Sungguh hal bodoh apa yang kudengar dengan Satade beberapa jam yang lalu?
Wind membunuh orang?! Konyol sekali, itu Wind, betapa dingin dan menjengkelkannya, tak mungkin sampai membunuh orang, terlebih orang tua Satade, apa alasannya?
Alasan mengapa Satade mengatakan hal seperti itu hanya agar Wind terlihat buruk dimataku, tapi, Satade bukan tipe orang seperti itu, dia teman masa kecilku, aku mengenalnya sudah sangat lama.
Satade tak menjelaskan semuanya karena Luca yang langsung mengatakan ia membutuhkan waktu sendiri untuk mencerna semua itu, Satade dengan terlihat begitu putus asa mengatakan bahwa orang tuanya dibunuh didepan matanya dan dia dan Wind sudah mengenal sejak lama juga, saat itu juga Wind memegang pistol dengan kedua tangannya dan jejak darah-pun ada diwajahnya.
Semua pemandangan itu sangat jelas di ingatan Satade, dia tak pernah melupakannya sedikitpun, padahal Wind adalah salah satu anak yang juga dirawat oleh kedua orang tuanya, sejak hari itu dia juga tak masuk sekolah lagi dan muncul kembali 3 tahun lalu.
Padahal, dulu hubungannya dan Satade sangat erat, bahkan sifat merekapun sama persis, dibanding anak lain, Wind lebih seperti saudara untuk Satade saat itu.
Luca yang tak tahu harus merespon seperti apa terus mengabaikan Wind disaat dia sangat tak percaya akan hal yang Satade katakan namun, disisi lain Satade bukan pembohong.
Terlebih, Luca mengingat perkataan Maels yang katanya pembunuh yang ditangkap mengatakan kalau ia dijebak dan untuk keluarga elite seperti De Rize, bukan tak mungkin mereka memanipulasi semuanya untuk menutupi kesalahan Wind yang merupakan pewaris De Rize selanjutnya.
Tatapan mata Wind disaat ia melihat Ayah Cherry juga terlihat sangat bukan dirinya, dari lubuk hatinya yang terdalam-pun ia tahu, Wind itu terlihat sangat jauh baginya, walaupun mereka sudah berteman, sejujurnya jika dipikirkan, Luca tak tahu apapun mengenai Wind maupun keluarganya.
Apalagi sejak kejadian kelas 10, Luca selalu merasa Wind itu seperti sangat datar dan hampa, Luca tahu karena ia juga merasa seperti itu tiap harinya, dia bertahan hidup dengan pasrah tanpa hasrat.
Wind dan Luca yang duduk bersebelahan tampak diam satu sama lain sepanjang perjalanan, walau terkadang Luca melihat Wind dari pantulan kaca disampingnya.
Bagaimana aku harus menghadapi Wind setelah hal yang kudengar dari Satade.
2 jam perjalanan akhirnya ketiga bus itu sampai ditujuan dan para murid-pun mengambil koper masing-masing dan turun dari bus, Luca mengira Wind akan bertanya sesuatu namun, ia tampak cuek seperti biasanya.
Cherry yang melihatnya sedikit kecewa karena tak ada tanda-tanda baikkan dari kedua temannya itu.
Setelah sampai, semua murid masuk kedalam hotel bersama 4 guru yang ikut mereka, didalam hotel De Rize memiliki beberapa ruang VVIP yang lebih luas dari kamar lainnya dan juga terkadang digunakan untuk rapat, namun kali ini barang-barang didalam seperti tempat duduk dan meja panjang dipindahkan ketempat lain jadi ruanggan itu kosong dan hanya ada beberapa sofa untuk duduk, ruanggan besar itu bisa mengcakup semua murid kelas 12 tanpa terhimpit-himpit satu sama lain.
Hotel dengan nama The Grand Deluze adalah hotel milik De Rize dan juga Keluarga Mafuro dari jepang, selain keluarga yang cukup terkenal di Jepang dan Pengusaha sekaligus Designer ternama di New York, siapa yang tidak ingin merasakan fasilitas hotel disana.
Hotel yang selalu penuh tiap harinya dan harus membuat resepsi lebih dulu jika ingin menginap melalui gmail Hotel tersebut, karena itu ruang rapat memang sengaja dikosongkan sebagai tempat berkumpul para murid.
"Kelompoknya sudah ditentukan dan sudah dikirim di Grup Chat, ketuanya juga sudah tertulis, sekarang kalian kekamar masing-masing dan rapi-rapi dulu dan bertemu disini lagi nanti jam 2 sore." Ujar Walikelas Wind, Sir Dante, salah satu guru yang sangat disukai para murid perempuan disekolah.
"Kita sekamar, beruntungnya." Satade yang menyiku Luca yang berdiri disampingnya, sejak menjauhi Wind, Luca tampak akrab kembali dengan Satade namun, karena mereka memang bersahabat, orang-orang tak terlalu memedulikannya.
"Benar juga, aku belum mengecek ponsel daritadi, ada siapa saja?" Tanya Luca yang terlalu fokus akan pemandangan sekitar dan tidak mengecek ponselnya selama perjalanan tadi.
Dikamar 1331, Wind kembali dengan kunci kamar ditangannya disaat yang lain menunggunya.
Wah, dari begitu banyak murid, harus Wind? Kebetulan macam apa ini, apa ini ulah Cherry? Tapi rasanya tak mungkin, mengingat Kittale adalah orang yang mengaturnya.
Saat mereka masuk, ternyata hanya ada 3 ranjang, disaat mereka ada 5 orang dikelompoknya, mungkin guru hanya memberitahu bahwa setiap kelompok ada 4 murid, namun beberapa kelompok memiliki 5 murid.
"Wah, harus ada dua orang yang tidur di bersama, kah? Wah, dikasur sempit ini, bagaimana kita suit untuk menentukan siapa yang mendapat ranjangnya?" Kata Sean, salah satu anggota dalam kelompok Wind.
"Tidak usah, ada 1 kasur tanpa dipan di lemari, satu orang bisa tidur disana, kalian bisa menentukannya, aku akan tidur di sofa." Ujar Wind yang tak ingin terlalu lama berdiskusi dan lagi ia tak masalah dengan itu.
"Wah, terima kasih Wind sudah mengalah, karena kau si sempurna, kau bisa saja menang karena keuntungan menyelimutimu." Sean yang terlihat sangat senang, karena ia tak ingin tidur di kasur tanpa dipan ataupun di sofa.
Keuntungan menyelimutinya, kah? Apa benar begitu?
"Tidak usah, aku saja, kau bisa tidur di kasur tambahannya." Ujar Luca, entah kenapa rasanya tak tega menyuruh Wind tidur di sofa yang lebih kecil dari tubuhnya.
Semua orang dikamar tampak sedikit terkejut akan perkataan Luca, padahal beberapa hari ini hubungan mereka terlihat buruk.
"Tidak, aku sudah menentukan begitu, tidak usah komplain, lebih baik kita segera merapikan hal yang perlu dirapikan dan segera berkumpul." Wind yang menjawab dengan cueknya dan sambil berjalan menuju kamar, walau ia tak menggunakan kasur yang dikamar, ia membantu mengeluarkan ranjang tambahan dan juga menaruh beberapa pakaiannya disana yang bisa dibagi menjadi 5 orang.
Mereka langsung mendengarkan perintah Wind dan juga karena Luca mengatakan ia yang akan tidur di kasur tambahan, tidak diadakan suit, walau Satade sempat menawarkan diri, Luca menolaknya.
Apa yang tadi kulakukan? Dan juga kenapa kesannya seolah-olah aku yang dibuang?
Wind yang selesai lebih dulu langsung keluar kamar dan mengingatkan sekali lagi untuk tidak telat ke ruang berkumpul nanti jam 2 dan langsung meninggalkan kamar.
Wind sedikitpun tak tampak berubah atau bertanya walau aku menjauhinya, apa dia memang dariawal tak menganggapku temannya? Dan dia memang tipe orang yang bisa membunuh orang yang merawatnya?
Sebenarnya apa yang terjadi? Aku tak mengerti sama sekali situasi saat ini.
__________________"Sebenarnya apa yang membuat anda menggurungkan niat untuk membunuh Satade?" Tanya seorang pria dengan jas hitamnya dan tampak berwibawa.
"Sudah kujawab, karena permintaan Wisteria-ku." Jawab seseorang sambil menyirami air dikebunnya yang didalam rumah kaca.
"Heh, kau tak pernah menganggapnya lebih dari mesin pembunuh-mu, pasti ada alasan lain, 'kan?" Sahutnya dengan nada santai dan tak percaya sama sekali akan perkataan pria tersebut.
"Mungkin~"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Teen FictionKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...