Chapter XV - 2

0 0 0
                                    

Luca telah mendengar seluruh kisah Wind dan ia berakhir tak bisa berkata-kata setelah mendengar semua yang telah Wind lalui sepanjang hidupnya, padahal ia hanya anak remaja berusia 18 tahun, apa harus menjalankan hidup yang menyesakkan seperti itu, pikir Luca.

Dariawal ia tahu bahwa dia dan Wind memiliki beberapa hal yang sama, salah satunya adalah bagaimana mereka menjalani hidupnya tanpa tujuan apapun dan hanya hidup dengan pasrah menerima situasi dimana perlahan membuat mereka semakin kehilangan alasan hidup dan jati dirinya sendiri.

Ia telah melihat sisi Wind yang rapuh dan bukan dirinya yang selalu ramah, berkata sesukanya dan dijadikan panutan oleh orang sekitarnya, dimanapun ia berada.

Dariawal Wind masuk kesekolah itu, Luca telah memperhatikannya secara tak kentara dan diam, selalu berharap bisa menjadi Wind yang memiliki kehidupan sempurna, tapi sekarang rasa-rasanya, ia ingin menjadi Wind untuk menggantikan posisinya, agar Wind tak harus menanggung semuanya sendirian.

Luca yang menjadi pendengar malah tak bisa menahan diri dan malah menangis didepan Wind, sebaliknya Wind yang tetap tersenyum, membuatnya semakin sedih.

"Kau sebagai saksi bahwa aku ada sudah cukup untukku, Luca, kau hanya orang asing yang muncul begitu saja dikehidupanku, namun entah sejak kapan dan tanpa sadar, aku telah menambah bebanku, lucu sekali, Luca, apa kau berjanji akan terus di pihakku?"

Disaat subuh, ditaman tersebut terlihat Luca yang tertidur dengan menyandarkan kepalanya di pohon dan Wind yang menyandarkan kepalanya di bahu Luca dan mereka dibangunkan oleh sahutan penjaga yang menjaga taman tersebut.

"Hei, kalian ini, masih disini? Malah tidur disini, cepat kembali kekamar kalian!" Semalam Luca meminjam tempat tersebut saat mau ditutup karena ia masih berbicara dengan Wind, walaupun Wind mengatakan untuk melupakannya saja, Luca tetap keras kepala.

Wind dan Luca sama-sama terbangun dan meminta maaf sekaligus berterima kasih sudah meminjamkan tempat tersebut dan mereka segera kembali kedalam hotel.

"Ah, aku belum makan dari kemarin, gimana keluar dulu dan cari makan?" Tanya Wind sambil memegangi perutnya, Wind benar-benar menceritakan semuanya pada Luca, lagipula hanya pada Luca, ia merasa bisa membagikan semua beban pikirannya.

Luca terlihat diam saja, Wind yang melihatnya langsung menepuk pundaknya, "Kau baik-baik saja?" Tanya Wind takut jika Luca terlalu kepikiran akan pembicaraan mereka semalam.

"Wind, soal Ocean, bukannya lebih baik kita cari solusinya? Terus bertahan dengan orang seperti itu hanya akan membahayakanmu, banyak orang peduli akanmu, hidupmu berharga, jangan pernah membuatku seolah-olah tanda bahwa kau pernah ada, buktikanlah dengan terus hidup dan terlepas dari belenggu itu." Ujar Luca, setelah terbangun dari tidur yang menyebabkan mimpi buruk tadi, ia telah memutuskan, akan mencari solusi untuk membebaskan Wind.

Wind tampak terkejut akan perkataan Luca, "Kau tidak menyimak? Itu tak mungkin, Kakakku saja berakhir dalam skemanya, dia juga sangat pandai kalau bermain kotor, kau pikir aku tak mencobanya? Aku tak bisa kabur darinya, selama ia tak membiarkanku bebas." Ujar Wind, Kakaknya saja yang sangat ia andalkan dan orang-orang takuti berakhir ditangannya, Wind hanyalah boneka untuknya tak lebih.

"Kalau gitu buat dia membebaskanmu, Wind, kau sudah cukup mengalami semua itu, berapa kali nyawamu diambang-ambang karenanya, dia hanya ingin menyiksamu, itu tujuannya tak lebih, karena kau adik dari orang yang menghancurkan namanya!" Bentak Luca yang menjadi emosional, ia tak bisa melihat Wind terus-menerus mengalami hal tragis seperti itu, kebahagiaan tak akan datang selama Ocean disisinya.

"Luca, kau salah jika mengira hanya hal tragis yang kualami, waktu-waktu yang kuhabiskan bersamamu, Cherry, Kittale dan Sena adalah kebahagiaanku, kalian adalah wujud dari kebahagiaan untukku, karena itu aku tak masalah, aku mohon, jangan mendekati Ocean, aku tak ingin kau hal buruk terjadi padamu." Wind dengan mata yang penuh akan khawatirnya, karena Luca keras kepala, Wind jadi khawatir.

Luca terdiam sejenak, walau tak ingin mengakuinya, fakta bahwa saat ini tak ada yang mereka lakukan adalah kenyataannya, Wind melebihi Luca dalam segala aspek, tentu saja jika bisa kabur, ia sudah melakukannya, siapa juga yang mau diatur-atur dan dikendalikan bagaikan boneka.

"Kau benar, maaf aku terlalu kekanakkan, lebih baik cari makan dulu." Ujar Luca tertawa canggung dan langsung berjalan lebih dulu, Luca tak boleh sembarangan mendekati Ocean, yang ada posisi Wind akan lebih berat.

Wind yang melihatnya dari belakang mengikutinya, ia tahu apa yang Luca pikirkan, tapi ia sendiri juga tak tahu harus bagaimana, Wind hanya bisa melakukan segala hal agar teman-temannya tak dalam bahaya karena ulah Ocean.

Liburan terasa berjalan begitu cepat, sejak percakapan tersebut, Luca sudah tak mengungkit-ungkit Ocean ataupun membicarakan masa lalu Wind, ia kembali bersifat seperti biasanya, justru mereka terlihat lebih dekat dan murid-murid juga menyadarinya kalau mereka tampak selalu bersama, dengan Cherry juga.

Satade juga tak mendekati Wind lagi, lagipula dariawal ia tak berniat berada di satu lift yang sama dengan Wind.

Dan hari ini adalah hari terakhir camp mereka, sehabis dari pantai mereka langsung kembali kesekolah dan setelah hari libur, mereka masuk seperti biasanya.

"Kurasa aku harus bicara dengan Satade, jika dia membencimu aku tak akan memaksanya memaafkanmu, kau juga tak ingin dia tahu secara menyeluruh, sampai sana aku tak boleh ikut campur, aku sadar akan hal itu, tapi aku akan mencoba membantunya untuk lebih mengikhlaskannya dan agar dia fokus pada apa yang dia punya dan dirinya sendiri, agar dia tak harus hidup dalam kebencian terus menerus." Ujar Luca, kebencian yang Satade miliki pada Wind hanya akan mengikatnya dan Luca tak ingin Satade terus-menerus seperti itu, karena hal seperti bertahan hidup demi membenci orang akan berakhir tak bagus.

Wind juga sudah menyarankan hal tersebut, Satade saat ini hanya punya Luca yang bisa dia andalkan, hanya Luca yang bisa membuat dirinya lebih baik atau bahkan mengikhlaskan masa lalunya.

Dan setelah itu aku akan mencari cara membebaskanmu dari Ocean, aku berjanji.

"Ya, itu keputusan yang bijak, kalau bisa kau bawa dia pergi menjauh dari kota ini, dimana dia bisa melihatku, selama Kittale, Maels dan Sena ada disini, Ocean juga tak akan pergi." Saran Wind dengan senyum tragisnya.

3 orang itu akan terus mencarinya jika Wind tidak ada kabar dan sifat mereka yang sangat peduli pada Wind membuatnya semakin menganggap berharga temannya itu.

Dia manusia yang sangat mudah terbawa suasana dan dia sangat berperasaan, Ocean memanfaatkan sisi lembutnya itu yang merupakan kelemahannya.

Rumah kaca milik De Rize, bunga Wisteria mendominasi rumah kaca itu, katanya bunga itu mengartikan panjang umur dan ketahanan yang kuat, sama seperti De Rize, yang akan selalu hidup dengan ambisinya untuk berdiri di puncak, dimana tak ada orang bisa mengatur atau bahkan melawannya.

"Berbeda dengan Mare yang tak memiliki perasaan, Wind itu bagaikan air penuh di gelas yang walaupun digerakkan perlahan akan tumpah, dia lemah lembut dan sangat berperasaan, seperti ibunya, orang memberi dia permen dan dia akan menganggap orang itu baik dan memercayainya, orang seperti itu, kalau tidak dibawah bimbinganku juga cuman dimanfaatkan sana sini, karena itu, biar aku saja yang merawatnya, walaupun kakaknya telah membunuh seluruh keluargaku." Ocean dengan senyumnya yang angkuh dan mengelus daun bunga Wisteria.


Our UnluckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang