Satade yang melihatnya tampak asing dan tak mengenalnya, menyipitkan matanya, "Siapa?" Tanya Satade singkat, jika ia tidak menyebutkan nama Valerian Satade, akan Satade abaikan karena cukup banyak yang mengenal Satade di bar tersebut, terlebih dia sudah 5 tahun disana, tak mengherankan ada pelanggan yang hanya ingin minuman buatan Satade.
Pria itu langsung mengatakan ingin bicara berdua saja dengan Satade ditempat lain, walau terkesan acuh tak acuh, Satade menurutinya dan memberi kode pada temannya untuk meminta waktu sebentar.
Satade dan pria tua itu langsung ketempat yang lebih sepi, di tangga menuju lantai basement, Satade berhenti dan membalikkan badannya bersandar di dinding sambil melipat tangannya, "Jadi? Ada apa? Aku tak punya banyak waktu." Satade dengan nada dinginnya.
Pria paruh baya itu langsung memeluk Satade erat dan menepuk pundaknya, membuat Satade sedikit kesal dan melepasnya dengan paksa.
"Tidak usah berbasa basi dan ke intinya." Tukas Satade, Ayahnya orang yang cukup dikenal, tak ragu jika ada yang mengenalnya.
"Aku sudah mencari-carimu, apa kau lupa? Ini Paman, Paman Thezzo, apa kau masih ingat, saat kecil aku sering mengunjungi kalian, aku bawahan ayahmu." Ujar Thezzo dengan wajah terlihat bersemangatnya dan sangat yakin akan perkataannya.
"Ah? Paman Thezzo yang menghilang disaat Ayah dan ibuku terbunuh? Salah satu pecundang? Heh, disaat orang tuaku terbunuh, memang teman-temannya juga hanya simpati sementara tak membantu sama sekali, ada perlu apa?" Tanya Satade, walaupun Ayahnya seorang dermawan, bukan berarti ia dikelilingi orang-orang baik, jika ada teman Valerian yang baik, apa Satade harus melakukan semuanya sendiri sejak orang tuanya terbunuh.
Paman Thezzo sedikit terkejut melihat reaksi Satade, darikecil Satade memang agak dingin namun, melihatnya yang sekarang tampak seperti agak berbeda orang.
Tentu saja, waktu berhenti berjalan untuk Satade sejak hari itu, hatinya sudah tertutup rapat dan yang ada hanya adik-adiknya dan Luca, karena hanya mereka yang tulus pada Satade, sisanya hanya manusia munafik yang berkeliaran didekatnya.
"Mungkin memang benar hanya orang munafik yang berkeliaran didekat Valerian, karena dia sangat dermawan ia dimanfaatkan, tapi aku tulus setia padanya, karena dia sudah banyak membantu keluargaku dari nol." Thezzo menjelaskan, ia tidak ingin Satade mengira bahwa ia musuhnya.
"Oh? Dan kau pikir aku percaya dengan kata-kata? Tidak usah bercerita masa lalu, aku tak tertarik dan tak ingin tahu, jika kau hanya ingin bercerita silahkan cari tempat lain." Satade yang terlihat acuh tak acuh, ia mengira ada yang penting namun, tampaknya hanya orang yang merasa bersalah mengabaikan kematian orang tuanya pada saat itu.
Thezzo langsung mengatakan ia sungguh-sungguh minta maaf pada Satade karena meninggalkan mereka disaat yang terpuruk namun, selama ini dia juga sedang merenung apa yang harus ia lakukan, ia memiliki 2 orang anak dan juga istri, Thezzo juga tahu siapa musuhnya dan Valerian-pun juga mengingatkan jika terjadi sesuatu padanya, pada saat itu lindungilah Satade dan membawanya pergi ketempat aman.
Namun, Ocean adalah pria yang licik, dia telah mendatangi Thezzo lebih dulu dan mengancamnya dengan keutuhan keluarganya, tentu siapapun akan ketakutan jika diancam dengan orang berharga dan Thezzo tak berkutik akan ancaman itu.
Dan 8 tahun ini, dia telah merenung semuanya dan merasa bersalah, selain tidak melindungi Valerian dan istrinya, ia bahkan tak bisa melakukan permintaan Valerian untuk melindungi Satade.
Dan 2 tahun lalu, ia mulai mencari-cari bukti untuk membalas dendam pada Ocean dan juga anak didiknya yang telah membunuh Valerian beserta istrinya.
Namun, permasalahannya bukan disana, jika ia melakukan pergerakkan keamanan keluarga Thezzo bahkan Satade itu sendiri bisa dalam bahaya dan 4 bulan lalu ia mulai mencari informasi soal Satade dan keberadaannya.
"Satade, apa kau akan terus diam saja? Ocean akan terus mengawasimu, cepat atau lambat-pun aku yakin nyawamu akan terancam, kau bahkan tak bersembunyi dan malah berada didekatnya, apa kau sadar akan hal itu?!" Thezzo mengenggam kedua bahu Satade erat, ia sudah tak ingin lagi hidup dengan perasaan bersalah dan mungkin ini waktu yang tepat untuk dia berbalas dendam pada Ocean.
Satade langsung menepisnya kembali dan menatap dingin, "Itu sudah 8 tahun lalu dan kau baru bertindak sekarang karena perasaan bersalahmu? Mungkin itu hal yang bagus karena kau mengkhianati kepercayaan Ayahku, menjijikkan sekali kalian satu persatu." Ujar Satade yang sudah tak tertarik mendengarnya.
"Ah, satu lagi, selama ini aku selalu hidup sendirian dan bertahan hidup dengan caraku sendiri, begitupun sekarang, aku tak membutuhkan perlindungan dari pengecut sepertimu, dan jika kau bertindak lebih jauh dari sekarang dan membahayakan adik-adikku, aku tak akan ragu menjadi sosok monster sepertinya." Satade yang langsung berjalan menjauh dari Thezzo, tiba-tiba datang entah darimana dan mengajak balas dendam bersama, Satade tak tertarik melakukannya.
"Satade, ada apa dengan kau?! Ayahmu dibunuh dan kau akan diam saja? Bukannya hari itu kau adalah saksinya? Kenapa kau diam dengan pihak kepolisian? Apa jangan-jangan kau juga pengecut sepertiku yang diancam?" Tukas Thezzo, padahal ia tidak bermaksud berkata seperti itu namun, sifat Satade yang sinis seperti itu membuatnya kesal.
Satade langsung membalikkan badannya, "Ah, benar, 'kan? Hanya bajingan lainnya, orang seperti kau bukan hanya satu atau dua orang yang mendatangiku dan mengajak berbalas dendam, aku memang diancam dan akan diam saja, jadi kau tak usah ikut campur dengan urusan keluarga Satade, aku sudah bosan mendengarnya." Ujar Satade yang langsung pergi menjauh dan meninggalkan Thezzo disana.
"Satade, aku tak pernah memintamu melupakannya, mungkin karena kau memendam semuanya sendiri, kau bisa lebih terbuka padaku, aku sahabatmu, 'kan"
Direstoran makan, Wind dan Luca yang sedang memakan malam disana sehabis pulang dari perpustakaan mengobrol.
"Selama ini kejahatan Ocean ditutup, namun jika terbuka apa kau yakin polisi akan menutup mata? Tinggal kita buka ke publik saja." Ujar Luca, kejahatan yang Ocean lakukan cukup banyak dan tak mungkin polisi akan menutup mata selamanya, terlebih dia juga telah dimasukkan daftar hitam politik Negara, tak mungkin ia tak diawasi.
"Sudah berapa kali kubilang, jika terbongkar-pun, aku tak akan lebih ringan darinya, aku yang melakukan dan dia dalang, kau pikir aku akan bebas dimata hukum?" Wind juga sudah tahu bahwa ia akan ditangkap juga jika polisi bertindak.
"Namun, kita bisa mengatakan yang sejujurnya pada mereka, aku yakin akan lebih ringan." Mau seperti apapun, Luca memang tak ingin Wind terus menerus digenggaman Ocean yang licik itu.
Wind tampak sedikit terkejut, "Mengatakan sejujurnya? Aku rasa itu hanya akan memberatkanku, kakakku seorang kriminal juga dimata mereka." Keluarga Wind terlibat politik dan karena sudah terlalu berantakkan, Wind tak merasa ingin mengungkitnya, kakeknya-pun menutup mata akan hal ini, padahal saat itu Wind sangat berharap ada jalan lain untuknya namun, Ocean benar-benar menelan semuanya dengan dendamnya pada keluarga Wind.
Luca yang melihat itu jadi merasa bersalah, terdapat tatapan sendu dimatanya, "Wind, apapun yang terjadi, bahkan jika semua orang menantangmu, menganggapmu monster, dimataku kau adalah Wind, sahabatku dan aku akan selalu disisimu karena itu, aku yakin suatu saat kau akan bisa terbebas." Luca yang mengenggam tangan Wind, mengingatkannya sekali lagi, kalau Wind memiliki orang yang memercayainya.
"Kau membuatku berharap saja~" Wind dengan senyum manisnya, ia rasanya tak pernah terbayangkan hal seperti itu, sekalipun tidak.
"Eughh, aku tidak pernah ingin membunuh orang sebegitunya, tapi sekarang, aku sangat ingin membunuhnya, jika itu bisa membebaskanmu." Luca yang menggepalkan tangannya, ia tidak tahu lagi bagaimana caranya membebaskan Wind dari Ocean maupun riwayat kejahatannya.
"Wah, seram sekali, tapi entah kenapa aku senang mendengarmu bicara seperti itu, membunuhnya, kah?" Akhir-akhir ini semua berjalan begitu indah untuk Wind, dia jadi takut terbangun dari semua ini, entah kenapa perasaan cemas tak kunjung hilang dari dirinya sejak, Ocean mengungkit soal Luca.
Ditangga menuju lantai basement Bar Thrifty.
"Bagaimana caranya aku mengajak Satade menjadi sekutuku, dia harus ikut agar polisi bisa membantuku membalaskan dendamku, cara agar Satade membenci Ocean melebihi yang sekarang." Thezzo yang duduk ditangga memikirkan rencana selanjutnya, keberadaan Satade penting dalam proses pembalasan dendamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Fiksi RemajaKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...