Kebenaran

824 102 3
                                    

Renjun terkejut, mulutnya sedikit terbuka saat mendengar jawaban Jeno. "Apa? Maksudmu, Jaemin suka padaku?" tanyanya dengan nada bingung, hampir tidak percaya.

Jeno mengangguk. "Ya, itu yang aku tahu. Jaemin tidak terlalu terbuka tentang perasaannya, tapi dia sangat mudah terbaca ketika menyukai seseorang. Dan seseorang itu adalah kau."

Renjun merasa bingung dan masih tidak menyangka. Dia tidak pernah membayangkan bahwa Jaemin bisa menyimpan perasaan seperti itu terhadapnya. "Aku... aku tidak tahu. Aku tidak pernah merasa ada tanda-tanda seperti itu."

Jeno menghela napas. "Jaemin sudah sangat transparan, kau saja yang tidak peka."

'Jaemin punya perasaan padaku?'

Itu mustahil. Maksudku- itu Jaemin. Dia tidak mungkin suka padaku, meskipun dia memang menyukai laki-laki.. Renjun melihat bayangan dirinya di pantulan kaca jendela kelas, "tidak mungkin dia akan memilihku," gumamnya pelan.

Jeno memperhatikan Renjun yang tenggelam dalam pikirannya dan tersenyum tipis. “Sejujurnya, Jaemin mungkin seorang berandalan, tapi dia bukan seorang pembully.”

Renjun menoleh, alisnya terangkat bingung. “Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?”

"Lihat saja caranya memperlakukanmu. Dia selalu menempatkanmu sebagai sosok istimewa meski terkadang terkesan kasar. Membuatmu seperti pesuruhnya atau selalu mencari-cari alasan untuk bertemu denganmu. Itu hanya cara canggungnya untuk mendekatimu, Renjun. Semakin lama aku melihat itu, semakin aku yakin dia menyimpan perasaan padamu.”

Renjun mengerutkan kening, mencoba mencerna kata-kata Jeno. Mungkinkah semua tindakan Jaemin selama ini adalah bentuk perhatian? Semua ejekan, komentar tajam, bahkan perintah-perintahnya yang tidak masuk akal... Apakah itu bentuk cinta yang tidak mampu diungkapkan dengan kata-kata?

"Apakah Jaemin bodoh?" kata Renjun sambil menggelengkan kepala, wajahnya memancarkan kebingungan yang semakin mendalam. "Menunjukkan cintanya seperti itu... siapa yang akan mengira? Aku pikir dia menyukai Wonyoung. Makanya aku setuju menjadi makcomblang mereka berdua. Tapi bagaimana bisa menjadi seperti ini?"

Jeno tersenyum kecil, seperti menahan tawa melihat Renjun yang terlihat begitu kacau dengan semua kenyataan yang baru saja didengarnya. "Jadi, kau benar-benar tidak pernah menyadarinya?"

Renjun mendesah panjang, "Tentu saja tidak. Kalau aku tahu, aku tidak akan repot-repot mencoba menjodohkannya dengan Wonyoung."

Jeno mengangguk-angguk paham, kemudian dengan nada hati-hati, dia bertanya, "Apakah artinya kau menyukai Jaemin juga?"

Renjun terdiam, menatap Jeno seolah dia baru saja mendengar pertanyaan paling sulit dalam hidupnya. "Aku... aku tidak tahu," jawabnya pelan, suaranya terdengar ragu. "Aku bahkan tidak pernah memikirkannya seperti itu. Sebelumnya, aku hanya merasa kesal karena dia selalu memperlakukanku seperti pesuruhnya. Tapi kemudian aku menganggapnya teman. Sekarang... jika semua yang dia lakukan benar-benar karena dia menyukaiku... aku... aku bingung."

Jeno mengangkat alis, senyum nakal muncul di wajahnya. "Bingung atau tertarik?" tanyanya dengan nada menggoda.

Renjun langsung menatapnya tajam, wajahnya memerah seketika. "Jangan menggodaku!" serunya, mencoba menyembunyikan rasa malu yang tiba-tiba menyergapnya. Namun, senyuman kecil yang terlukis di sudut bibirnya tak bisa ia sembunyikan, seolah-olah pertanyaan Jeno barusan telah memancing sesuatu yang diam-diam bergejolak dalam dirinya.

Jeno tertawa kecil melihat reaksi Renjun, lalu mengangkat kedua tangannya seolah menyerah. "Oke, oke, aku berhenti. Tapi, kau tahu, tidak ada salahnya untuk sedikit jujur pada dirimu sendiri."

"Tapi bagaimana dengan Wonyoung?"

Jika Jaemin ternyata menyukaiku, bagaimana dengan Wonyoung? Selama ini, Renjun berusaha mencocokkan Wonyoung dengan Jaemin, percaya bahwa mereka adalah pasangan yang tepat. Tapi sekarang, jika Jaemin ternyata memiliki perasaan yang sama terhadapku, berarti semua harapan dan usaha Wonyoung bisa jadi sia-sia.

Bayangan wajah Wonyoung yang selalu ceria seketika memudar dalam pikirannya, berubah menjadi ekspresi terluka dan kecewa. Renjun merasa dadanya sesak memikirkan bagaimana Wonyoung akan bereaksi. "Bagaimana aku bisa menatapnya lagi kalau tahu aku justru menjadi alasan kesedihannya?" gumamnya seraya membentuk lengkungan kurva kebawah dengan bibir.

Jeno melihat Renjun dengan penuh empati. "Namun, penting untuk diingat bahwa perasaan cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan atau diprogram. Kadang-kadang, meski kita berusaha sebaik mungkin, hasilnya tidak selalu sesuai dengan harapan kita," katanya dengan lembut, mencoba menenangkan.

Renjun mengangguk, merenungkan kata-kata Jeno. "Terima kasih, Jeno."

Jeno tersenyum kecil, matanya penuh ketulusan. "Tidak masalah. Kadang, kau hanya butuh seseorang yang bisa mendengarkan. Dan aku ada di sini jika kau butuh."

Renjun balas tersenyum, merasa sedikit lebih tenang setelah percakapan ini. "Aku akan ingat itu. Terima kasih banyak."

■□■□■□■□■

Semoga puas ya dengan update hari ini.. Jujur aku kurang sih wkwk

Terimakasih untuk vote, komen, dan kalian semua yang sudah menunggu kelanjutan cerita ini 💚💛💚💛💚💛

Update selanjutnya tergantung mood, jadi ayolah hibur aku hahaha

Preman Sekolah dan Targetnya | JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang