Bantu aku plis!

1.2K 128 5
                                    

"Kemarin aku mencoba membuat cake dan hasilnya lumayan enak, kalau kau mau aku bisa membuatkan satu untukmu." Wonyoung menawarkan dengan senyum, saat mereka berjalan kembali ke kelas setelah makan siang.

"Oh, serius? Aku pasti mau! Aku selalu suka cake buatan sendiri. Aku jadi tidak sabar mencobanya." sahut Renjun antusias, matanya berbinar.

"Baiklah, aku akan memberimu besok," Wonyoung mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Tapi kau tidak perlu memaksakan diri jika memang tidak sempat. Santai saja, kau bisa memberiku kapanpun." Renjun menoleh ke belakang, menyadari bahwa Wonyoung tertinggal beberapa langkah. Dia mendapati wanita itu berdiri memandang jauh kedepan, di mana Jaemin dan Mark sedang berlari mengelilingi lapangan.

Renjun cukup terkejut ketika Jaemin berlari semakin mendekat ke arahnya. 'Apa yang dilakukannya? Kenapa dia ke sini?' pikirnya dengan alis berkerut.

Na Jaemin, dengan napas yang sedikit terengah-engah dan wajah yang berkeringat, tiba-tiba merampas botol minum dari tangan Renjun. Dia berkata dengan nada acuh tak acuh, "Aku haus, minta ya." Ekspresi wajahnya menunjukkan kelelahan, namun ada sedikit senyum nakal yang terlihat di sudut bibirnya. Dia mengangkat botol itu dengan satu tangan, meneguk isinya dengan cepat.

Renjun mengeluh, wajahnya berubah kesal. Dia sedikit mendorong Jaemin dengan pelan. "Kalian sedang dihukum?"

Jaemin mengangguk sambil terkekeh. "Kami ketahuan saling mencengkram kerah," jawabnya sambil mengusap keringat di dahinya dengan lengan.

Renjun melirik Mark yang masih di lapangan, menatapnya dengan tajam. "Apakah dia akan mencengkram kerahku juga jika kami bertemu? Tatapannya menyeramkan," katanya dengan nada bercanda, tetapi ada kekhawatiran di matanya.

"Biarkan saja," Jaemin menghalangi pandangan Renjun dengan tangannya. "Dia hanya iri karena tidak ada yang mengirimkan minuman," tambahnya dengan senyum mengejek.

"Kau juga tidak, kau merampas milikku," Renjun menggerutu, matanya memicing sedikit kesal.

"Wah, kau sangat perhitungan. Baiklah, aku akan menggantinya. Bagaimana jika pulang sekolah kita ke cafe yang baru buka di seberang sekolah? Deal?"

"Sebaiknya jangan mengingkari janjimu, deal!" Renjun menerima uluran tangan Jaemin dengan puas. "Guru Lee sedang Mengawasi, cepat kembali ke sana," katanya, melirik ke arah guru olahraga yang memperhatikan mereka dari kejauhan.

Jaemin mengangkat bahu dengan ekspresi tak peduli. "Aku sudah menyelesaikan lima putaran," jawabnya dengan nada membela diri, meski senyum nakalnya tak pernah hilang.

"Setidaknya kau harus melapor," Renjun mendesah, mencoba menahan kesal.

"Ya, ya. Kau sangat cerewet." Jaemin menjawab sambil menghela napas, lalu mengambil tangan Renjun dan meletakkan botol yang kini kosong di atas telapak tangannya. Wajahnya menunjukkan keisengan dan sedikit tantangan.

Renjun melotot, bibirnya mengerucut. "Buanglah sampahmu sendiri!"

"Itu kan milikmu, aku hanya minta isinya," jawab Jaemin sambil tertawa kecil, matanya berbinar penuh kepuasan melihat reaksi Renjun. Setelah itu, dia melambaikan tangan dengan santai dan berlari kembali ke Lapangan.

Renjun masih menatap punggung Jaemin yang menjauh ketika dia mendengar suara Wonyoung di sebelahnya. "Kalian sangat dekat," katanya, mengingatkan Renjun bahwa dia tidak sendiri tadi. Wonyoung tersenyum tipis, matanya berkilat-kilat dengan rasa ingin tahu.

"Kami?" Renjun berpikir sejenak, orang-orang sering memanggilnya sebagai pesuruh Jaemin, namun sekarang Jaemin sedikit melunak, dia tidak bersikap seenaknya lagi. Tapi rasanya segan jika tiba-tiba mengaku akrab. "Tidak, Kami hanya teman sekelas," jawabnya, menatap tanah sejenak sebelum kembali menatap Wonyoung.

"Sebenarnya aku mendengar sesuatu antara hubunganmu dengan Na Jaemin, tapi sepertinya itu hanya rumor ya." Wonyoung mendekat untuk berbisik. "Na Jaemin, tidak terlihat seperti seorang pembuli, kau juga setuju kan, Renjun."

Renjun tertawa sedikit, merasa tidak nyaman. "Ya benar."

"Apalagi nilainya bagus, dia terlihat cocok sebagai siswa teladan ketimbang pembuli." Wonyoung berseri-seri, senyum lebar menghiasi wajahnya. Matanya berbinar penuh kekaguman yang tampak sedikit berlebihan, dan ada getaran halus dalam suaranya yang menunjukkan betapa ia sangat memperhatikan Jaemin. Wajahnya hampir terlalu cerah, senyum terlalu lebar, seolah-olah ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ketertarikan biasa.

"Apa kau menyukainya? Kau menyukai Na Jaemin, kan?" tanya Renjun dengan nada hati-hati, sedikit rasa cemburu terlintas di benaknya.

"Hehe, apa terlihat jelas?" Jawabnya kikuk. wajahnya semakin memerah. "Apa Jaemin sudah punya pacar?"

"Hm.. aku tidak begitu yakin, coba saja tanyakan pada Haechan atau Jeno, mereka pasti lebih tau." Renjun menjawab, mencoba menghindari topik yang membuatnya sedikit tidak nyaman.

"Aku tidak dekat dengan mereka. Ayolah, bantu aku mengkonfirmasi nya. Kalau tidak, bantu aku untuk mendekatinya, ya?" Wonyoung memohon, matanya memancarkan harapan yang terkesan sedikit mendesak.

"Hm.. tapi.. "

"Plisss Renjunie..." Wonyoung merajuk, suaranya manja dan penuh harap.

'Mungkin tidak papa, Jaemin menyukai Wonyoung juga kan. Jika Jaemin punya pacar bukankah dia tidak akan mengganggunya lagi.'

"Baiklah, tapi aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu. Aku hanya membantu, jangan menyalahkan ku jika tidak berhasil."

"Ya! Itu lebih dari cukup. Terima kasih Renjun, kau yang terbaik!" Wonyoung bersorak, melompat sedikit dengan gembira sebelum bergegas pergi ke kelas, meninggalkan Renjun yang merasa campur aduk.

Renjun menghela napas, memandang langit sejenak sebelum mengikuti Wonyoung. 'Kenapa hatiku tidak nyaman,' pikirnya, langkahnya terasa lebih berat.

*:..。o○ ○o。..:*

Siapa yang kangen cerita iniiiiii, ayo merapat, aku mutusin bakal lanjutin cerita  yang tak seberapa bagus ini sampai tamat.

Karena aku merasa punya hutang, jadi bakal aku tamatin di chapter 20an aja.

Jadi jangan lupa vote dan komen ya agar aku bisa cepet buat update

Thank you

Preman Sekolah dan Targetnya | JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang