Renjun harus mempercepat jalannya ketika salah satu tangannya digenggam oleh Jaemin yang berjalan didepan. Kira-kira satu langkah Jaemin setara dengan dua langkah kaki pendek Renjun.
Bruk!
Renjun tersandung kakinya sendiri, menyebabkannya terjatuh dan yang lebih menyedihkan, paving yang kasar menggores kedua lututnya karena sedikit terseret Jaemin yang masih berjalan. Ekspresi kaget melintas di wajah Jaemin saat dia menoleh.
"Kenapa kau tiba-tiba duduk seperti itu? Membuat ku kaget saja."
"Aku baru saja jatuh!" balas Renjun dengan ketus, terdengar sedikit kesal.
Jaemin menghela nafas. "Jangan menangis."
"Aku tidak menangis!" Meski begitu, Renjun merasa sesak di dada dan air matanya hampir menetes.
"Kalau begitu, berdirilah."
"Kalau bisa aku sudah berdiri sedari tadi! Lututku berdarah dan aku tidak bisa meluruskan kakiku. Aku... aku.. " ucapan Renjun terhenti, ia mencoba menahan tangisnya yang hampir pecah. Dengan cepat, ia mengusap air mata yang lolos, berusaha keras menahan diri agar tidak menangis di hadapan Jaemin walau Jaemin bisa melihat hidungnya yang memerah.
"Kau bilang tidak menangis." Sindir Jaemin.
"Aku tidak! Yang ku usap tadi adalah keringat!"
"Ya, keringat yang keluar dari matamu." Jaemin berdecak. "Hei, dari tadi kau terus berteriak padaku. Kau mulai berani?!" Jika ada yang melihatnya, pasti mereka akan salah paham. Renjun yang duduk dan kelihatan kesakitan sedang diteriaki cowok tinggi beraura menyeramkan.
"Ah? Ma-maafkan aku. Kakiku sangat sakit dan aku tidak sengaja membentakmu." Renjun menunjukan raut wajah memelas dan sedikit rintihan akan kakinya yang terluka untuk membuat Jaemin iba.
"Harusnya kau berteriak seperti itu saat berhadapan dengan Mark tadi. Kau harus bisa membela dirimu sendiri. Jangan sampai aku ikut turun tangan. Apakah Mark lebih menyeramkan dariku, sampai kau seperti tikus putih yang tertangkap?" Renjun tidak pernah tau, Jaemin bisa mengomel seperti ini.
"Aku lebih kuat darinya. Jangan bersikap pecundang jika bertemu dia lagi. Mengerti?"
"Iya." Renjun mengangguk, dengan bibir mengerut kedepan.
"Kau kelihatan tidak senang."
"Aku baru saja terjatuh, bagaimana aku bisa senang?"
"Tidak mungkin kau akan terus duduk disini," Jaemin jongkok didepan Renjun. memperhatikan lutut Renjun yang lecet.
"Diam, biar aku yang atur ini," kata Jaemin dengan percaya diri, seolah-olah ia adalah seorang dokter yang berpengalaman.
"Apa yang akan kau lakukan?" Renjun memandang Jaemin dengan campuran antara terkejut dan penasaran, tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya.
Jaemin mengumpulkan air ludahnya di mulut, kemudian dengan lembut ia menerapkannya pada luka Renjun. Meskipun aneh, Renjun merasa bahwa sedikit perih di awalnya, yang kemudian berangsur-angsur mereda.
"Lukamu akan cepat sembuh. Itu yang dilakukan ibuku saat aku terjatuh ketika aku kecil." Renjun memperhatikan Jaemin yang menampilkan wajah lembut, terasa familiar. Renjun menggelengkan kepalanya mengenyahkan pemikiran yang tidak masuk akal.
"Kalau begitu aku akan percaya pada ibumu." Renjun melihat keatas untuk menerawang, "Mamahku selalu mencium lukaku agar cepat sembuh."
"Kau ingin aku melakukannya juga?"
"Tidak perlu. Kau bukan Mamahku."
*:..。o○ ○o。..:*
Aku minta maaf karena sepertinya Chapter selanjutnya akan lama. Setelah ini aku bakal fokus nulis cerita baru. Karena akan menjadi short story, aku akan menulisnya sampai selesai baru ku publikasikan.
Terimakasih untuk vote dan komen kalian 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Preman Sekolah dan Targetnya | Jaemren
FanficSebuah kisah "Slice of Life" yang mengeksplorasi hubungan antara Na Jaemin, seorang pembully, dan Huang Renjun, targetnya. Disclaimer! Kredit semua tokoh dalam cerita ini milik mereka sendiri dan agensi. Mohon untuk tidak disangkut pautkan cerita in...