77. Pindah ke Surabaya

201 50 2
                                    


.
.
.
.
.
Freya cukup terkejut saat Harsa tiba-tiba memintanya mengajukan cuti beberapa hari, karena Harsa ingin mengajaknya pergi.

Freya tidak tau apa yang membuat sang suami seperti itu, tapi saat mendengar nada suara sang suami saat menghubunginya tadi, sudah bisa dipastikan jika Harsa tengah emosi.

Freya hanya menurut, meskipun agak sulit mendapat cuti mendadak seperti ini, tapi karena dia masih psikiater kontrak agak lebih muda ketimbang yang sudah menjadi pegawai tetap.

Freya semakin terkejut saat Harsa ternyata langsung mengajaknya berangkat ke surabaya begitu menjemputnya di puskesmas, bahkan suami nya itu sudah menyiapkan barang-barang mereka.

"Mas, ada apa?" Harsa hanya menggeleng, namun Freya tau ada yang terjadi.

"Tenang dulu, mas mau nyetir dalam keadaan emosi gini ke surabaya? Kita cari villa aja disini, kita nginep dua hari setelah itu kita ke surabaya." Harsa akhirnya menurut, karena dia tau jika Freya pasti ingin mereka tetap aman.

"Maaf dek." Freya tersenyum dan mengangguk, kepalanya menoleh kebelakang dimana Adel duduk di car seat nya dan tertidur.

"Adel habis nangis?" Harsa mengangguk.

"Nanti aku ceritain ke kamu, sekarang kita cari villa dulu ya?" Freya hanya bisa mengangguk.

"Oh atau kita ke pare aja mas? Ke rumah mas Harsa." Harsa terdiam sejenak dan menatap lekat pada Freya.

"Kamu mau kesana?" Freya tersenyum tipis.

"Adel juga perlu tau dimana ayah nya tumbuh kan?" Harsa akhirnya mengangguk dan langsung menjalankan mobilnya.

"Pelan-pelan aja mas, ingat mas bawa Adel sekarang."
.
.
.
.
.
"Jadi ada apa mas?" Freya bertanya saat melihat Harsa sudah lebih tenang, saat ini mereka sudah tiba di pare dan Adel sedang tidur di sofa bed yang di dekat mereka.

"Adel masih rewel?" Harsa mengangguk.

"Adel gak mau aku tinggal tadi pagi, tapi terpaksa aku tinggalin sama Riana." Freya menatap bingung pada Harsa.

"Memang kenapa mas? Biasanya juga kayak gitu kan?" Harsa mengepalkan tangannya, dan itu membuat Freya langsung menggenggam tangan suaminya.

"Waktu aku pulang, aku liat Adel lagi di pukul sama Riana dek, aku juga denger dia sama Yudhis bilang kalau Adel ngerepotin, kenapa Adel gak ikut meninggal sama Aruni, itu yang mereka bilang tadi." Freya tampak terkejut dan tidak percaya saat Harsa mengatakan itu, namun sorot mata Harsa tidak menunjukan kebohongan sama sekali.

"Mas."

"Aku gak masalah kalau mereka gak bisa nerima Adel, tapi salah Adel apa dek? Adel cuma bayi yang gak berdosa, yang salah itu ibu nya tapi kenapa mereka harus memperlakukan Adel kayak gitu."

Grep

Freya memeluk Harsa dan mengelus punggung suami nya itu, mencoba menenangkan Harsa dari ledakan emosi nya.

"Terus sekarang mau mas Harsa apa?" Harsa membalas pelukan Freya.

"Ayo pindah dari sana dek, kita bisa pindah ke surabaya atau yang jauh sekalian, kita ke bandung?" Freya terdiam sejenak, saat ini Harsa sedang dikuasai emosi, jiwa ayah nya ingin melindungi putri kecilnya.

"Kita ke surabaya aja ya, ayah sama bunda pasti seneng kalau Adel ada disana." Harsa mengangguk.

"Tapi kita gak tinggal di rumah mereka dek, kita akan tinggal sendiri, gak apa?" Freya mengangguk, saat ini dia sudah menjadi istri Harsa, jadi dia akan ikut kemana pun Harsa pergi.

"Tapi nanti aku berangkat ke malang subuh buat kerja mas, mas gak masalah?" Harsa menggeleng.

"Gak masalah, nanti aku antar kamu, aku juga masih harus ke kampus. Baru sorenya kita pulang ke surabaya."
.
.
.
.
.
"Harsa belum pulang?" Saga yang baru saja masuk ke rumah utama langsung bertanya saat melihat ketidak hadiran keluarga sepupu nya itu.

"Mas Harsa sama mbak Freya belum pulang kayaknya mas, rumah nya masih gelap tuh." Jevan yang menjawab sambil menunjuk rumah Harsa tidak menyadari jika Candra sudah melirik Yudhis dan Riana sejak tadi.

"Harsa sama Freya ke surabaya, dia pamit ke eyang tadi." Semua yang mendengar ucapan eyang Juna hanya bisa mengernyit bingung, ya kecuali Candra, Yudhis dan Riana.

"Oh ya udah kalau pamit ke eyang, kirain dia kemana." Saga menatap adik-adiknya bergantian.

"Can, ada apa?" Candra langsung menggeleng saat Saga bertanya.

"Gak ada apa-apa mas." Saga mengernyit, tentu saja dia tidak percaya karena Candra itu tidak bisa berbohong.

"Yakin?" Candra mengangguk.

"Yakin mas, cuma lagi mikirin kerjaan buat besok, soalnya harus keluar kota." Saga akhirnya mengangguk.

Saga diam-diam mengirim pesan pada Harsa juga Freya, karena Harsa bukan tipe anak yang akan pergi saat eyang Juna sudah mengatakan untuk berkumpul di rumah utama malam ini, Saga yakin ada sesuatu yang terjadi dan Harsa terpancing emosi.

Pembahasan eyang Juna malam itu, tidak jauh dari kelangsungan kebun, juga beberapa aset yang harus mereka kelola.

Disisi lain Harsa sedang menimang Adel yang kembali rewel, bahkan putri kecil nya itu tengah demam. Beruntung Freya adalah seorang dokter, jadi meskipun mengambil spesialis kejiwaan Freya tetap bisa mengobati Adel karena pernah menjadi dokter umum.

"Mas istirahat dulu, Adel udah tidur itu." Harsa hanya mengangguk kecil.

"Nanti dia bangun kalau aku taruh dek, biarin aja dulu gini." Freya menatap sendu pada Harsa.

"Ya udah sambil duduk sini mas, mas juga harus makan, mas Harsa belum makan dari tadi siang." Harsa kali ini terpaksa menurut, karena dia tidak ingin membuat istri nya khawatir.

"Aku suapin ya mas?" Harsa hanya mengangguk saat melihat binar berharap dari Freya.

"Kamu juga makan dek, jangan cuma nyuapin aku aja." Freya mengangguk.

Keduanya mulai makan sepiring berdua, karena memang seharusnya itu jatah makan Harsa, namun Freya ikut memakannya.

"Lusa kita ke Surabaya dek, aku mau ajak kamu ke rumah bunda yang ada disana, rumah yang jadi tempat aku lahir dan tumbuh sampai usia sepuluh tahun."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

GRHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang