EDS20 # Hujan

734 128 53
                                        

Kaela merasakan ada yang berbeda saat ia masuk ke dalam mobil dan bertemu dengan Jero yang tentu saja sudah siap di balik kemudinya. Raut wajahnya terlihat tak biasa, hanya menyapa Kaela sekenanya, tidak seperti Jero yang biasanya, yang akan tersenyum lebar menyambutnya dan memulai pertanyaan dengan apa saja yang terjadi di kantor hari ini. Tak ada radio yang diputar seperti biasanya, terasa sunyi. Selama dalam perjalanan, hanya ada keheningan di tengah kemacetan jalanan.

Kaela menebak-tebak. Apa Jero sedang ada masalah dengan Raida? Atau dengan pacarnya? Ya, meski Kaela sendiri tak tahu apa Jero punya pacar atau tidak, namun melihat kedekatannya dengan salah satu pengurus panti bernama Renata kemarin itu, Kaela berpikir Renata mungkin pacar Jero. Masalah pekerjaan? Jero mengatakan hati ini ia ada pekerjaan tambahan, mengisi suara sebuah iklan. Atau … masalah keuangan? Kaela tak masalah jika Jero meminta upahnya dibayar lebih dulu dari yang seharusnya jika memang untuk sesuatu yang mendesak.

"Je, nyalain radio, ya?" Kaela berusaha berbicara, mencoba untuk mencairkan suasana.

Jero menoleh penuh ketika mobil mereka berhenti karena lampu lalu lintas. Ia tersenyum. "Oh …, iya, nyalain aja."

Tak lama, suara seorang penyiar terdengar. Kaela mengatur volumenya agar hanya terdengar samar-samar, agar dalam mobil ini tak terlalu sunyi dan terasa canggung.

Saat mobil sudah kembali melaju, Kaela kembali berbicara, merasa ia harus meluruskan sesuatu. Takut kalau apa yang terjadi pada Jero berhubungan dengannya, jadi ia harus segera menyelesaikannya. "Je, lo lagi ada masalah, ya?"

Jero menoleh lagi, kali ini hanya sekilas karena harus fokus pada jalanan di depan. "Hah? Gue? Nggak kok. Kenapa?" Ia terkekeh sumbang, terdengar dipaksakan.

"Lo kelihatan kayak lagi ada masalah," balas Kaela. "Apa ini ada hubungannya sama gue?"

Jero diam sejenak sebelum menjawab, "Apa, sih? Kok lo. Nggak. Gue cuma … lagi banyak pikiran aja. Nggak apa-apa. Nggak ada hubungannya sama lo." Ia berusaha untuk tersenyum dengan baik.

"Serius, Je. Kalau ada masalah, ngomong aja."

"Nggak ada, Kael. Nggak ada hubungannya sama lo."

"Walaupun nggak ada, gue … mungkin bisa bantu. Ya, nggak bantuin nyelesain masalah, seenggaknya bisa bantu lo ngerasa lega sedikit karena udah cerita sama gue." Kaela meringis kecil. "Gue … pendengar yang baik kok."

Jero tersenyum, tangannya kemudian terulur untuk menepuk singkat kepala Kaela. "Gue oke. Thanks udah peduli."

Kaela agak membeku karena perlakuan Jero barusan, bertanya-tanya, kapan kiranya terakhir kali Askar melakukan hal manis seperti itu padanya. Sepertinya sudah lama, Kaela sampai lupa. Mereka sudah bertunangan, sudah mau menikah, bahkan sudah menentukan tanggal pernikahan, sudah mulai mempersiapkan banyak hal untuk acara pernikahan tersebut. Kaela sudah mulai menghubungi beberapa vendor yang akan ia pakai di acara pernikahannya, sudah menemukan desain gaun pengantin impiannya, dekorasi pelaminan, desain surat undangan, bahkan daftar menu makanan yang nanti akan disajikan, ia bersama Askar tinggal menunggu waktu untuk foto pre-wedding, membuat daftar tamu undangan, serta menyelesaikan urusan fitting dan hal lainnya. Mereka akan menikah.

Kaela tak pernah menuntut Askar berlaku manis padanya. Akhir-akhir ini mereka sibuk. Sibuk mengurus pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum mengambil cuti panjang, sibuk juga mengurus persiapan pernikahan yang ternyata menguras banyak energi dan menggerus kesehatan mentalnya. Kaela hanya berharap di saat seperti itu Askar selalu ada untuknya, memastikan bahwa semua hal yang mereka lakukan saat ini akan berbuah manis, memastikan bahwa apa yang mereka nantikan selama ini akan berujung di tempat yang indah. Namun, ia juga mengerti bahwa Askar tak sepenuhnya harus selalu mengerti apa maunya, ada saatnya Kaela yang harus mengerti apa mau Askar.

Ekspektasi Dua SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang