80. Ada yang aneh

203 42 4
                                    


.
.
.
.
.
Masalah Harsa dengan Yudhis selesai begitu saja, karena Harsa tidak mau terus mendendam, meskipun rasa sakit hatinya masih ada.

Ditambah karena kehamilan Freya saat itu, Harsa tidak ingin jika anak nya lebih mirip Yudhis di banding dirinya, hanya karena dia membenci Yudhis dan Riana.

Semua berjalan normal seperti biasa, bahkan setelah kelahiran putra pertama Harsa, bayi mungil yang terlihat sangat mirip dengan sang ayah.

Harsa saat ini sudah kembali menempati rumah nya, setelah kembali tinggal di rumah utama selama kehamilan Freya hingga istrinya itu melahirkan.

Hansa sudah berumur enam bulan sekarang, bayi itu sudah mulai belajar merangkak dan mengoceh dengan bahasa bayi nya.

Namun ada yang berbeda dengan rumah mereka saat ini, memang semenjak hamil Harsa memutuskan tinggal di rumah utama seperti permintaan eyang Juna, tapi sejak kembali ke rumah mereka beberapa hari lalu rasanya mereka justru tidak bisa tenang.

"Mas, sini Hansa nya biar aku gendong, mas Harsa istirahat aja." Harsa menghela nafas, sejujurnya tubuhnya sedang terasa tidak enak hari ini, mungkin karena kelelahan.

"Gak usah dek, kamu tidur aja, kamu juga baru mau istirahat, Hansa biar sama aku aja." Freya menggeleng dan memutuskan untuk duduk di kasur.

"Hansa beberapa hari ini rewel terus mas, apa karena baru pindahan ya?" Harsa tersenyum tipis.

"Iya mungkin dek, udah gak apa, kamu istirahat aja, malam ini biar aku yang jaga Hansa sama Adel."
.
.
.
.
.
"Yah... Yah... Kemarin Adel main sama tante." Alis Harsa mengernyit saat mendengar ucapan Adel.

"Tante siapa mbak?" Harsa sebisa mungkin bertanya pelan pada putrinya yang baru berusia empat tahun itu.

"Ada tante, masuk kamar Adel, ajak Adel main." Harsa terdiam sejenak, seingatnya kemarin tidak ada sepupunya yang ke rumah.

"Tante nya gimana?" Gadis kecil itu terlihat berpikir sejenak.

"Adel ndak tau, Adel ndak bisa lihat muka tante. Tapi tante pakai baju putih terus bisa terbang!"

Deg

Harsa terkejut mendengar hal itu, karena jujur saja selama ini dia tidak terlalu mempercayai hal-hal mistis. Baru setelah melihat kejadian hilang nya Riana di banyuwangi beberapa tahun lalu itu dia percaya.

"Mbak, dengerin bunda ya?" Adel menatap polos pada Freya yang baru saja bergabung bersama mereka.

"Mulai hari ini mbak bobok nya di kamar ayah sama bunda ya? Nanti bunda bacain cerita, okey?" Adel mengerjapkan matanya.

"Bobok di tengah?" Freya mengangguk.

"Okey! Nanti Adel bawa bonbon ya bun?" Freya tersenyum dan mengangguk.

"Nah udah sekarang mbak boleh main, tadi katanya mau main sama adek Dithi, adek Yaksa sama adek Nawa." Adel mengangguk dan segera beranjak dari duduk nya.

"Ayah... Adel main dulu ya." Adel menghadap ke arah sang ayah yang tengah memangku Hansa.

"Iya mbak, adek-adek nya gak boleh di jahili ya?" Adel mengangguk patuh.

"Iya ayah... Dadah adek Hansa, mbak main dulu... Adek disini sama ayah!" Setelah mengatakan itu Adel segera berlari ke lorong yang menghubungkan rumah nya dan rumah sang om, Jevan.

"Mas." Harsa tersenyum tipis.

"Gak apa, kita yang akan antisipasi supaya gak ada yang ganggu anak-anak." Freya menghela nafas panjang.

"Mas, masih pusing?" Harsa tidak menjawab dan hanya tersenyum.

"Udah gak kayak semalem dek, aku gak apa." Freya menyandarkan kepalanya pada pundak Harsa setelah mendengar jawaban sang suami.

"Hansa kalau pagi sampai sore anteng banget, gak ada rewel, tapi kalau malem rewel terus, padahal selama ini gak pernah mas."

Sret

Freya menatap tangan Harsa yang mengelus tangannya.

"Hansa mungkin masih adaptasi sama suasana rumah kita dek, biasanya dia di rumah eyang buyut nya." Freya tersenyum mendengar hal itu.

"Mas, mau makan apa buat siang nanti?" Harsa menoleh pada Freya, menatap wajah cantik pemilik hatinya itu.

"Goreng ayam aja dek, tadi pagi kamu udah masak sayur asem kan, itu aja udah." Freya mengangguk dan kembali menyandarkan kepalanya di pundak Harsa.

Freya sebenarnya selalu bersyukur karena merasa beruntung mendapatkan Harsa sebagai suaminya, Harsa tidak pernah protes akan masakannya, kecuali saat masakannya terlalu asin.

Harsa juga tidak mengharuskan dia memasak tiga menu berbeda setiap kali jam makan datang, apa yang di masak pagi hari itu akan bertahan sampai malam.

Harsa selalu mengatakan jangan membuang makanan, meskipun bahan makanan mereka kebanyakan mereka ambil dari kebun.

"Besok aku mau masak soto ayam ya mas?" Harsa mengangguk.

"Iya dek, masak aja sesuai selera kamu."
.
.
.
.
.
Freya tau ada yang mengganggu mereka di rumah ini, dimulai dari Adel yang katanya sering diajak main, Hansa yang rewel terus setiap malam, dan baru akan tenang jika gendong oleh Harsa, juga Harsa yang lebih sering jatuh sakit.

Freya menatap suami nya yang fokus membaca al-quran di depan nya, mereka baru saja selesai sholat malam, sedangkan kedua anak mereka tengah terlelap.

Freya menyetujui niat Harsa untuk lebih rutin beribadah, karena hal itu mungkin bisa melindungi rumah dan keluarga mereka.

Krak

Krak

Krak

Freya menoleh ke arah pintu kamar mereka, begitu pula Harsa yang berhenti membaca al-quran.

"Mas, itu suara apa ya?" Harsa menggeleng.

"Jangan keluar, biarin aja." Freya mengangguk dan kembali fokus membaca al-quran nya.

Brak

Suara gebrakan membuat mereka terkejut, bahkan Hansa langsung menangis karenanya.

Freya segera meletakan al-quran nya diatas meja dan melepas mukenah nya, perempuan itu dengan cepat menggendong Hansa dan menimang nya.

"Adek kaget ya? Cup... Cup... Ya, udah gak ada kok suaranya." Harsa mengikuti langkah Freya dengan menyimpan kembali al-quran nya dan mulai membereskan sajadah mereka.

"Adek haus ya? Mau mik susu?" Freya menatap Harsa saat Hansa terus saja menangis.

"Sini dek, kamu istirahat aja sama Adel." Freya dengan terpaksa memberikan Hansa pada Harsa, meskipun Freya tau jika Harsa tengah tidak sehat. Terbukti dengan wajah tampan nya yang terlihat pucat.

"Mas, sini aja deh sambil rebahan, mas Harsa juga lagi sakit itu." Harsa hanya tersenyum, namun tetap menuruti ucapan Freya. Dia tidak ingin putra nya terluka karena dia yang terus berdiri disaat kepalanya terasa berputar.

"Besok gak usah ke kebun ya mas? Biar aku yang bilang ke Jevan besok, mas Harsa istirahat aja." Harsa mengangguk, saat ini dia sudah menjadi seorang suami dan seorang ayah, dia tidak bisa egois dengan memaksakan dirinya sendiri.

"Dek, kayaknya mulai besok kalau udah diatas jam dua belas jangan keluar kamar, siapin apa pun yang kamu perluin di kamar aja." Freya mengangguk, lagi pula dia juga takut untuk keluar jika seperti ini.

"Iya mas, Hansa udah tidur lagi mas, mas Harsa juga tidur aja."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Selamat siang
Ada yang kangen mas Harsa?
Book GRHYA masih bakal lanjut mungkin sampai 90/100 chapter, setelah itu bakal pindah ke book baru...
Tungguin ya...

Selamat membaca dan semoga suka

See ya

–Moon–

GRHYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang