Berangkat

27 3 0
                                    

Tubuh itu direbahkan di atas kasur empuk,melepas penat setelah berkutat dengan buku-buku pelajaran.

Dipandangnya langit-langit kamar itu. Solarhea memijat pelipisnya,bayangan kejadian tadi terus berputar di kepalanya.
Benarkah dia anak dari seorang Dewa? Apa dia harus berpisah dengan ibunya? Bagaimana nasibnya di camp nanti? Ah.... memikirkannya saja membuat Rhea pusing.

Saat kecil, Solarhea sering bertanya kepada sang ibu tentang siapa sosok ayahnya. Ibunya selalu mengatakan bahwa ayahnya sedang berada di tempat yang jauh dan Rhea akan bertemu dengannya suatu hari nanti. Ternyata ini maksudnya ..

Kalut dalam pikirannya, ia malah teringat dengan pertengkaran konyol antara Catharina dan Sei,raut wajah dan logat bicaranya membuatnya terhibur,apalagi saat keduanya ditampol oleh Shin. Sungguh mengenaskan.

Lalu si gadis berwajah datar yang dipanggil Emma. Rhea memang tak mengenalnya,ia bertanya-tanya mengapa aura yang dipancarkan adik tingkatnya itu sangat gelap dan pengap. Namun Solarhea nak menghiraukannya,ia dengan senang hati berteman dengan Emma. Omongan Emma yang sakitnya menembus ubun-ubun menurutnya akan berguna,mungkin.

Dan terakhir Keysha,teman sepernunggu jemputannya. Mereka memang sudah saling mengenal karena sering menunggu jemputan bersama. Awal mereka mengenal hanya perkara menunggu jemputan di tengah hujan deras,dan akhirnya mereka menjadi akrab. Oh ya,dan satu lagi,mereka berdua anak orang kaya.

Mengingat kejadian-kejadian tadi membuatnya tertawa lepas. Sejenak ia melupakan beribu pertanyaan yang sedari tadi berputar di kepalanya.

Solarhea bernafas lega,setidaknya ia mendapat tiga teman baru yang sepertinya sefrekuensi dengannya,hmm..mungkin selera humor yang sama. Bukan karena ia tak punya teman,ia termasuk anak populer di sekolahnya dan perlu diingat lagi Yuri adalah temannya. Namun selama berteman dengan Yuri,ia tak pernah bisa menyimak topik obrolan yang temannya itu berikan. Alasannya sederhana, otak Rhea tak bisa menangkap alur topik Yuri,pasalnya topiknya sering kali membahas lelaki atau gosip hits sekolah. Dia yang note bag-nya nolep dan tak pandai bergaul tentunya bingung harus merespon seperti apa.

"Hahaha,gue harap kita bisa deket,terutama Lo, Catharina,Lo bakal jadi temen seperdebatan gue."

Solarhea bangkit dan mendudukkan dirinya di tepi kasur,dilihatnya jam dinding yang menunjukan pukul 16.35 yang artinya ibunya sudah pulang dari bekerja.

Ia beranjak keluar dari kamarnya,dan benar saja,saat ia baru menuruni beberapa anak tangga menuju dapur ibunya sudah berada disana dengan segelas air ditangannya.

"Mama?"

Yang dipanggil menoleh, "Eh anak mama,Sola udah makan?," tanya Yuna,ibu Rhea.

"Belum ma,baru aja pulang," Rhea mendudukkan dirinya di kursi meja makan.

"Yaudah mama masakin ya?"

"Gausah ma,nanti Sola bisa sendiri," Rhea menjeda ucapannya.

"Sola mau ngomong sesuatu," lanjutnya.

Sang ibu melihat putrinya penuh tanda tanya. Ia meletakan gelasnya dan duduk berhadapan dengan sang anak.
"Sola mau ngomong apa?,mama dengerin"

Solarhea menarik nafas,jantungnya terpacu lebih cepat. Ia ragu,haruskah ia bertanya? Ah...tapi mau tak mau ia harus melakukannya,mengingat malam ini adalah malam terakhirnya bersama sang ibu.

"Anu..ma,tadi Sola ketemu cowok setengah kuda"

Melihat raut wajah sang ibu, Solarhea semakin ragu melanjutkan ucapannya. Yuna tak melepaskan pandangannya dari Solarhea,menunggu sang anak untuk melanjutkan ucapannya.

Tak mendapatkan apa yang ditunggu,Yuna melihat dengan jelas raut keraguan dari putrinya,ia pun tersenyum dan mengusap rambut Solarhea.
"Udah saatnya ya?,anak mama udah gede ya"

THE SEVEN DESTINIESWhere stories live. Discover now