Di meja dengan angka 52 diatasnya, tempat duduk milik Satade dan Luca.
"Pfttt-- Hahahaha!" Satade yang tertawa terbahak-bahak sambil memukul mejanya setelah mendengar Luca mengatakan bahwa ia memercayainya.
"A-apa yang lucu?!" Tanya Luca terkejut dengan reaksi Satade.
"Dengan ini kita impas, aku hanya becanda~ tak mungkin orang tuaku yang dermawan dibunuh sengaja, jika iya mungkin itu perbuatan monster." Ujar Satade yang langsung meminum minuman yang tadi ia pesan.
Becanda? Setelah semua tatapan sorot matanya yang tampak serius dan kosong?!
Setidaknya itu hanya candaan, tak bisa kubayangkan jika semua cerita itu benar.
"Kau ini! Tidak sekalian audisi jadi aktor? Jadi, mana yang candaan dan bukan? Jangan bilang dariawal?" Tanya Luca, padahal tadi dia sangat serius mendengarkannya.
"Tidak, yang soal rumah keduaku ingin digusur itu benar, namun dia keras kepala karena katanya tempat itu sangat strategis dan aku tak ingin adik-adikku terpisah diberbagai tempat baru." Ujar Satade yang tampak lebih santai, sejak tadi suasana didekatnya tampak murung, untungnya dia kembali seperti biasa.
"Apa ada yang bisa kubantu? Katakan saja, aku akan melakukannya." Luca yang merasa dirinya harus membantu Satade dalam hal ini terlebih selama ini Satade juga sudah cukup banyak membantunya.
"Tidak ada, hal seperti ini sepele untukku, aku pergi dulu, papan iklan digedung itu membuatku mual, dan aku sudah memaafkanmu jadi tak usah ikutiku." Satade yang langsung mengambil tasnya dan beranjak dari tempat tersebut.
Papan iklan?
"Ah, benar juga, kudengar saat ini Wind termasuk dalam salah satu model teratas di kota ini, seperti yang diharapkan darinya yang dikenal seluruh orang." Gumam Luca sembari melihat papan iklan di beberapa gedung tinggi sejauh mata memandang.
Wind juga bekerja sebagai model diluar jadwal padat sekolahnya, bahkan kudengar dia juga sedang mempelajari bisnis pengusaha-pengusaha dalam berbagai kategori, rasanya tak menyangka orang seperti itu akrab denganku.
Hari berikutnya tiba dan Luca, Maels, Cherry dan Wind pergi ketempat les bersama, sesuai yang dijanjikan dengan meminta asisten Maels mengantar mereka.
"Luca, kau tampak sangat lesuh sekali, padahal kau dibebaskan Wind." Ujar Cherry yang sejak pagi melihat Luca tampak tak fokus belajar padahal sejak Wind disuruh menjadi pengawas mereka, Luca cukup fokus dikelas.
"Hah~ semalaman aku tak bisa tidur, mungkin terlalu senang akhirnya bisa bebas." Luca dengan tawa kecilnya, padahal ia tahu bukan karena itu.
Semalaman aku terjaga dan terus memikirkan candaan Satade, itu terdengar sangat serius dan sorot matanya tampak kosong sejenak, bukannya aku mengharapkan hal itu beneran, hanya saja, Satade tampak menutupi sesuatu.
Daridulu bocah itu juga selalu tertutup soal dirinya apalagi kasus orang tuanya.
"Hei, aku tahu ini tiba-tiba tapi, Maels, Ayahmu seorang detektif yang cukup elite, 'kan? Soal kasus 7 tahun lalu yang menimpa keluarga Satade, apa ada yang disembunyikan dari publik? Apa pelakunya benar-benar pencuri?" Tanya Luca yang sudah sangat penasaran.
Satu mobil terkejut mendengar pertanyaan Luca yang spontan itu.
"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu? Kasusnya sudah lama dan juga masyarakat kurang ingin membicarakannya." Ujar Maels yang juga tampak enggan mengungkit hal ini.
"Luca kau ini ingin Maels membocorkan data rahasia pekerjaan Ayahnya? Jika iya-pun itu ra-ha-sia." Kata Cherry tak menyangka pertanyaan seperti itu ditanyakan pada Maels, bagaikan memanfaatkan Maels kesannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Ficção AdolescenteKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...