Skyland

11 4 1
                                    


Skyland. Pulau suci yang menjadi habitat bagi para para kuda putih bersayap selama ribuan tahun. Letaknya pun jauh dari jangkauan ras lain, membuatnya bebas dari segala ancaman yang terjadi di bawahnya. Tak sembarang orang bisa masuk ke dalam pulau. Membuatnya menjadi tempat paling aman untuk menetap sementara waktu.

Kaki mereka menapak di tanah lembut yang subur, menatap penuh binar tempat bak surga dihadapannya. Ribuan kuda putih bercengkrama ria dengan dua kepak sayap indah di punggung mereka. Hamparan rumput hijau, atap langit biru, gunung, sungai serta tumbuhan yang sama sekali tak ternoda.

Gramoris dengan kharismanya membentangkan sayap putihnya dengan kepala terangkat. Sebagai pimpinan mereka, para pegasus sontak berkumpul, berbaris, berjejer dan membungkuk sebagai penghormatan serta membuka jalan bagi mereka.

Para demigod itu mematung, terlalu terkejut untuk menyaksikan semua kejadian ini. Sang pegasus berarmor perak pun mengangguk tanda meyakinkan. Ia berjalan lebih dulu sambil memastikan para demigod berada di belakang dan mengikutinya.

Sepanjang jalan dihiasi dengan seruan kekaguman akan indahnya tempat itu. Keysha, dengan bangganya menatap para pegasus yang tunduk dihadapannya. Tempat ini adalah tempatnya, begitulah pikirnya. Dihormati, dihargai dan diratukan, meski dibawah bayang-bayang sang ayah. Memangnya siapa peduli? Pegasus adalah pengikut ayahnya, maka mereka juga adalah pengikutnya karena ia yang merupakan putri dari Zeus.

Itu mutlak. Dan harus.




Mereka dihadapkan dengan bangunan megah yang dipoles dengan kilauan biru batu shappire yang cantik. Dilengkapi dengan tanaman dan bunga-bunga indah di sekitarnya. Serta patung dewa Zeus yang berdiri tegak di tengahnya.

"Ini adalah rumah yang kami sediakan untuk tamu penting yang berkunjung kemari. Kalian bisa tinggal disini."

Setelahnya, Gramoris pamit undur diri dengan alasan harus mengurus suatu hal. Ia melesat dengan sayap putihnya, meninggalkan enam demigod yang menatap punggungnya hingga hilang dibalik awan.

"Dia baik kan?," Pertanyaan Yuri mengalihkan atensi kembali pada topik utama.

Mereka terpaku, menatap bangunan megah didepan mereka dengan resah. Prasangka buruk tentang pemburuan tak bisa mereka sangkal. Mungkin mereka memiliki prinsip dan kepribadian yang berbeda, namun naluri bertahan hidup mereka masih mengambil alih.

Jangan terlalu percaya pada siapapun.

"Gue mau istirahat." Keysha melangkah lebih dulu, meninggalkan teman-temannya yang tenggelam dalam ketakutan mereka. Langkahnya tak menyiratkan keraguan. Dengan langkah lebarnya ia menepis semua kemungkinan negatif yang melekat dipikirannya.

Ia memandang patung dewa Zeus dengan senyum kebanggaan. Senyum kemenangan. Dan senyum kesombongan. Membayangkan bahwa patung itu adalah dirinya alih-alih ayahnya. Ia bisa merasakan jantungnya berdetak cepat ketika menyentuh patung itu.

Indah, dan berkuasa.

Lima lainnya masih tak bergerak. Menganalisis tiap gerakan yang dibuat si putri Zeus, mereka bertanya-tanya mengapa sikapnya jadi aneh semenjak datang kemari. Menggali arti lain dari senyumnya. Pada akhirnya mereka menyusul karena takut terjadi sesuatu pada Keysha.

Isinya pun tak kalah megah dari sampulnya, kilauan yang makin membuat mereka sakit mata. Mungkin bisa dikatakan berlebihan atau mereka yang terbiasa hidup miskin (sederhana).

Keysha dengan semangat langsung menelusuri isi rumah itu. Ia memasuki tiap ruangan, menyentuh tiap benda berkilau dan melompat kegirangan pada akhirnya.

THE SEVEN DESTINIESWhere stories live. Discover now