40. Harsa kenapa?

415 70 2
                                    


.
.
.
.
.
Harsa menatap layar ponsel nya, mencoba mengalihkan fokusnya dari pada harus kembali mendengar kalimat menyakitkan.

Harsa tidak tau maksud Satria mengatakan hal seperti tadi untuk apa, tapi menurut Harsa Satria tidak pernah menyukai dirinya.

Harsa menghela nafas panjang, acara resepsi baru saja selesai, dan sekarang semua keluarga masih berada di sana. Harsa menatap sepupu-sepupunya yang sudah bersama dengan istri masing-masing, hanya Yoga yang sendiri.

"Kenapa gak gabung sama mereka le?" Harsa menggeleng saat eyang Juna bertanya padanya.

"Harsa ngantuk eyang, makanya Harsa diem disini." Eyang Juna mengelus kepala Harsa lembut.

"Sabar, habis ini kita pulang ke rumah tante Rita." Harsa mengangguk paham.

"Iya eyang."

"Mas Harsa, sini!" Harsa menoleh dan menemukan Wildhan melambai ke arah nya, namun pemuda itu hanya menggeleng.

"Ah mas Harsa!" Wildhan akhirnya menghampirinya dan memaksa nya untuk ikut berkumpul.

"Wil, aku ngantuk." Wildhan beralih menatap lekat wajah sepupu nya itu.

"Ya udah kalau gitu ayo pulang." Wildhan langsung kembali menuju sepupu-sepupunya, sedangkan eyang Juna hanya menggelengkan kepalanya.

"Harsa, kamu beneran mau pulang besok?" Harsa menoleh pada eyang Juna dan mengangguk.

"Iya eyang, Harsa baru dapat kabar kalau ada ujian lusa dan gak bisa Harsa lewati, jadi Harsa harus pulang besok." Eyang Juna yang mendengar itu hanya menghela nafas.

"Eyang temani ya?" Harsa langsung menggeleng.

"Gak usah eyang, eyang pasti capek. Eyang disini aja sama yang lain, Harsa gak apa, eyang gak perlu khawatir." Eyang Juna menatap lekat pada cucu keduanya itu.

"Sama Yoga ya?" Harsa kembali menggeleng.

"Harsa bisa sendiri eyang, Yoga pasti juga mau liburan sama yang lain."
.
.
.
.
.
"Mas Harsa mau kemana?!"

"Kenapa pulang sekarang?" Harsa menghela nafas panjang, saat sepupu-sepupunya menatap nya tajam.

Harsa baru saja memberitahu mereka jika dia akan pulang hari ini, dengan kereta jam sembilan pagi.

"Aku besok ada ujian, jadi aku harus pulang." Harsa tau jika sepupu-sepupu nya tidak setuju jika dia pulang hari ini.

"Gak bisa di skip aja mas?" Harsa menggeleng.

"Aku temenin ya mas?" Harsa kembali menggeleng.

"Aku bisa sendiri, aku bukan anak kecil Yog." Yoga mendengus, rasanya dia tidak tenang jika membiarkan Harsa pulang lebih dulu.

"Ya terus masa kita disini mas Harsa pulang sih?" Harsa tersenyum tipis.

"Gak apa Jev, kalian liburan disini. Nanti kapan-kapan kita bisa liburan bareng." Jevan ikut menghela nafas panjang saat mendengar jawaban Harsa.

"Mas Saga." Saga menggeleng saat Jevan menatapnya.

"Harsa ada ujian, jadi biarin dia pulang Jev. Harsa pingin cepet lulus, Harsa juga punya tanggung jawab yang harus segera dia ambil alih." Harsa tersenyum saat Saga membelanya.

"Tapi nanti mas Harsa sendirian mas." Kali ini Wildhan ikut bersuara.

"Wil, apa yang kamu khawatirin? Aku bisa masak, aku bisa beresin rumah sendiri." Wildhan tetap merengut meskipun Harsa mengatakan itu.

"Kalau kutu beras itu datang dan ganggu mas Harsa lagi gimana?" Harsa menggeleng.

"Dia gak akan berani kerumah, udah ya, aku harus ke stasiun sekarang." Harsa menepuk pundak sepupu-sepupu nya.

"Eyang, bude, pakde, om, tante, Harsa pulang duluan, maaf gak bisa ikut liburan disini. Sampaikan salam Harsa buat Maven ya." Rita mengangguk sebelum memeluk tubuh mungil Harsa.

"Hati-hati, kalau ada apa-apa langsung hubungi om, tante, eyang, bude Agni atau pakde Pandu." Harsa mengangguk.

"Iya tante."

"Harsa, aku anterin kamu ke stasiun." Harsa menatap Saga yang sudah membawa kunci mobil entah milik siapa.

"Padahal berangkat sendiri juga bisa."
.
.
.
.
.
"Kalian ngerasa ada yang aneh sama mas Harsa gak sih?" Yudhis, Yoga dan Jevan langsung menatap ke arah Wildhan.

"Aneh gimana?" Wildhan mengedikan bahunya.

"Aku gak tau, tapi aku ngerasa mas Harsa aneh, kayak nyembunyiin sesuatu dari kita." Ketiga pemuda itu menghela nafas panjang saat Wildhan mengatakan hal itu.

"Kalau itu sih udah dari beberapa hari lalu, mas Harsa kayaknya denger omongan gak enak deh." Yudhis mengangguk, karena memang Harsa hanya akan diam saat merasa terganggu atau  mendengar hal yang menyakitkan.

"Ya semoga aja gak gitu sih, aku berharapnya mas Harsa cuma capek aja." Ucapan Jevan membuat Yoga, Yudhis dan Wildhan menghela nafas serentak.

"Ya semoga aja, aku gak bakal tinggal diam kalau memang ada orang yang nyakitin mas Harsa lagi."

Obrolan mereka berhenti saat melihat kehadiran Maven dan Elin disana.

"Loh, pengantin baru kok udah ke sini aja?" Maven langsung menghampiri ketiganya setelah menyalami para orang tua, sedangkan Elin sudah bergabung bersama Riana, Arin, Anara, Ajeng dan Alodie.

"Kok cuma berempat? Mas Saga, mas Harsa sama Candra mana?" Wildhan menunjuk ke arah halaman samping.

"Candra lagi nerima telfon, kayaknya ada yang mau booking dia buat pemotretan. Kalau mas Saga, lagi nganterin mas Harsa ke stasiun." Jawaban Wildhan membuat Maven terkejut.

"Ngapain ke stasiun?"

"Mas Harsa kan pulang duluan hari ini, soalnya besok ada ujian." Maven mendelik setelah mengetahui hal itu.

"Loh kok gak bilang ke gue sih, padahal gue langsung kesini buat ketemu mas Harsa." Jevan menepuk pundak Maven beberapa kali.

"Yo yang sabar ya mas, nanti juga ketemu kalau udah pulang "

Sedangkan di stasiun Saga terus saja mengingatkan Harsa soal keselamatan dan kesehatannya.

"Sa, inget apa yang aku bilang loh! Kalau ada apa-apa, atau kamu ngerasa sakit langsung telfon aku, nanti sebisa mungkin aku minta tolong temen ku buat ke rumah." Harsa hanya mengangguk malas.

"Mas Saga, kamu udah bilang itu berkali-kali dari tadi. Aku bukan anak kecil yang akan lupa soal itu, lagian aku bisa jaga diri ku sendiri mas, mas gak perlu khawatir." Saga menghela nafas panjang.

"Ya sudah, aku tungguin sampai kereta mu datang." Harsa tidak bisa melarang Saga yang sekarang sudah duduk di sebelahnya, lagi pula keretanya masih satu jam lagi datang nya.

"Kamu udah bawa snack buat di jalan?" Harsa menggeleng saat Saga bertanya, hal itu jelas membuat Saga berdecak.

"Tunggu sini sebentar, awas kalau aku balik kamu pindah tempat!" Harsa merengut saat Saga tiba-tiba beranjak setelah memperingatkannya, lagi pula dia akan kemana? Kereta nya belum datang.

Lima belas menit kemudian Saga kembali dengan membawa satu totebag berisi snack, minuman, juga beberapa kue. Saga segera menyerahkan itu pada Harsa yang menatap nya bingung.

"Buat bekal kamu di perjalanan nanti, aku tau kamu gak akan beli makan di kereta, jadi bawa ini biar kamu gak kelaperan." Harsa terpaksa menerima totebag itu dari Saga.

"Padahal gak usah mas, lagian perjalanan nya gak sampai sehari." Saga menatap tajam pada Harsa.

"Bawa aja sih, aku gak mau kamu laper selama di perjalanan. Meskipun gak sampai sehari kan kamu tetap butuh makanan, nanti kalau masih ada sisa bisa kamu simpen di rumah, paham?" Harsa mengangguk.

"Iya mas iya, gak usah galak-galak sih." Saga kadang harus mengelus dada jika Harsa sedang mode seperti ini, karena pemuda mungil itu akan jadi menyebalkan.

"Ya sudah, sana kereta kamu udah mau datang. Masuk sana." Harsa tersenyum dan mengangguk. Untung saja kemarin dia tidak membawa banyak baju, hingga tas nya tidak terlalu berat.

"Maaf mas, tapi aku harus jaga jarak sama kalian setelah ini."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Lagi?

GRHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang