Sesampainya disekolah, hari ini beberapa murid tampak mulai membicarakan kedekatan Wind dan juga Cherry, ternyata mereka berdua cukup akrab sampai Cherry mengikuti Wind terus dijam istirahat dan mengajaknya mengobrol, padahal katanya Wind cukup sulit didekati perempuan dikelas yang menyukainya.
Luca juga sudah masuk hari ini walau harus memakai masker untuk menutupi beberapa lebam dibibir dan pipinya.
"Pagi ini pengumpulan tugas dari Miss Diane dengan tema Future, tapi tadi katanya ada dua murid memberi kertas kosong dan disuruh bertemu Miss Diane di ruangannya, Luca dan Wind, kalian sekarang temui Miss Diane." Ujar guru matematika menyampaikan pesan Miss Diane.
Semua murid tampak terkejut, Luca sudah biasa seperti itu namun, Wind lain halnya, kenapa dia berbuat seperti itu membuat yang lain kebingungan.
"Beneran?" Tanya Maels menyiku pelan Wind dengan kode mata bertanyanya.
Wind mengabaikannya dan langsung keluar kelas diiikuti Luca dibelakangnya.
"Heh, murid sepertimu ternyata juga malas mengerjakan soal seperti itu?" Ejek Luca dengan menyeringainya, dengan begini Miss Diane akan menegurnya, Luca akan merasa terhibur melihat Wind ditegur.
"Aku berbeda denganmu, aku tidak akan ditegur~" Wind dengan kepercayaan dirinya selalu membuat Luca geram.
"Wah, percaya diri sekali, tidak mengerjakan ya tidak mengerjakan, alasan ditolak oleh Miss Diane." Luca juga salah satu andalan yang sangat sering kena tegur Miss Diane secara pribadi, apapun alasan Luca biasanya ditolak semua.
Dilorong, Seseorang tiba-tiba saja tidak sengaja menabrak Luca dan ia terdorong kedepan sedikit, tampak dua murid sedang lari-larian di lorong dan mereka adalah kenalan Luca.
"Satade? Ini bukannya sudah jam masuk, apa yang kau lakukan?" Ujar Luca dengan wajah penasarannya, Satade, Voez dan Cosmos berasal dari kelas yang berbeda dengan Luca, walaupun begitu ketiganya sangat dekat diluar sekolah.
Wind hanya melihat dengan tatapan datarnya kearah Satade.
"Dipanggil guru, kemarin lupa mengerjakan sekolah, kau sendiri ngapain disini dengan si Tuan sempurna satu ini?" Tanya Satade, entah kenapa terdapat suasana agak mengcekam diantara keduanya.
"Luca, Miss Diane sudah menunggu lebih baik tidak membuatnya menunggu terlalu lama." Ujar Wind yang mengabaikan kehadiran Satade dan Cosmos dibelakangnya.
"Sama, kalau gitu aku pergi dulu." Luca melambaikan tangannya dengan senyum canggungnya.
Walau penasaran, aku tak punya hak untuk bertanya apa dia ada masalah dengan Satade atau tidak, kurasa semua murid juga tahu, Satade adalah satu-satunya murid yang tidak pernah Wind ajak bicara diangkatan kelas mereka.
Bahkan, Kittale sepertinya lebih membenci Satade dibandingku, apa mereka bertiga ada masalah sebelum masuk kesekolah ini?
Saat bicara soal Wind juga, Satade selalu tampak membencinya dari perkataan dan nadanya walau ia tidak menunjukkan itu.
Walaupun begitu, Satade teman masa kecilku, aku tahu dia bukan orang yang akan menyebabkan kekacauan yang artinya itu salah Wind atau Kittale yang membuat Satade membenci mereka.
"Wind, kenapa kau menyerahkan kertas kosong? Apa waktu yang Miss beri belum cukup untuk kau menuliskan masa depan yang kau impikan?" Tanya Miss Diane yang jadi sangat serius, padahal biasanya beliau sangat ramah, mungkin dia kecewa murid sempurna seperti Wind ternyata melakukan kesalahan.
"Jika tak kuserahkan anda akan terus memintanya juga, kurasa Miss juga tahu bahwa aku tak memiliki hal itu, saya minta maaf karena melakukan kesalahan, tapi kertas itu akan tetap kosong tak peduli berapa banyak-pun waktu yang anda beri, permisi." Wind dengan wajah formalnya dan langsung keluar dari ruanggan guru membuat Miss Diane terdiam.
Gila, Wind melawan guru? Kupikir dia seorang teladan? Dan juga apa maksudnya tak memiliki hal itu?
"Hah~ daridulu Wind selalu seperti itu jika diminta menulis impian atau cita-cita, karena aku juga mengajarinya saat kelas 4 dan hal yang sama terjadi, kenapa anak itu?" Miss Diane mengeluh, beberapa guru merupakan guru yang mengajar Wind saat kelas 5 dan 6, salah satunya Miss Diane.
"Wind saat itu sangat muram sekali, melihat dia yang sekarang ramah dan dapat diandalkan seperti melihat orang lain saja." Lanjutnya mengeluh pada Luca yang masih disana menunggu gilirannya.
"Wind muram? Maksudnya apa? Bukannya daridulu dia memang anak yang dapat diandalkan?" Tanya Luca penasaran, dia tak pernah tahu sedikitpun soal Wind yang muram.
"Ini rahasia para guru, sebenarnya saat dikelas 5 dan 6, Wind juga bersekolah disini namun yang lainnya tahu ia masuk kesekolah ini sejak kelas 9, kelas 4 dan 5, Wind itu sangat berbeda, dia sering berantem dengan murid lain, dia juga selalu memiliki luka diwajahnya, sering marah juga, dia yang sekarang tak seberubah itu namun, dia tampak seperti beda orang." Seharusnya ini rahasia dan hanya Misa Diane dan Rose yang tahu soal hal itu dan Kepala sekolah juga mengatakan untuk tak mengatakan hal ini pada siapapun.
Tampak seperti beda orang?
Luca yang mendengar itu langsung keluar dari ruangan Miss Diane dan mengatakan ia lupa mengerjakan soalnya agar cepat selesai untuk menyusul Wind.
Miss Diane juga hanya pasrah, membicarakan masa depan dengan Wind seperti berbicara dengan boneka, walau mungkin ia tahu alasannya dan mencoba melupakannya.
"Heh~ kudengar kau juga pembuat onar dikelas 4 dan 5, mungkin memang Wind tidak sesempurna itu?" Luca dengan nada memprovokasinya, beberapa murid juga pasti sadar bahwa, Wind terkadang suka muram sendiri.
"Yah, aku tak mengatakan aku sempurna, itu hal yang normal untuk anak-anak yang tidak merasa terbiasa ditempat baru, itu kali pertama aku pindah ke kota ini~" Wind dengan kasualnya, karena Wind bukan orang asli New York, banyak hal baru untuknya saat itu.
"Wind, kemarin kau mengatakan padaku untuk tak apa bersifat egois terkadang, sebaliknya juga, kau tak harus memaksakan dirimu disemua situasi, kau juga bisa mengatakan apa yang dipikiranmu padaku, hal yang membuatmu senang, marah, kesal dan sedih, jika pengawasku banyak pikiran entar jadi tak fokus." Luca yang langsung merangkul Wind, Wind juga sudah beberapa kali membantu Luca, Luca akan senang jika bisa membantu Wind, temannya.
Memang tak mungkin untuk kita membenci orang seperti Wind, walaupun dia suka mengatakan hal yang jahat dan suka memprovokasi orang, namun dia selalu membantu orang sekitarnya.
Wind sangat terkejut dengan Luca yang merangkulnya secara tiba-tiba dan mengatakan hal itu padanya layaknya teman, padahal Luca tampak membencinya.
"Yah, aku akan senang jika kau bisa mendapat nilai 9 keatas diulangan matematika mendatang~" Wind yang melepaskan rangkulannya sambil senyuman menantangnya.
"Aa, aku akan mendapatkannya dan membuatmu mengakui sekaligus meminta maaf." Luca cukup senang ternyata dirinya bisa juga akrab dengan Wind yang awalnya ia kira, keduanya akan selalu bermusuhan.
Disalah satu tempat duduk di bagian luar sekolah yang bisa melihat Wind dan Luca dari luar jendela.
"Aku tak akan membiarkanmu akrab dengan Luca, monster sepertimu hanya akan memberi pengaruh buruk untuknya dan membahayakannya."
____________"Luca dan Wind sama-sama tidak mengerjakan tugas Future, sungguh hal yang langka untuk Wind, hari ini Wind juga yang menjadi mentorku bersama dengan Maels dan juga dirumahnya, disana aku merasa sangat senang, perasaan yang sudah sangat lama tak ada didiriku, ternyata begini rasanya punya teman tanpa takut dibenci atau harus berpura-pura agar disukai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Unlucky
Teen FictionKeduanya saling melupakan apa arti dari kebahagiaan yang sesungguhnya, menjalani hari dengan kekosongan di hati mereka, namun, saat mata keduanya saling menyapa, kekosongan itu dengan perlahan tertutupi. Bertanya apakah mereka pantas menerima semua...