Luca dan Satade yang hampir terjatuh kedalam jebakkan binatang, Satade didorong dari tempat dimana bawahnya adalah jebakkan tersebut oleh Wind agar tak terjatuh disaat Luca juga mendapatkan dampak tak sebegitunya berkat Wind yang cepat tanggap dan mencari posisi dengan dampak terkecil.
Apa yang kulakukan?
"Wind, Luca, kalian baik-baik saja?" Teriak Yolo sambil melihat Wind dan Luca yang didasar lubang, untungnya masih terlihat artinya tak sedalam itu.
"Kami baik-baik saja!" Balas Wind.
"Kami akan mencari bantuan, tunggu sebentar!" Teriak Yolo sambil menyuruh Sean mencari tali atau apapun itu untuk mengangkut Wind dan Luca.
Karena daritadi Luca berputar-putar, waktu mereka cukup banyak termakan, peta juga masih ditangan Luca, jika dilempar pun tak akan sampai.
"Yolo! Kau dengarkanku, masih ingat rute kembali?!" Sahut Wind, mencoba mencari alternatif lain.
Karena Yolo cukup pro dalam hal ini, ia masih mengingatnya dan juga tahu rute lain yang aman dan tak tertulis.
"Kau pimpin Satade dan Sean bersamamu dengan kotak itu, berikan pada guru dan beritahu kami ada disini agar tidak terlambat!" Daripada membantu mereka lebih baik segera ke lokasi awal, dalam hal ini Wind sangat serius dan tak mau kalah walau hadiahnya tak berarti apapun untuknya.
"Bagaimana dengan kalian? Apa yakin tak apa jika ditinggalkan?" Ini salah Yolo telah menyuruh Wind mengalah padahal ia tahu bahwa Luca bersikap irasional barusan dan merugikan anggota kelompok.
"Aman! Kau buruan! Jangan buang-buang waktu!" Sahut Wind, saat ini yang paling penting adalah menang, agar tak rugi melakukannya dariawal.
Yolo mendengarkan perintah Wind dan menyuruh Sean kembali, dan ia memimpin jalan, Satade juga tampak syok dengan Wind yang mendorongnya, bertanya apa Wind mencoba menyelamatkannya, jika iya kenapa lebih memilihnya daripada Luca yang merupakan temannya.
Didalam lobang tersebut, Luca tampak pasrah saja dan diam saja.
"Sekarang, kau bangun, pecundang." Ujar Wind, ia sudah cukup menoleransi semua sikap Luca padanya dari kemarin.
Luca mengabaikannya dan hanya menundukkan kepalanya.
Melihat itu, Wind langsung menundukkan badannya dan langsung menampar sisi wajah kanan Luca yang membuatnya tersadar.
"Ada apa denganmu?! Yang sok tahu bukannya sebaliknya? Kau hampir saja mencelakai anggotamu, apa tak bisa berpikir jernih? Apa masalahmu denganku?" Wind yang menatapnya dengan kesal, bukan berarti Wind akan bersikap baik pada Luca hanya karena ia temannya.
"Maaf, aku minta maaf sudah bersikap impulsif seperti ini, maaf sudah membuatmu jatuh kesini." Luca yang tak melihat mata Wind secara langsung, ia sudah sok tahu padahal tidak dan kali ini benar-benar membebani anggotanya.
Wind yang melihat Luca saat ini, berdiri dan menghela nafas.
"Apa karena perkataan Satade yang mengatakan hal itu membuatmu jadi seperti ini? Atau hal lain? Jika kau terus seperti ini, akan sama saja dengan sebelumnya, katakan saja apa yang menganggu pikiranmu." Nantinya usaha Wind akan sia-sia saja, terlebih bukannya Luca sangat membenci dirinya yang seperti ini.
"Kau sendiri." Gumam Luca dengan singkat.
"Aku sendiri? Apa maksudmu? Katakan dengan jelas, aku sedang serius." Balas Wind tak mengerti maksud Luca dan menganggapnya becanda.
"Itu karena kau sendiri masalah pikiranku, aku tidak pernah membencimu dan sudah minta maaf juga atas perkataanku sebelumnya, aku sudah memutuskan untuk tak berpihak pada kau ataupun Satade, terkadang, aku merasa kau bukan tipe orang seperti itu namun, ada sisimu yang tampak mengkamuflase dan membuatku percaya kau bisa saja melakukan hal jahat seperti itu, karena saat kelas 10, kau mendorong paman Smith dari tangga, 'kan?" Luca yang tampak sudah sangat lelah akan semua ini.
Walau benci mengakuinya, sama seperti Wind bagi Cherry, Wind juga berharga untuk Luca, Wind satu-satunya teman Luca yang mengerti dirinya sepenuhnya.
"Tidak, aku tidak membunuh orang tua Satade, dengan mengatakan begitu, apa kau percaya padaku?" Tanya Wind dengan nada datarnya.
"Aku percaya, namun Satade juga bukan tipe orang berbohong seperti itu, tadi saat kami terjatuh kau reflect mendorongnya untuk melindunginya? Sebenarnya bagimu, Satade itu siapa?" Daridulu ia sudah selalu ingin menanyakan hal ini namun, tak berani, karena takut itu topik yang sensitif untuk Satade maupun Wind.
Wind sempat terlihat kaget akan pertanyaan Luca dan setelah itu dia memutuskan untuk duduk daripada berdiri.
"Sama seperti orang tuanya, mereka orang yang baik padaku dan aku tak akan pernah bisa melukai mereka, hanya itu." Tampaknya Wind tak ingin membahas lebih dari hal itu.
"Luca, kau mungkin orang pertama yang mendengarnya, tapi dari semua orang, aku berharap kau memercayaiku, tak peduli seberapa banyak rumor buruk soalku terucap dari orang terdekatmu, aku... Bukan anak kembar De Rize, bahkan aku tak ada hubungan darah dengan De Rize, karena itu banyak hal yang tak bisa kuungkapkan, karena... Itu sama saja dengan membuka luka yang telah kututup dengan perban namun, tak akan pernah hilang bekasnya." Wind dengan wajah datarnya dan tangannya tampak sedikit gemetar.
Luka yang ditutup? Tak ada hubungan darah dengan De Rize?
"Yang jelas, aku memintamu memercayaiku dan jika aku sudah siap menceritakan padamu, aku akan bercerita." Wind yang kembali tersenyum.
Lalu bagaimana dengan keluarga yang tampak bahagia?
"Orang itu, dia mencoba membuatku hidup dan menyiksaku dengan cara apapun, bahkan dia berbohong soal kakakku yang dipenjara dan membuatku terkesan membunuhnya, hanya karena aku adik dari orang yang dibencinya, sungguh tak adil sekali." Wind dengan nada santainya, bagaikan ia benar-benar tak memiliki perasaan sama sekali, walau mungkin manusia sangat mudah beradaptasi dan berkamuflase.
"Wind, aku minta maaf atas semua tindakkanku sebelumnya, aku memercayaimu, aku janji akan selalu memercayaimu, walau apapun yang kukatakan tak akan menghapus semua tindakkan burukku padamu, aku sudah berjanji menceritakan apapun yang menganggu pikiranku padamu, kau juga sebaliknya, aku akan selalu siap mendengarkan ceritamu!" Ujar Luca sambil mengenggam tangan Wind mencoba mengatakan kalau ia mendukungnya dan memercayainya.
Wind sangat terkejut akan perubahan sikap Luca sedrastis itu, mungkin yang dibutuhkan cuman perkataan langsung dari Wind kalau ia tak melakukan hal yang seperti Satade katakan untuk mengyakinkan dirinya sendiri.
"Terima kasih, yah, walaupun ini memang salahmu kita terjatuh, Luca, apa kau yakin hanya itu yang membebanimu? Bukan termasuk masalah keluargamu?" Tanya Wind, tak mungkin hanya karena ini Luca menjadi begitu impulsif.
"Banyak hal yang terjadi, namun, mendengar itu langsung darimu membuatku sangat lega, sekali lagi aku minta maaf!" Luca yang menepuk kedua telapak tangannya dan terlihat lebih baik dari sebelumnya.
Wind tertawa kecil melihatnya.
Mereka tampak akur kembali walau hanya berargumen kembali dan tertawa bersama-sama sambil menunggu bantuan datang.
Diruang kerja milik De Rize, yang beraroma bunga Wisteria ruangannya.
Seorang pria yang duduk sambil memengang sebuah foto ditangannya.
"Wisteria-ku, jika ada yang kau benci dan sesali seharusnya adalah karena terlahir menjadi adik pria sampah itu yang telah bermain-main denganku, walaupun begitu, kau mesin terbaik yang kumiliki."
______________________"Seandainya saat itu, apapun yang terjadi aku berada disisimu sampai semuanya benar-benar selesai, tidak hanya mengkhianati kepercayaanmu, kehadiranku juga hanya membuatmu semakin merasakan penderitaan, disaat kau memberiku kebahagiaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Teen FictionKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...