43. Hampir pergi

521 76 4
                                    


.
.
.
.
.
Keluarga Bratadikara benar-benar pulang ke malang hari itu juga, beruntung mereka mendapatkan tiket pesawat meskipun harus menunggu hingga sore hari.

Mereka semua langsung menuju ke rumah sakit yang sudah di beritahukan oleh eyang Joko, mereka semua khawatir terlebih beberapa hari ini Harsa memang susah mereka hubungi.

"Ayah, tenang dulu, ayah jangan panik gini." Agni mencoba menenangkan eyang Juna saat mereka tiba di rumah sakit.

"Gimana ayah gak panik nduk, Harsa semalem masih angkat telfon ayah dan bilang kalau dia baik-baik saja." Agni mengangguk paham. Lagi pula bukan hanya eyang Juna yang khawatir mereka semua khawatir.

"Eyang Joko bilang di lantai tiga kan eyang?" Eyang Joko mengangguk saat Saga bertanya.

"Biar eyang, aku, mas Pandu, Tara sama Saga yang turun dan lihat ke dalam. Kalian langsung pulang aja, nanti akan kami kabari tentang Harsa." Ucapan Agni menjadi penentu mereka.

"Tapi mbak–" ucapan Rita terpotong dengan gelengan Agni.

"Pulang dulu, lihat kondisi rumah. Kita gak akan di bolehin masuk semuanya kalau ramai-ramai, besok atau nanti malam kita gantian aja." Mau tidak mau yang lain hanya bisa menurut, mereka juga tidak ingin di usir dari rumah sakit.

"Terus kabari kita soal Harsa ya mbak?" Agni mengangguk sebelum akhirnya masuk ke rumah Sakit bersama eyang Juna, Pandu, Tara dan Saga.

"Kita pulang dulu, kalian bisa istirahat dan jangan ada yang protes!"
.
.
.
.
.
Saga mengepalkan tangannya saat melihat bagaimana kondisi Harsa, sepupu mungilnya itu terbaring lemah dengan masker oksigen yang terpasang di wajah nya.

"Apa kata dokter?" Saga menoleh pada eyang Juna yang sedang berbicara dengan eyang Joko dan pak Parmin.

"Dokter bilang kalau paru-paru mas Harsa tidak berkembang sempurna dan tidak bisa menghirup oksigen." Saga menghela nafas panjang, memang sejak kejadian dimana Harsa di hajar oleh almarhum ayah nya di rumah eyang Juna, paru-paru Harsa menjadi bermasalah, belum lagi ditambah penyekapan dan penyiksaan yang dilakukan ibu tiri nya.

"Pak Parmin, Joko terima kasih sudah menolong Harsa." Kedua nya mengangguk saat eyang Juna mengatakan itu.

"Kalau gitu kami pamit dulu Juna." Eyang Juna mengangguk saat eyang Joko dan pak Parmin pamit.

"Harsa tinggal di rumah kebun beberapa hari ini, dia sama sekali gak pulang ke rumah utama." Saga, Agni, Pandu dan Tara terkejut mendengar fakta yang baru saja di ucapkan oleh eyang Juna.

"Kenapa Harsa gak pulang?" Eyang Juna menggeleng.

"Mungkin Harsa ngerasa sepi, rumah eyang kan besar dan biasanya ramai." Agni mengelus pundak Saga pelan, wanita itu tau jika putra tunggalnya itu tengah merasa bersalah.

"Harsa pasti mikirin sesuatu mi, atau ada yang nyakitin perasaan dia. Kondisi Harsa sama kayak waktu dia putus sama Aruni mi, tapi siapa yang nyakitin Harsa mi?"

Grep

Agni memeluk Saga, meskipun sekarang sudah menikah Saga tetap seorang kakak yang khawatir pada adiknya.

"Kita berdoa aja sekarang, kita pikirin itu nanti ya? Yang penting sekarang Harsa dulu." Saga mengangguk.

"Saga, kamu pulang dulu, kabari yang di rumah." Saga menggeleng namun Pandu mencoba memberinya pengertian.

"Saga, sekarang kamu seorang suami, ada Arin yang harus kamu jaga. Biarin Harsa papi sama mami yang jaga, disini juga ada eyang. Bilang sama mereka, Harsa belum bisa di jenguk jadi kalau mau ke rumah sakit gantian saja." Saga akhirnya mengangguk setelah mendengar ucapan Pandu.

GRHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang