Ditempat les, akhirnya semua sudah berkumpul 3 menit sebelum guru masuk dan ini kali pertamanya, aku melihat perempuan bernama Sena itu.
Seperti dugaanku, dia model yang sempat iklan bersama Wind di iklan parfum milik De Rize, walau dia hanya muncul di iklan itu, dia cukup dikenal akan kecantikkan dan elegannya.
Dia bukan tokoh publik namun, untuk beberapa alasan terkadang dia menjadi model untuk beberapa nama terkenal diberbagai Negara juga, ternyata dia teman Wind.
"Eh, jadi ini dua murid yang kau rekomendasikan? Biar kutebak ini kedua pembuat onar yang sering kau bicarakan itu? Dan ini Luca si kasar?" Ujar Sena dengan spontannya dan sambil melihat Luca selama beberapa saat mencoba memantau.
Luca si kasar? Itu yang dia katakan pada perempuan ini? Dan lagi, ini yang katanya elegan itu? Tampak sembrono dan antusias sekali, mengingatkanku pada Cherry sedikit.
"Oi, apa yang kau bicarakan?" Wind dengan tatapan kesalnya, ternyata Wind juga bisa berekspresi kesal dan terganggu seperti itu.
Dan ternyata, hubungan mereka sebaik itu sampai Wind menceritakan soalku dan Cherry padanya? Wind yang sangat tertutup.
"Memangnya salah? Lagipula, aku memang sangat penasaran pada mereka sejak kau menceritakan soal mereka." Ujar Sena dengan senyumnya yang selalu menghiasi wajahnya itu.
"Aku bercerita juga karena kau menggunakan cara yang salah." Kata Wind yang terlihat sangat pasrah dengan Sena.
Cara yang salah?
"Sudah, sudah, kalian ini kenapa bertengkar mulu?" Tanya Maels menghentikannya sebagai penengah.
Les kali ini berakhir dengan sangat melelahkan, tidak ada jauh bedanya dengan Wind, kalau begini sama saja aku menghabiskan waktuku dengan belajar.
Hari ini untungnya Cherry sangat diam, tumben juga, kenapa anak itu? Cemburu melihat Sena dan Wind?
Dua orang yang tampak jauh itu memang serasi secara fisik, walau daritadi hanya beradu mulut, rasanya tak pernah melihat Wind yang kesal karena perempuan.
Tapi, Wind juga terlihat lebih bebas dan tak terlihat memaksakan dirinya sebagai Wind si sempurna, mungkin karena mereka sudah mengenal satu sama lain sejak lama.
Disaat dijalan, Luca kembali termenung akan apa yang harus ia katakan atau bagaimana caranya ia menghadapi Ayah dan Ibu tirinya yang saat ini sedang mengandung.
Luca takut hal yang ia takutkan akan benar-benar terjadi dan jika itu terjadi rasanya Luca merasa akan semakin jatuh lebih kedalam dan disaat pikiran ketakutan muncul satu persatu dengan perasaan cemas mengikat hatinya, ia tanpa sengaja melihat papan iklan yang besar dijalan raya dengan Wind sebagai modelnya, baju, parfum, perhiasan, sepatu semua dengan nama terkenal dari berbagai Negara tak bisa dibayangkan betapa terkenalnya dan sibuk sosok Wind.
Tapi dia selalu tampak santai, bersekolah dan setelah itu les dan setiap melakukan berbagai hal berbeda itu, Wind selalu tampak fokus akan hal itu, bagaikan itu tujuannya dan tak ada apapun yang menganggu pikirannya.
Mungkin itu salah satu alasan aku mengangguminya, tatapan matanya saat dia melakukan sesuatu cukup indah dan juga hampa diwaktu yang sama.
"Walaupun begitu, disisi lain aku juga membencinya, dia yang tampak hampa dan juga indah diwaktu yang sama, berbeda denganku, perbedaan kami begitu besar dan aku sangat iri dengannya." Gumam Luca dengan suara kecilnya tanpa ia sadari.
Selama 3 tahun, Wind tak pernah berubah sedikitpun, apa memang dia sempurna tanpa kekurangan? Atau dia memilikinya dan menyembunyikannya?
Tapi bermuka dua itu juga kekurangan, kah? Lagipula, menyembunyikan kekurangan adalah kelebihan manusia.
Dengan mengingat perkataan Wind mungkin itu sedikit melegakannya, entah mengapa, sangat misterius.
Sesampainya dirumah, Luca memilih menghindari berkontakkan langsung dengan Guinevve ataupun Ayahnya sambil memilih waktu yang tepat untuk bicara empat mata dengan Ayahnya yang terbutakan cintanya pada Guinevve, adik kandung ibu Luca sendiri.
Dikamar Cherry yang terkunci rapat, dia selalu mengunci rapat kamarnya agar Ayahnya yang pemabuk itu tak menganggunya.
"Hah~ melelahkan sekali! Siapa Sena itu? Bahkan Luca juga daritadi bentar-bentar lihat ke arah Wind dan Sena, apa dia suka pada Sena? Sebegitu cantiknya Sena?" Cherry yang langsung menghempaskan tubuhnya kekasur sambil melihat langit-langit kamarnya.
Apa yang harus Cherry lakukan pada perasaannya pada Wind dan apa dirinya harus memercayai Wind tidak mungkin melakukan hal kriminal seperti itu atau cari tahu lebih dalam soal perkataan Satade mengenai Wind, pikiran itu terus menerus muncul di benak Cherry seharian sejak melihat kedua orang itu dilorong.
Tiba-tiba saja, seseorang menggedor-ngedor pintu kamar Cherry dengan berulang kali dan kasar.
"Oi, ini ayah, bukakan pintu, putriku." Ujarnya dengan suara lembut mencoba memancing Cherry keluar.
Cherry yang mendengar itu langsung duduk dari baringnya dan melihat kearah pintu dengan mata sedikit takutnya.
Mau apa lagi pria tua itu?! Kemarin bukannya uangnya sudah kuberikan padanya?
Sebentar diam lalu, terdengar dari kamar bahwa Ayah Cherry mengamuk dengan menendang-nendang pintu kamar Cherry.
Cherry yang semakin takut mencoba memberanikan diri dengan menghirup udara lalu mengembuskannya dan perlahan berjalan kearah pintu memegang gagang pintu dengan dilemanya.
Tangannya yang gemetar tetap membukanya.
"A-ada apa? Uangnya sudah kuberikan, 'kan? Kemarin." Cherry yang tak tahu ulah apa lagi yang ingin Ayahnya lakukan.
"Ayah ada hutang dengan teman ayah, yang kemarin juga sudah habis untuk mentraktir calon ibumu, berikan lagi, untuk kebaikkan kita." Ayahnya dengan nada datar dan tatapan mata mengintimidasi Cherry.
Calon ibu? Mentraktirnya? Uang yang telah susah payah dari hasil kerjaku digunakan untuk wanita asing yang baru ia kenal sehari dan dia jadikan calon ibuku?!
"HENTIKAN OMONG KOSONG, AYAH!" Bentak Cherry, 9 tahun sejak ibunya kecelakaan karena ulah ayahnya, Cherry sudah cukup dengan semua perlakuan ayahnya terhadapnya.
Mendengar bentakkan Cherry, Ayahnya tanpa segan-segan langsung menamparnya dengan keras sampai bibir Cherry robek sedikit.
"Oi, tahu diri! KARENA IBUMU YANG MENINGGALKANKU SEMUA INI JADI TERJADI! HIDUPKU HANCUR KARENA KALIAN BERDUA!" Ayahnya yang jadi murka melihat tingkah Cherry.
Berkatnya, aku memiliki keberanian ini.
"Bersikap tak berdaya seperti itu yang membuatnya bisa memanfaatkanmu, kurasa kau harus memberanikan diri agar bisa maju, aku akan selalu mendukungmu juga, jadi tak perlu takut."
Setiap aku memikirkan senyumannya, entah kenapa aku merasa diriku sangat beruntung dan rasanya keberanian untuk menghadapi semua ini muncul dihatiku.
"Sebaliknya, hidup kami hancur karenamu! Dariawal kau menodai mama dan pernikahan ini hanya karena perjodohan, aku lahir karena kebodohanmu sendiri, dan saat mama mulai mencintai pria busuk sepertimu kau malah terus mempermainkan perasaannya dan memanfaatkannya sampai kecelakaan itu terjadi! Aku sudah cukup menerima tingkah lakumu yang bodoh dan konyol! Semua uangnya juga sudah kuberikan jadi, tinggalkanku sendiri." Cherry yang langsung membalikkan badannya, merasa mual melihat wajah Ayahnya.
Aku mengatakannya, akhirnya, walau aku tahu bagaimana reaksi pria tua itu.
Dijam istirahat, Luca mendatangi meja Wind karena penasaran akan sesuatu.
"Cherry, tak masuk hari ini, dia tidak mengabarimu?" Luca yang merasa dari kemarin Cherry bertingkah aneh dan tidak seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Teen FictionKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...