72. Lengket

311 59 4
                                    


.
.
.
.
.
Harsa baru saja pulang kuliah saat mendengar suara tangis dari kamar Saga, sepertinya Jendra sedang rewel hari ini.

Harsa sendiri sebenarnya sedang tidak enak badan, dan kebetulan Adel sedang berada di rumah keluarga Aruni, karena ibu Aruni yang meminta. Hanya selama Harsa sedang masa ujian saja, setelah nya Adel akan kembali di jemput.

Harsa mencoba memejamkan matanya sejenak, namun tangisan Jendra membuat Harsa tidak tega. Harsa akhirnya memutuskan keluar dari kamar nya, bertepatan dengan Arin yang akan berjalan ke depan dengan Jendra di gendongannya.

"Jendra kenapa mbak?" Arin tersenyum saat Harsa bertanya.

"Rewel, dia demam, mungkin mau tumbuh gigi." Harsa mengangguk, namun netranya tidak lepas dari bayi berusia tujuh bulan itu.

"Sini biar saya gendong mbak, mbak bisa istirahat sebentar." Arin menatap Harsa lekat, bukan tidak yakin pada Harsa namun dia takut jika Jendra akan merepotkan Harsa.

"Kamu yakin Sa? Kamu baru pulang juga kan?" Harsa memberi gelengan.

"Gak apa mbak, sini Jendra nya, mumpung gak ada Adel juga." Arin akhirnya tersenyum dan menyerahkan Jendra pada Harsa, dan secara ajaib tangis bayi itu berhenti saat berada di dekapan Harsa.

"Loh, berhenti nangisnya? Kamu itu mau minta gendong om Harsa apa gimana le?" Harsa hanya tertawa saat mendengar ucapan Arin.

"Udah mbak istirahat dulu sana, atau makan dulu. Jendra biar aku yang jaga mbak." Arin mengangguk.

"Makasih banyak ya Sa, aku mau makan sama beres-beres kamar dulu." Harsa mengangguk dan segera membawa Jendra ke ruang keluarga.

"Kamu jangan lupa makan Sa, nanti habis aku beresin kamar, kamu makan ya, nanti aku buatin nasi goreng."
.
.
.
.
.
Saga terkejut saat pulang kerja justru melihat anak nya tengah nyenyak di gendongan Harsa, sedangkan Harsa sendiri hanya duduk diam di sofa ruang keluarga dan fokus pada ponselnya, sedangkan tangan kirinya tetap mendekap Jendra.

"Sa, Arin mana? Kok Jendra sama kamu?" Harsa yang mendengar suara Saga langsung menoleh.

"Wa'alaikumsalam, kebiasaan salam nya di tinggal." Saga hanya tersenyum canggung saat Harsa mengingatkan soal itu.

"Iya maaf."

"Mbak Arin lagi di dapur, masaka kayaknya aku gak tau." Saga mengangguk.

"Sini Sa, Jendra nya biar aku tidurin di kamar." Harsa menatap Saga sanksi, karena sepupu tertuanya itu bahkan baru saja pulang.

"Gak boleh, sana mandi dulu, baru pulang dari rumah sakit kok udah mau gendong anak nya. Jendra lagi demam nih." Saga menghela nafas saat mendapat omelan singkat dari Harsa.

"Duh iya iya, aku mandi dulu kalau gitu." Harsa hanya mengangguk. Bahkan mengabaikan Saga yang sempat mengusak kepalanya saat akan pergi ke kamar.

"Pade... Pade..."

"Pade... Hasa..." Harsa langsung menyimpan ponselnya saat mendengar suara nyaring dari si kembar.

"Pade..." Harsa langsung meletakan jari telunjuknya kedepan bibir agar si kembar tidak lagi mengeluarkan suara keras, karena ada Jendra yang sedang tidur.

"Oh.. mas Endra bobok?" Harsa mengangguk saat si kembar mendekatinya.

"Ke sini sama siapa? Papi?" Yaksa, sang kakak menggeleng.

"Sama mami." Harsa tersenyum saat mendengar Yaksa berbisik. Harsa selalu senang jika berbicara dengan si kembar, karena meskipun baru berusia dua setengah tahun tapi keduanya nya sudah fasih menyebut huruf S dan R.

"Terus mami kemana?" Kali ini Nawa menunjuk ke arah belakang.

"Mau ke papi, mau minta sayur hijau!" Harsa akhirnya mengangguk kecil.

"Sini, mas Yaksa, udah makan?" Yaksa mengangguk, namun kemudian menunjuk ke arah sang adik.

"Tapi Nawa belum pade, Nawa ndak mau mam, sampai mami marah-marah." Harsa kemudian langsung menatap ke arah Nawa.

"Kenapa gak mau makan dek? Nanti makan disuapi pakde ya?" Nawa hanya bisa mengangguk sambil merengut, dia tidak akan menolak jika tidak mau di tinggal pakde Harsa nya.

"Mau telor ya pade." Harsa akhirnya mengangguk.

"Loh ada si kembar, sama siapa kesini?" Saga yang baru saja selesai mandi dan sempat ke dapur akhirnya menyapa Yaksa dan Nawa.

"Mami, tapi mami ke papi pade." Saga akhirnya paham, kenapa juga cicit pertama eyang Juna sudah sepintar ini.

"Sa, mana Jendra nya, biar aku tidurin di kamar." Harsa segera menyerahkan Jendra dengan hati-hati pada Saga, menjaga agar bayi itu tidak terbangun.

"Dari tadi rewel mas, nanti kalau nangis nya gak diem lagi kayak tadi, kasih ke aku aja, biar aku gendong disini." Saga hanya mengangguk, karena dia tau jika semua cicit keluarga Bratadikara memang lengket dengan Harsa.

Hup

Hup

"Yaksa mau pangku pade."

"Nawa juga, pangku pade." Harsa hanya bisa tersenyum saat si kembar sudah duduk di paha nya.

"Iya iya kan ini udah di pangku."

"Pade... Pade... Mbak Adel ndak akan pulang kesini lagi?" Alis Harsa menukik saat mendengar pertanyaan Nawa.

"Pulang dek, tapi nanti. Kenapa? Kangen mbak Adel?" Nawa menggeleng.

"Ndak, mbak Adel nakal! Suka tusuk-tusuk pipi Nawa!"

"Mbak Adel ndak nakal dek! Mbak Adel baik! Mbak Adel suka kasih Yaksa biskit!"

"Ndak mas! Mbak Adel suka tusuk-tusuk pipi Nawa, nakal!" Harsa hanya bisa tertawa mendengar perdebatan si kembar soal putri nya.

"Mbak Adel itu sayang sama Nawa makanya pipinya Nawa di tusuk-tusuk gini kan?" Harsa mempraktekan bagaimana Adel biasa menusuk pipi gembul Nawa dengan telunjuknya.

"Itu sayang?" Harsa mengangguk.

"Oh gitu ya pade, jadi mbak Adel ndak nakal?" Harsa menggeleng.

"Mbak Adel gak pernah bikin Nawa nangis kan?" Nawa menggeleng, begitu pula Yaksa.

"Ndak."

"Jadi mbak Adel?"

"Mbak Adel baik!!"

"Mbak Adel sayang Nawa!"
.
.
.
.
.
"Harsa, aku sama Arin titip Jendra bisa?" Harsa mengerjap saat Saga tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya saat mendekati tengah malam.

"Ada apa mas?" Saga terlihat panik, hingga Harsa ikut panik saat ini.

"Ada panggilan dari rumah sakit, ada kecelakaan beruntun jadi aku sama Arin harus ke rumah sakit sekarang. Tapi Jendra masih demam Sa." Harsa mengangguk.

"Iya gak apa mas, tinggal aja Jendra biar sama aku." Saga bernafas lega saat Harsa mengatakan hal itu.

"Sa, titip ya." Harsa mengangguk saat Arin menyerahkan Jendra yang menangis padanya.

"Iya gak apa mbak, Jendra aman sama saya kok." Arin tersenyum saat Harsa mengatakan hal itu, sebenarnya ini buka pertama kalinya mereka menitipkan Jendra pada Harsa karena panggilan mendadak dari rumah sakit.

"Kita berangkat ya Sa, kalau ada apa-apa nanti kabari aja." Harsa kembali mengangguk.

"Hati-hati mas, jangan ngebut." Saga mengangguk dan segera menyusul Arin keluar rumah, saking paniknya Saga bahkan tidak menyadari jika wajah Harsa terlihat lebih pucat di banding biasanya.

"Mas Jendra sama om dulu ya boboknya malam ini." Harsa menunduk, menatap Jendra yang sudah berhenti menangis.

"Mama sama papa lagi kerja, jadi mas Jendra gak boleh rewel ya? Besok baru main sama adek Rendra okey?" Harsa tersenyum simpul saat Jendra mengerjap, bayi tujuh bulan itu seolah mengerti maksud om nya.

"Ayo bobok mas, kepala om pusing soalnya."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.



GRHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang