".... tidak hanya relevan dalam buku pelajaran, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari." Dengan papan tulis penuh catatan dan slide yang tengah diproyeksikan, sang guru menjelaskan materi hari itu dengan semangat yang menginspirasi. Matanya berkilat saat membagikan pengetahuan kepada para siswa yang duduk dengan patuh.
Namun, Renjun terlihat tidak sepenuhnya fokus. Beberapa kali, matanya melirik ke arah jam dinding yang terpampang di depan kelas. Lima menit lagi menuju jam istirahat, dan Renjun sudah terlihat gelisah, tampaknya bersiap-siap untuk sesuatu.
Saat bel berbunyi, sang guru menutup pelajarannya dan dengan cepat meninggalkan kelas. Renjun tanpa membereskan bukunya beranjak dari bangkunya, juga bergegas keluar. Kaki rampingnya berlari kencang, namun juga berhati-hati agar tidak jatuh. Pintu masuk kantin sudah terlihat dengan jelas, bahkan ia menjadi murid pertama yang datang.
"Bu, roti melonnya satu," pinta Renjun dengan napas memburu pada wanita paruh baya di kantin. Wanita itu dengan ramah mengambil roti melon dan menerima uang yang diserahkan oleh Renjun yang selalu terlihat terburu-buru.
Renjun melanjutkan larinya, menuju vending machine yang terletak di sebelah kiri lapangan. Artinya, dia harus memutari Setengah dari luas sekolah untuk mencapai tujuannya.
Setelah memasukkan koin dan memilih minuman yang diinginkan, sekaleng kopi sudah berada di tangan Renjun. Dia segera kembali ke kelas, menemui seseorang yang mengharuskannya melakukan hal merepotkan seperti ini.
"Tujuh menit." Jaemin menekan tombol stop pada stopwatch di aplikasi ponselnya. "Renjun-ah, kamu lebih lambat satu menit dari kemarin."
Jaemin, duduk di bangku yang terletak di samping jendela dan urutan paling belakang, menyaksikan Renjun dengan tatapan sinis. Teman-teman Jaemin yang mengelilinginya mulai memperhatikan Renjun dengan pandangan meremehkan.
"Enam menit, empat puluh detik, Jaemin." Sangkal Renjun dengan ketakutan. Posisinya yang berdiri memungkinkannya melihat layar ponsel Jaemin, tetapi ekspresi Jaemin tetap dingin dan datar. Situasi ini selalu membuat Renjun merasa tidak nyaman dihadapan teman-teman sekelasnya.
"Sekarang berikan padaku." Renjun menurut, menyerahkan roti serta sekaleng kopi yang diterima dengan senyum licik, "Ah, sebenarnya aku sedang ingin memakan roti strawberry, Pergilah belikan yang kumau."
Terdengar gemuruh tawa teman-teman Jaemin yang menyaksikan adegan ini.
"Tapi-"
"Itu salahmu karna tidak bertanya terlebih dahulu." Nadanya terdengar tegas, tanpa memberi ruang untuk membantah, membuat Renjun merasa tertekan. Dengan pasrah, Renjun menuruti permintaan Jaemin. Baru saja Renjun berbalik, Jaemin memanggilnya lagi.
"Renjun-ah, kau melupakan uangnya." Jaemin menyampaikan dengan tatapan merendahkan. Renjun mengambil uang dari tangan Jaemin sebelum meninggalkan kelas.
"Hei, bukankah kamu tidak suka strawberry?"
"Ya." Dari luar kelas, samar-samar Renjun bisa mendengar suara Haechan yang bertanya dan jawaban pendek Jaemin.
Renjun meneguk ludahnya pelan, mencoba meneguhkan hatinya. 'Kamu sudah terbiasa, Renjun.'
Renjun yang kembali dengan roti strawberry, menemukan Jaemin sendirian tanpa teman-teman gengnya. Kakinya diangkat ke atas meja, fokus pada layar ponsel, sepertinya tengah bermain game. Renjun sedikit tersentak ketika Jaemin menyadari kehadirannya.
"Kamu terlalu lama. Aku sudah kenyang sekarang. Roti itu buatmu saja. Lagipula, aku tidak terlalu suka," ucap Jaemin tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Renjun merasa campur aduk. Ia tidak tahu bagaimana raut wajahnya sekarang. Memang ia agak terlambat karena harus menghabiskan makanannya tadi di kantin dengan sangat cepat, karena takut membuat Jaemin marah. Renjun hanya tidak ingin merasa kelaparan ketika jam pelajaran selanjutnya. Namun, si Iblis itu benar-benar mempermainkannya.
Jahat!
Renjun hanya bisa memaksa senyum, walaupun dalam hati ia sudah mengucap mantra untuk menyegel iblis bernama Na Jaemin di kerak bumi di lapisan paling dalam!
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Sekolah dan Targetnya | Jaemren
FanfictionSebuah kisah "Slice of Life" yang mengeksplorasi hubungan antara Na Jaemin, seorang pembully, dan Huang Renjun, targetnya. Disclaimer! Kredit semua tokoh dalam cerita ini milik mereka sendiri dan agensi. Mohon untuk tidak disangkut pautkan cerita in...