11. Pacaran yang anti mainstream

465 66 4
                                    


.
.
.
.
.
Saga tidak bisa berhenti memikirkan alasan Harsa menjadi lebih diam sejak semalam, Harsa memang pendiam tapi semalam Saga merasa ada yang aneh dengan sepupunya itu.

Saga menghela nafas, saat ini dia sedang bekerja. Inginnya sih dia libur untuk menemani Harsa, tapi sayang sekarang bukan jatah libur nya.

"Dokter Saga, setelah ini tidak ada pasien lagi, dokter bisa beristirahat." Saga mengangguk, beruntung dia tidak sedang berjaga di igd, meskipun tempat ini adalah rumah sakit kecil dan tidak memiliki banyak dokter, tapi lumayan banyak pasien yang datang, karena terlalu jauh jika ke rumah sakit daerah, dan  terlalu mahal jika ke rumah sakit swasta.

Saga melihat jam tangannya, sudah pukul dua siang, poli juga sudah tutup, jadi Saga memutuskan untuk pergi ke bagian belakang rumah sakit.

Bukan taman rumah sakit yang asri yang menjadi tujuan Saga, tapi satu ruangan yang berada paling belakang dari denah rumah sakit, ruang jenazah.

Cklek

Saga membuka pintu ruang jenazah pelan, hari ini tidak ada pasien meninggal jadi ruang jenazah sedang kosong. Saga segera berjalan ke arah salah satu pintu yang ada disana, pintu yang akan membawanya ke tempat tujuan nya.

Cklek

"Udah, istirahat. Kerja mulu." Seorang dokter cantik berhijab langsung menoleh begitu mendengar suara Saga.

"Salam dulu kek kalau mau masuk, biar bedain kamu sama tamu nya ruang jenazah!" Saga berdecak, bagaimana bisa dia disamakan dengan jenazah yang akan mampir di ruangan itu sebelum dibawa pulang oleh pihak keluarga.

"Iya iya maaf, Assalamuallaikum cantik." Dokter cantik itu mendengus kesal saat mendengar panggilan Saga.

"Waallaikumsalam." Saga akhirnya memutuskan duduk di sebelah dokter cantik itu.

"Kapan mau ke rumah by? Mau aku kenalin ke Harsa." Dokter bernama Arindra itu menghela nafas panjang.

"Kalau adek mu itu gak suka gimana? Aku takut deh." Saga tersenyum.

"Harsa gak mungkin gak suka, cuma memang perlu usaha buat bikin dia setuju." Arin menurunkan bahu nya yang semula tegak.

"Kenapa rasanya aku kayak minta restu ke calon mertua sih? Padahal mami sama papi kamu aja gak bikin aku keder loh." Saga tertawa pelan dan mengelus kepala Arin.

"Harsa itu cuma belum biasa percaya sama banyak orang, nanti temenin aku buat jagain dia." Arin mengangguk, dia sudah tau semua cerita tentang Harsa. Saga menceritakan semuanya, ya beginilah rasanya pacaran lewat jalur belakang.

"Saga aku minta peluk dong." Saga membuka tangannya dan membuat Arin segera memeluk tubuh tegap kekasihnya itu.

"Kita gak bisa terus sembunyi kayak gini loh by, udah saat nya kita kasih tau semuanya." Arin mengangguk sambil menghela nafas panjang.

"Iya tau ay, tapi please, biarin aku nyiapin batin dan tenaga ku dulu, siapa tau nanti fans mu macem-macem tinggal gue suntik sama arsenik atau sianida." Saga menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Arin.

"Serem kamu by, kalau ketahuan kamu di penjara dong sayang."

"Ya aku palsuin laporan forensiknya, kan aku dokternya." Saga tertawa pelan mendengar hal itu.

"Kamu ini ada-ada aja. Nanti sore aku anterin pulang, tapi aku gak bisa mampir. Kayaknya Harsa lagi gak enak hati dari semalam." Arin mengernyit.

"Hah? Kenapa?" Saga menggelengkan kepalanya.

"Semalem minta temenin tidur di rumah kebun, tapi gak cerita apapun. Tadi pagi juga gak mau di ajak pulang ke rumah." Arin menghela nafas panjang.

"Ya udah nanti temenin lagi, siapa tau dia mau cerita. Bawain makanan kesukaan dia, biar dia gak susah makannya." Saga tersenyum tipis.

GRHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang