confess

1.4K 125 10
                                    

Jaemin berjalan lesu menyusuri koridor kelas, dengan tatapan kosong, ia menerobos kerumunan siswa yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Dinding koridor yang menampilkan informasi kegiatan sekolah seakan tak menarik perhatiannya. Pikirannya terseret ke dalam mimpi aneh yang mengganggunya semalam—mimpi yang tak pernah ia bayangkan akan melibatkan Renjun yang polos.

Dia bahkan terlihat sangat centil!

Langkahnya terhenti tiba-tiba. Jaemin mengusap pelipisnya dengan frustrasi, berharap bayangan mimpi itu bisa segera hilang. Dengan gerakan spontan, dia mengacak-acak rambutnya. "Sadarlah Na Jaemin!" marahnya pada dirinya sendiri.

Buk!

"Aduh!" Suara rintihan lembut terdengar dari belakang. "Kenapa kau berhenti tiba-tiba seperti itu?" Renjun, yang menabrak punggung Jaemin, menggosok hidungnya yang sakit. Kenapa terasa familiar?

Jaemin menoleh, matanya memicing. "Apa kau dari tadi dibelakangku?"

"He em," Renjun mengangguk, senyum lucu terukir di wajahnya meski ia sedikit meringis. "Aku berniat mengejutkanmu."

Jaemin memundurkan langkah, wajahnya terlihat gelisah.  "Untuk beberapa waktu kedepan, jangan dekat-dekat denganku."

"Kenapa begitu?" Renjun bertanya, bingung. Matanya yang besar memancarkan keheranan, seolah mencoba mencari jawaban di wajah Jaemin.

"Sudahlah, menurut saja!" Jaemin berkata cepat sebelum berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Renjun yang masih memegang hidungnya.

*:..。o○ ○o。..:*

Renjun duduk dengan gelisah di bangku kantin, pandangannya melayang pada kerumunan siswa yang sibuk dengan makan siang mereka. Di depannya, Wonyoung mengaduk-aduk minumannya dengan malas, sesekali melirik Renjun yang tampak tidak tenang.

"Jaemin menghindariku," ucap Renjun tiba-tiba, suaranya hampir tenggelam di antara riuh rendah kantin.

"Apa?!" Wonyoung mengangkat alis, sedikit terkejut.

"Jaemin menghindariku," Renjun mengulangi, kali ini dengan lebih tegas, sambil menatap lurus ke arah Wonyoung.

"Ya, ya," Wonyoung melambai seolah menepis udara di antara mereka. "Maksudku kenapa dia menghindarimu?" Dia memiringkan kepalanya, merasa heran.

"Itulah yang membuatku bingung. Kenapa dia menghindariku?" Renjun menggelengkan kepalanya, kebingungan jelas terlukis di wajahnya. "Seolah-olah aku melakukan sesuatu yang salah, tapi aku tidak tahu apa."

Renjun tiba-tiba mendekatkan tubuhnya ke arah Wonyoung, membuat Wonyoung juga ikut memajukan badannya. "Sebenarnya aku mencurigai sesuatu," bisiknya.

Wonyoung mengernyitkan dahinya, menunggu penjelasan lebih lanjut dari Renjun.

"Jaemin cemburu," Lanjut Renjun dengan nada serius.

"Cemburu?" Wonyoung mengulang, alisnya terangkat.

"Iya kan? Jaemin cemburu melihatku dekat denganmu," kata Renjun dengan wajah penuh keyakinan.

Wonyoung terdiam sejenak, merenungkan perkataan Renjun. "Cemburu? Kau serius, Renjun?"

Renjun mengangguk, ekspresinya yakin. "Ya, aku rasa begitu. Dia selalu bertingkah aneh setiap kali melihat kita berdua. Mungkin dia merasa aku terlalu banyak menghabiskan waktu denganmu."

Perkataan Renjun membuat Wonyoung tersenyum kecil. Hatinya sedikit berdebar karena senang.

Renjun menarik napas panjang dan menatap Wonyoung dengan harapan di matanya. "Maukah kau menyampaikan maafku pada Jaemin? Dia benar-benar menjauhiku seperti wabah."

Wonyoung memandang Renjun, ragu untuk sejenak. Dia mengerti bahwa Renjun ingin memperbaiki hubungan, tetapi berbicara dengan Jaemin bukanlah hal yang mudah.

'Berbicara dengan Jaemin?' pikirnya, sedikit gentar dengan gagasan itu.

*:..。o○ ○o。..:*

Wonyoung berdiri di sudut koridor, menunggu Jaemin yang baru saja keluar dari ruang guru. Perasaan gugup menyelimuti dirinya, dan ia menggigit bibir, mencoba menyusun kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan ini. Ketika Jaemin akhirnya mendekat, Wonyoung memberanikan diri untuk memanggilnya.

"Je-jaemin," panggil Wonyoung pelan.

Jaemin berhenti, menatapnya dengan alis terangkat, ekspresinya datar dan sedikit tak sabar. "Ada apa?"

"Ini tentang Renjun," Wonyoung memperhatikan bagaimana nama itu langsung menarik perhatian Jaemin.

"Ada apa dengan Renjun? Bisakah mengatakannya lebih cepat?"Jaemin berkata dengan nada ketus, tatapannya tajam.

Jaemin sangat ketus! Wonyoung jadi penasaran bagaimana Renjun bisa bertahan menghadapinya?

Wonyoung menelan ludah, berusaha menahan kegugupannya. "Dia mengatakan sesuatu padaku. Ka-katanya kau menjauhinya, ya?"

Jaemin menatap Wonyoung lebih tajam, "lalu?"

"La-lalu, Renjun menyuruhku untuk menyampaikan permintaan maafnya."

Jaemin menyipitkan mata, bingung. "Kenapa dia meminta maaf?"

"Dia pikir kau menjauhinya karena cemburu padanya yang sering bersamaku," jawabnya dengan nada lirih, tanpa sadar pipinya merona.

Jaemin terdiam, berusaha mencerna kata-kata Wonyoung. Dalam benaknya, dia tidak bisa lagi menoleransi kebodohan Renjun. Bagaimana bisa Renjun berpikir seperti itu?

Jaemin menghela napas panjang, mencoba menahan amarahnya. "Bodoh sekali dia," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Bolehkah Jaemin marah, sekarang?

*:..。o○ ○o。..:*

"Aku tidak suka pada Wonyoung, apa aku belum mengatakan itu padamu?" Jaemin membawa Renjun ke atap, tempat paling rahasia di sekolah ini karena siswa dilarang ke sana.

"Lalu, siapa yang kau suka?" tanya Renjun dengan penasaran.

"Aku akan mengatakan sekali, dengarkan baik-baik."

Renjun mengangguk beberapa kali.

Jaemin menatap mata Renjun dalam-dalam, sedikit membungkuk dan berbisik dengan suara lembut, "Aku suka padamu, Renjun. "

Namun, tepat saat itu, perkataan Jaemin teredam oleh gebrakan keras pintu terbuka dan suara cempreng Haechan. "HEI, JAEMIN!"

Refleks, Renjun dan Jaemin menoleh bersamaan ke arah suara.

"Oh, apa aku mengganggu kalian?" tanya Haechan dengan wajah polos, seolah tidak menyadari bahwa dia telah masuk di momen yang salah.

Renjun yang masih penasaran dengan apa yang dikatakan Jaemin, berusaha mengabaikan kehadiran Haechan. "Jadi siapa orang yang kau sukai, Jaemin? Aku tidak mendengarnya tadi, bisa katakan lagi?" Renjun mendesak, fokus kembali pada Jaemin.

Jaemin menghela napas dengan frustrasi, menatap Haechan dengan tatapan penuh amarah yang tidak bisa disembunyikan. "Yak, Haechan! Sialan kau!" umpatnya, merasa kesal karena momen pentingnya telah hancur berantakan.

Preman Sekolah dan Targetnya | JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang