"Berhentilah untuk menjadi lebih bodoh lagi,"
kata-kata Jaemin bergema di telinga Renjun, menghantui pikirannya seperti gema yang tak kunjung reda.
Renjun duduk di bangkunya, pandangannya terfokus pada papan tulis di depan, tetapi pikirannya melayang jauh dari pelajaran yang sedang berlangsung. Suara monoton guru yang menjelaskan pelajaran matematika terdengar samar-samar, tenggelam dalam lautan pikirannya yang kusut.
"Apa maksudnya?" pikir Renjun, melirik ke arah Jaemin yang duduk di barisan belakang, sibuk menatap keluar jendela. Renjun menghela napas panjang dan menelungkupkan kepala di atas meja. Dia yakin Jaemin merasa malu karena ketahuan suka Wonyoung dan berpikir bisa mendekati gadis itu tanpa bantuannya.
"Tapi kenapa dia tidak melakukan apa-apa?" gumam Renjun pelan, frustrasi. Dia memikirkan bagaimana Jaemin selalu bertingkah seolah tidak tertarik, padahal dia tahu betul perasaan Jaemin yang sebenarnya. Renjun merasa bahwa Jaemin hanya perlu dorongan kecil lagi untuk mengungkapkan perasaannya.
"... kumpulkan tugas setelah jam pelajaran ini selesai. Saya tinggal dulu ya." Guru Yoo undur diri, para guru akan melakukan rapat sehingga terpaksa mengakhiri kelas lebih awal.
Dua puluh menit kemudian, bel istirahat berbunyi. Renjun mendahului ketua kelasnya, mengumpulkan buku tugas teman-temannya yang akan diserahkan ke ruangan Guru Yoo.
"Jaemin bisa tolong bantu aku membawa bukunya?" Renjun memanggil Jaemin yang berniat keluar dari kelas. Inilah alasan sebenarnya, dia ingin membuat Jaemin berjalan berdampingan bersama Wonyoung selama di Koridor menuju ruang guru.
Jaemin berdecak melihat Renjun dengan tumpukan buku dikedua tangan kurusnya.
"Wonyoung, Jaemin bersedia membantu." Kata Renjun senang melihat Jaemin berjalan kearahnya.
"Terima kasih Jaemin." Wonyoung berterima kasih dengan malu-malu, orang yang dimaksud hanya mengangguk sebagai responnya. Dia mengambil sebagian besar buku dari tangan Renjun, takut tangan itu patah ditengah perjalanan.
Mereka berjalan bersama menuju ruang guru. Di koridor yang ramai, Jaemin tiba-tiba berhenti. Di depan mereka, Haechan dan Jeno sedang bercanda, tertawa lepas. Jaemin melihat kesempatan. Dia menyerahkan buku di tangannya ke tangan Jeno yang bingung namun tetap menerimanya.
Renjun dan Wonyoung menyaksikan itu dengan kebingungan.
Tidak berhenti disitu, Jaemin mengambil buku di tangan Renjun dan memberikannya pada Haechan. "Tolong taruh di meja Guru Yoo bersama Wonyoung. Aku dan Renjun ada urusan."
Haechan mengangkat alis, jelas jengkel dengan permintaan mendadak ini, "What the-"
-: ✧ :-
Setelah kejadian itu Renjun merasa Jaemin semakin handal dalam menghindar. Dia menolak ketika diminta untuk mengambilkan bola basket di gudang peralatan olahraga. Mangkir saat mengerjakan tugas kelompok, pura-pura tidak melihat ketika disapa, bahkan dipanggil untuk bergabung makan siang bersama, dia melengos.
Semua itu terjadi ketika Jaemin bertemu atau harus berurusan dengan Wonyoung. Apakah Jaemin menyukai orang lain dan bukan Wonyoung? Apakah Renjun salah selama ini?
"Kau orangnya cukup peka, ya." Haechan memakan roti melon yang dibeli Renjun untuknya. Renjun sengaja menemui Haechan dikelasnya dengan membawa sogokan agar Haechan mau memberi tau informasi seputar Na Jaemin. "Ya, Jaemin sedang naksir seseorang. Yang ku tau, dia menyukai teman sekelasnya," ucapnya dengan lirikan mata penuh arti.
"Seperti yang kuduga. Bagaimana dengan ciri-ciri nya?" Renjun menjepit dagunya dengan ibu jari dan jari telunjuk. Berpose serius yang malah terlihat lucu.
Haechan tersenyum sebelum meneliti wajah laki-laki yang lebih kecil darinya. "Hm.. biar kulihat, orang itu memiliki wajah yang kecil dan aku mengakuinya sebagai orang yang cantik, lalu.. apalagi ya, mungkin termasuk orang yang penurut?"
"Penurut bagaimana?"
"Orang yang patuh dan mengikuti perintah atau instruksi dari orang lain tanpa banyak pertanyaan atau perlawanan. Hei, berikan aku minum!" Haechan menunjuk pada susu kotak ditangan Renjun. Renjun sedikit mengernyit karena dia membeli susu ini untuk dirinya sendiri, tapi tidak papa sepertinya Haechan lebih membutuhkan.
Renjun menyerahkan susu itu dengan sukarela, "Kalau begitu aku tidak salah, Jaemin menyukai Jang Wonyoung!"
"Iya benar- APAA?!" Haechan hampir tersedak, seandainya saja dia sudah mengambil tegukan.
"Tapi kenapa Jaemin selalu menyangkalnya?"
"Kenapa tiba-tiba Wonyoung?" Tanya Haechan bingung.
"Ciri-ciri yang kau sebutkan tadi semuanya ada pada Wonyoung. Kenapa reaksimu begitu?"
Haechan mengangkat bahu. "Ah aku ingat satu hal lagi tentang orang yang disukai Jaemin." Renjun sedikit memajukan tubuhnya menunggu kalimat lain keluar dari mulut Haechan. "Dia sangat tidak peka dan bodoh."
"Ey, bodoh terlalu kasar, bukankah lebih seperti polos?" Renjun mengibaskan tangannya, "Jang Wonyoung sangat polos."
"Kau menjodohkan mereka berdua?" Haechan menatap dengan tidak percaya.
Renjun mengangguk. "Awalnya aku tidak ingin mencampuri urusan percintaan mereka. Namun Wonyoung meminta bantuanku dan aku juga tau Jaemin menyukainya juga jadi... "
"Tidak, kau tidak tau apapun, lebih baik hentikan apa yang kau lakukan sekarang."
Renjun mencibir, "wah, kalian memang sahabat sejati ya, responmu pun sama dengan Jaemin kemarin."
"Jaemin tau?!" Haechan semakin menaikan suaranya. Renjun mengiyakan.
Dia mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku merasa kasihan padanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Sekolah dan Targetnya | Jaemren
Fiksi PenggemarSebuah kisah "Slice of Life" yang mengeksplorasi hubungan antara Na Jaemin, seorang pembully, dan Huang Renjun, targetnya. Disclaimer! Kredit semua tokoh dalam cerita ini milik mereka sendiri dan agensi. Mohon untuk tidak disangkut pautkan cerita in...