Ulangan tengah semester akan diadakan minggu depan. Kelas sedang ramai, siswa-siswa saling bertukar cerita tentang persiapan mereka. Di tengah keriuhan, Haechan dengan nada cerianya mengusulkan sebuah ide. "Bagaimana jika kita melakukan taruhan?" serunya, wajahnya penuh semangat dan matanya berkilat penuh antusias.
Saat ini, Haechan dan Jeno, seperti biasanya, mengunjungi kelas Jaemin sebelum pelajaran dimulai. Namun, tampaknya ide yang dilontarkan Haechan tidak ditanggapi dengan baik oleh kedua temannya.
"Tidak, aku tidak mau dibodohi lagi," jawab Jeno sambil menyilangkan tangan di dada. Nada suaranya mengandung sedikit frustrasi, seolah-olah mengingat pengalaman buruk dari taruhan sebelumnya.
Haechan hanya tertawa ringan, tidak merasa bersalah sama sekali. "Itu karena kau memang bodoh, bagaimana denganmu Jaemin?" tanyanya, berharap setidaknya satu teman akan tertarik.
"Tidak."
"Ah, Kalian tidak asik." Haechan menghela napas kecewa, merasa usahanya sia-sia. Bersikap dramatis, ekspresinya berubah menjadi muram, seolah-olah dunia ini tidak adil padanya.
Bersamaan dengan rengekan Haechan, Renjun datang menyapa ketiganya dengan senyum ramah. "Jaemin, ini roti melon kesukaanmu."
Jaemin melirik kotak roti itu sejenak, kemudian mengalihkan pandangannya. "Ambil kembali, aku tidak mau," katanya dengan nada datar. Ada kebencian yang tersembunyi dalam suaranya, karena ia curiga bahwa ini hanyalah salah satu cara Renjun dan wanita itu untuk sekian kalinya.
"Hari ini sedang promo beli satu gratis satu, tapi aku sudah cukup dengan satu roti, kalau begitu untukmu saja Haechan." Renjun mencoba mengalihkan perhatiannya kepada Haechan dengan nada yang lebih ringan.
Haechan menerima roti itu dengan senyum lebar. "Yeay, aku memang belum sarapa-"
"Ini punyaku." serobot Jaemin tiba-tiba, mengambil roti itu dengan cepat dari tangan Haechan. Matanya menatap Haechan dengan tajam, seolah menantang.
"Kau bilang tidak mau!" Haechan protes dan Renjun cukup terkejut melihat reaksi tiba-tiba Jaemin.
Jaemin mengangkat alis, "aku berubah pikiran." Ia menggigit roti itu tanpa berkata lebih lanjut.
Haechan mendesis kesal, namun tidak lama karena dia mendekati Renjun dan merangkulnya, "Renjun, apa kau suka tantangan? Bagaimana kalau kita taruhan?"
Jeno yang awalnya diam, menjadi bersemangat."Jika kau bisa mengajak Renjun, aku juga akan ikut. Jaemin juga pasti akan ikut."
"Jangan melibatkannya, Haechan." Jaemin memperingatkan dengan suara rendah namun jelas, nada ancaman terselip di balik kata-katanya.
Haechan mengabaikan ancaman itu, dan kembali beralih pada Renjun. "Aku tidak akan memaksa, kok."
"Tidak, terimakasih sudah menawarkan." Tolak Renjun dengan ekspresi datar. Dia benci dengan sesuatu yang tidak pasti, taruhan jelas merupakan salah satunya. Dia ingin segalanya tetap dalam kendalinya, tanpa ada ruang untuk kemungkinan buruk.
"Dengarkan dulu, ini berbeda dari taruhan biasanya, kita bertaruh menggunakan peringkat. Peringkat tertinggi boleh meminta satu permintaan kepada peringkat terendah. Bukankah ini adalah taruhan yang baik, kau akan lebih bersemangat untuk belajar agar tidak menjadi yang terendah dari kita bertiga." Haechan membisiki sesuatu ke telinga Renjun, "lagipula, apa kau tidak ingin meminta satu permintaan dari Jaemin?"
Bagi Renjun itu terdengar sangat menggiurkan, "Tapi itu akan susah."
"Jadi kau sudah merasa kalah?" tanya Haechan, memancing.
"Bukan begitu, tidak ada jaminan Jaemin akan mendapat peringkat terendah dari kita berempat," jawab Renjun mencoba logis.
"Apakah meminta permintaan dariku atau Jeno, membuatmu tidak bersemangat?" Haechan masih belum menyerah, nada suaranya semakin meyakinkan, seolah-olah ia yakin Renjun tidak akan menyesal setelah menerima tawaran ini.
Renjun tidak sepercaya diri itu akan menjadi yang pertama diantara mereka berempat. Mengalahkan Na Jaemin dan Lee Jeno hampir tidak mungkin, tapi sepertinya akan mudah mengalahkan Haechan. Renjun belum pernah melihat nama Lee Haechan di 50 besar. Bisa dipastikan Lee Haechan yang akan kalah. Ada tidaknya Renjun, tidak akan mempengaruhi hasil dari taruhan. Sepertinya Haechan mengajaknya taruhan ini untuk menggantikannya sebagai peringkat terendah. Renjun akan membuktikan bahwa Haechan salah sudah menargetkan nya.
"Oke, aku terima."
Haechan menyeringai, "kau tidak boleh menarik ucapanmu."
Ujian sudah berakhir, Renjun bisa tersenyum puas ketika melihat selembar kertas ditangannya. Peringkatnya naik. Dia masuk 20 besar. Renjun menjadi penasaran bagaimana dengan Jaemin dan teman-temannya.
"Apa-apaan? Peringkat satu?!" Renjun terkejut dengan hasilnya. "Hei, ini bukan milikmu! Disini tertulis Lee Donghyuck bukan Lee Haechan! Apakah aku tampak mudah dibodohi?"
"Nama aslinya memang Lee Donghyuck, dan iya, kau memang mudah dibodohi." Jeno yang menjawab sambil tertawa. Menikmati keresahan orang lain.
Renjun tahu siapa Lee Donghyuck, langganan peringkat satu di sekolah. Dia selalu mengira Donghyuck adalah orang yang serius dan gila belajar sampai-sampai tidak pernah keluar kelas. Namun, Renjun tidak pernah mengenalnya secara langsung. Tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa Lee Donghyuck dan Lee Haechan adalah orang yang sama!
"Bohong!" Renjun sulit menerima keadaan terbalik yang ada di bayangannya.
"Eh apakah Renjun sedang menolak hukuman karena kalah taruhan?" Haechan menggoda.
"Tidak, jika aku tau kalau kau adalah Lee Donghyuck, aku tidak akan menerima taruhan itu dari awal." Renjun menyesal telah tertipu rayuan Haechan waktu itu.
"Nasi sudah menjadi bubur. Kau tidak bisa menghindari hukuman dengan alasan bodoh seperti itu."
"Jaemin," Renjun menoleh pada Jaemin dengan mata membesar memohon bantuan.
"Kau yang menerima taruhan itu Renjun, dengan kesadaran penuh. Aku tidak bisa membantumu." Jaemin tersenyum, menahan keinginan mencubit pipi tembem Renjun. Dia terlihat sangat gemas!
"Renjun, hari festival sekolah akan diadakan sebentar lagi, aku akan memberitahumu permintaan ku pada hari itu," ujar Haechan dengan nada misterius, menyembunyikan rencana dalam kalimatnya.
"Itu tidak membuatku lega sama sekali." sahut Renjun lesu, merasa semakin tertekan oleh ketidakpastian yang dihadapinya.
"Itu deritamu," Jeno menambahkan, dia tahu dia bisa menggoda Renjun kapan pun dia mau.
Haechan dan Jeno bertos ria, berbahagia di atas penderitaan Renjun yang harus menerima nasibnya. Renjun hanya bisa menghela napas, merasa terjebak dalam permainan yang tidak pernah ia duga akan berakhir seperti ini.
*:..。o○ ○o。..:*
Double up nihhh...
Hayooo yang belum vote dari chapter satu, buruan vote ya
Yang belum pernah komen juga, komen dongg
Karena hari ini double up, bsok nggk update yaa
.
Terima kasih
💚💚💚Oh iya, kalian yang punya akun wattpad adakah yang bocor di dark web?
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Sekolah dan Targetnya | Jaemren
FanfictionSebuah kisah "Slice of Life" yang mengeksplorasi hubungan antara Na Jaemin, seorang pembully, dan Huang Renjun, targetnya. Disclaimer! Kredit semua tokoh dalam cerita ini milik mereka sendiri dan agensi. Mohon untuk tidak disangkut pautkan cerita in...