereka yang selalu menyambut kepulangan Satade dengan senyum manis dan cerinya membuat Satade ingin berjuang untuk mereka dan selalu ada untuk mereka.
"Kalau gitu besok masuk sekolah ya." Sindir Cosmos, agak terkejut melihat sisi Satade yang menangis tadi, mengingat Satade sangat dingin padanya dan memang itu sifat yang dimilikinya.
"Tergantung." Jawab Satade singkat, mengingat disekolah ada Wind sungguh membuat suasana hatinya memburuk kembali.
"Ya, kalau begitu, ikut dengan Luca ke Oxford mungkin hanya angan-angan~" Sindir Cherry yang daritadi memakan kuenya tanpa rasa sungkan.
"Oh? Kurasa nilaiku melebihimu setidaknya." Balas Satade yang masih tak senang akan kehadiran Cherry, walau Cherry benar-benar tak mengungkit Wind daritadi walau biasanya setiap 10 menit sekali ia akan mengungkit nama Wind dipembicaraannya.
"Mungkin, mungkin, tapi Luca, bagaimana menurutmu jika foto Satade menangis ku panjang dikelas? Menghibur sekali, 'kan?" Cherry yang langsung mengangkat kameranya dan melihat foto-foto yang ia ambil tanpa sepertujuan Satade.
Satade yang mendengarnya langsung memerah wajahnya, "Kau memfotonya?! Dasar fotografer tak jelas, hapus fotonya!" Satade yang langsung mencoba mengambil paksa kameranya, walau Cherry langsung bersembunyi dibelakang Luca.
Luca yang melihatnya tertawa lepas, ia juga menyuruh Cherry jangan menghapusnya karena itu hal langka dan lagipula acara-acara seperti ini memang harus dikenang.
Luca, Cosmos dan Cherry bermain ditempat itu sampai cukup larut dan sebelum Luca keluar dari rumah tersebut, Satade sempat menahannya.
"Luca, terima kasih, berkatmu kurasa aku sedikit merasa bebas, kuharap kedepannya hal baik akan berdatangan, sampai jumpa besok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Teen FictionKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...