"Je, lo jadi kan ngajak Rara potong rambut?" suara Kaela di ujung telepon sana terdengar.
"Iya, ini gue lagi di jalan mau nyamper. Kenapa?"
"Berarti nanti pulangnya sekalian jemput gue?"
"Iya, Kael, kan tadi pagi gue udah bilang."
Kaela terkekeh. "Nanti kita makan udon, ya?"
"Udon?" kening Jero berkerut.
"Iya, tapi kalau lo mau ramen ya nggak apa-apa, gue mau pesen udon."
"Kamagawa?" tanya Jero lagi.
"Iya, nanti lo sama Rara langsung ke sana aja, biar gue yang nyusul. Pulang kantor gitu biasanya ramai, jadi lo keep tempat duluan sama Rara."
"Nggak apa-apa Rara diajak? Maksud gue, lo bilang, Rara nggak suka makan di luar di tempat ramai gitu."
Dengusan panjang terdengar dari seberang sana. "Je, dua hari lalu lo baru cerita kalau lo berhasil ajak Rara naik transum sama makan pinggir jalan, dua hal itu yang paling nggak akan Rara lakuin, tapi nyatanya dia ngelakuin itu sama lo."
"Iya, tapi—"
"Pokoknya lo ajak aja, pasti dia mau kalau sama lo."
"Kael—"
"Dah, ya. Gue mah makan siang nih. Bye …. See you nanti sore."
Dan sambungan telepon terputus. Jero mendesah.
Ia sudah sampai di rumah Raida setelah berjalan beberapa menit dari halte busway tempatnya turun. Anne mengatakan hari ini Raida tidak mau diajak ke studio jadi Jero disuruh menjemputnya langsung di rumah. Dan ketika Jero berpikir Anne tidak ada karena harus mengurus studio, ternyata wanita itu yang membukakan pintu ketika ia datang. Anne menunggu Jero sampai agar bisa menjemput Raida dan ia sendiri bisa ke studio setelahnya.
"Rara lagi makan siang. Kamu udah makan?"
"Udah, Tante," jawab Jero.
"Udah yang dimaksud sarapan atau makan siang?" Anne terkekeh.
"Eum … keduanya." Jero nyengir. "Saya udah makan jam sepuluhan tadi."
"Ya udah, ayo makan lagi." Ia menarik lengan Jero sampai di meja makan, bertemu dengan Raida yang dengan tenang sedang menyantap makanannya di dalam piring. Untuk pertama kalinya setelah kejadian di salon itu, Jero melihat Raida mengurai rambutnya.
Di meja makan, sudah tersedia sayur sop, kentang balado, dan ayam goreng. Raida hanya berhenti sejenak saat mendengar suara Jero masuk ke telinganya, kemudian lanjut makan lagi. Ia mengunyah dengan pelan, meraba dengan hati-hati menggunakan sendoknya di mana letak sayuran, kentang balado, dan ayam goreng yang sudah disuwir oleh Mbok Suci.
"Jero, bener temen kamu itu bisa potong rambut?" sejak pertama kali Jero memberitahu perihal rencananya untuk bantu merapikan potongan rambut Raida, Anne tak berhenti memastikan bahwa teman Jero yang dimaksud ini adalah teman yang menyenangkan, mengingat bagaimana Raida terakhir kali berurusan dengan orang yang akan memotong rambutnya membuatnya agak trauma.
"Nggak bisa dibilang ahli, tapi bisa kok. Dia bahkan bisa potong rambut sendiri." Tapi Jero tak menceritakan bagaimana Mona ketika itu stres bukan kepalang karena ide gilanya untuk memotong rambut sendiri yang berakhir gagal sebab pendek sebelah dan poni yang terlalu pendek dari yang dia inginkan. Biarkan itu menjadi rahasia perusahaan, Jero hanya perlu memberitahu hal baik pada Anne. "Rambut saya ini, dibantu potong sama Mona kok, Tante. Kebetulan bapaknya punya alat cukur pribadi, saya dipinjemin, dibantu nyukur juga." Dia nyengir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ekspektasi Dua Sisi
Romance[SELESAI] Kesulitan membedakan kanan dan kiri itu merepotkan. Hanya bisa melihat kegelapan setiap detiknya itu sangat merepotkan.